DICE. 48

32 14 7
                                    


Kakak sekalian yang baca kisah Gala dan Dice ini gimana? Seru tidak?

***

Tidak. Gala sama sekali tak memejamkan mata biarpun seluruh tubuhnya ditenggelamkan pada selimut tebal yang sangat nyaman ini. Udara penghangat di kamar ini memang membuat Gala sangat lah nyaman tapi tidak dengan hatinya. Sejak Seth mengatakan merindukan apa yang menempati dadu ini, tak ada yang Gala pikirkan kecuali Dice. Bagaimana bisa?

Tapi ... astaga!

Disibaknya selimut itu dengan kasar. Tak ada perubahan di kamar ini. Pun dadu yang masih terkalung di lehernya itu. Pendar jingganya meredup seiring dengan perintah Gala untuk menyamarkan signal dadu dari seluruh pemantauan penguasa lain. Terutama Gideon yang Agung. Tapi itu semua belum cukup untuk membuat Gala menurunankan kewaspadaannya. Sungguh, memegang dadu ini serupa dengan memegang kematian. Perang yang sangat menguras energi juga jatuhnya banyak korban. Walau banyak pasukan yang hanya terluka tapi tetap saja, kerusakan itu timbul.

Gala tak mau menjalani hidup seperti ini. Ia hanya ingin hidup damai dengan ibunya. Tujuannya telah tercapai. Apa lagi sekarang? Tak ada. Gala hanya berusaha menjaga dadu ini karena ... ada Dice. Di mana gadis hologram itu tanpa Gala sadari, sudah masuk terlalu dalam di hidupnya. Ia tak tau kalau harus berpisah dengan Dice karena satu atau dua sebab di mana ia tak mau memikirkannya termasuk ucapan Seth yang belum tiga jam berlalu.

"Siapa yang kau maksud, Papa?" tanya Gala dengan suara dibuat serendah mungkin. Ia sudah dalam kembali di sikap waspada tingkat tinggi. Berulang kali ia panggil Dice tapi gadis hologram itu namun tak ada respon sama sekali. Membuatnya mendadak ketakutan tapi berusaha ia tekan perasaaannya ini. tampil setenang mungkin. Melenyapkan segala pemikiran buruk mengenai Seth yang ... apa mungkin mengetahui Dice?

Seth memilih tak menjawab, hanya tersenyum kecil. "Tak usah kau anggap serius ucapanku barusan, Gala. Aku masih bisa menemuinya walau ..."

Kening Gala berkerut dalam.

"Sudah lah. Ini sudah larut. Tidur lah." Seth menepuk bahu Gala pelan. "Jiro, antarkan Gala ke kamarnya dan pastikan semua yang ia butuhkan tersedia."

"Baik, Tuan." Jiro yang sejak tadi berjaga di dekat pintu ruang Seth, segera menghampiri mereka. "Mari, Tuan Gala. Saya antar ke kamar Anda."

Gala tak sanggup menolaknya. Padahal ia masih ingin bertanya mengenai apa yang Seth katakan barusan. Bicara dengan Seth dipikir Gala bisa sedikit banyak mengungkap mengenai beberapa hal yang ingin ia tau. Malah ternyata menambah rasa ingin taunya mengenai dadu itu. Bukan. Bukan dadu ini melainkan ... Dice.

Gala tak tuli untuk sekadar mendengar dengan jelas kalau Seth merindukan siapa pun yang mendiami dadu itu. Di mana hanya Dice satu-satunya gadis hologram yang mana ia tau kalau Dice ini adalah kecerdasan buatan. Hanya orang-orang yang diizinkan untuk mengetahui keberadaannya lah yang bisa melihat Dice. Berbekal kata-kata Seth itu lah, Gala yakin, kalau Seth mengenal Dice. Apa Xavier yang memperkenalkan mereka?

Lalu kenapa Xavier tak mengenalkan pada ibunya?

Bukan kah hubungan merea juga sama-sama dekat? Yang satunya mereka bersahabat, satunya lagi bukan kah mereka suami istri? Apa hal seperti ini juga bersifat sangat rahasia? Gala tak mampu memikirkan kearah sana. Di mana sepanjang jalan menuju kamar yang Jiro tunjukkan, ia masih berusaha terus menerus memanggil Dice. Masih juga belum ada respon dari gadis hologram itu. d

"Di mana kau, Dice," geram Gala kesal. Dibenahi letak ear buds di telinganya siapa tau terjadi pergeseran karena menggunakan helm tadi.

"Lewat sini, Tuan," kata Jiro sembari menunjukkan arah yang berseberangan dari Gala.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang