"Masih ingin menangis?" tanya Xavier pelan. Usapannya pun terasa lembut di kepala Bellamie di mana sebenarnya Xavier sendiri masih agak kaku untuk menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Ia memperhatikan dengan saksama gerak kakinya, tangannya, seluruh sendi yang coba ia gerakkan seiring dengan kesadarannya kembali. Terutama apa yang manik matanya tangkap; Bellamie Rosaline.
"Sepanjang kau meninggalkanku, Xavier, mataku tak pernah lelah menangisi keberadaanmu."
Xavier tersenyum sendu. "Seharusnya jangan kau lakukan itu."
Bellamie berdecak kesal. Diusapnya kasar air mata yang masih membuat lembab pipinya. Tak ia pedulikan betapa kacau penampilannya sekarang. "Bisa-bisanya kau katakana hal itu?" Matanya menatap Xavier dengan nyalangnya. "Kau benar-benar mirip Gala. Ah, aku salah. Gala benar-benar menurunkan sikap menyebalkannya darimu!"
Atas ucapannya ini, Xavier tersenyum riang. "Gala? Anakku. Bagaimana ia sekarang? Di mana dia, Rose? Aku ... merindukannya." Cepat ia sibak selimut yang masih menutupi sebagian tubuhnya. Mencabut satu demi satu kabel yang terpasang di tubuhnya juga, meringis karena ada beberapa jarum yang sepertinya cukup panjang menembus lapisan kulitnya.
"Berhenti, Xavier!" Bellamie menghalangi apa yang Xavier lakukan. "Astaga! Kau ini baru terbangun!"
"Aku ingin bertemu Gala. Di mana dia?"
"Sebelum kau bertemu dengannya, bisa kah kau ceritakan apa yang kau sembunyikan? Terutama ... dadu?"
Gerak Xavier melepas selang yang berisi tetesan darah di lengan kanannya terhenti. Matanya memandang takjub pada Bellamie yang menatapnya tak putus. Seolah mengerti kalau istrinya tak akan meminta untuk kedua kalinya, Xavier menghela napas pelan. Dihentikan semua kegiatannya melepas apa yang menancap di tubuhnya itu.
"Dari mana kau tau mengenai dadu, Rose?"
"Bisa kah bercerita, Xavier? bukan bertanya lagi? karena aku sungguh terlalu pusing untuk mencerna semua yang terjadi beberapa bulan terakhir ini."
Bukannya merasa khawatir, Xavier malah tersenyum sangat lebar. "Dice berarti melakukan apa yang kuminta."
"Dice? Dadu?"
Xavier menggeleng pelan. "Dice, orang kepercayaanku yang sengaja aku taruh di dadu. Untuk menjaganya hingga saatnya tiba. Dan kurasa ini lah saatnya."
"Saatnya tiba? Apa maksudnya, Xavier? kau justeru membuatku pusing. Sejak aku bertemu dengan Gala kembali, di mana aku sangat senang mengetahui kalau putraku masih hidup, aku seperti dikejar bom berkekuatan super. Di mana selalu ada tembakan, lontaran peluru, belum lagi ancaman dari berbagai sudut. Apa itu karena dadu?"
"Aku minta maaf karena telah melibatkanmu seperti ini. Tapi ... bertemu Gala? Maksudnya?"
"Itu bukan hal yang penting sekarang, Xavier." Bellamie mengibas tangannya pelan. "Sungguh bukan hal yang penting." Dalam sekali pindai, ia bisa melihat kekhawatiran yang besar di mata Xavier.
"Tidak. Ini bukan perkara biasa, Bellamie. Bagaimana kalian bisa terpisah?"
Bellamie menelan ludah gugup.
"Aku yakin sekali ada sesuatu yang terjadi di antara kalian." Xavier menyelipkan anak rambut Bellamie yang sedikit berantakan. Di mana mata sang istri tak lagi menatapnya. "Katakan, Rose."
Sepanjang ingatan Xavier di saat terakhirnya melempar dadu sekuat dan sejauh mungkin dari jangkauan Alexander Millian, pesannya hanya dua. Temukan Galaksi Haidar dan lindungi istrinya. Apa telah terjadi sesuatu selama ia tertidur panjang? Mengingat betapa besar pengaruh dadu bagi kelangsungan hidup di Metro ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...