Gala benar-benar mencoba motor barunya. Sedikit menunduk mengimbangi besarnya motor yang ia pilih. Belum terlalu mahir karena ini untuk kedua kalinya ia mengendarai motor. Sebelumnya? Tak pernah. Dari mana ia bisa? Gala tak bisa menjawabnya. Ia bergerak sesuai dengan instruksi yang ada di kepalanya saja. Di tangan kanannya untuk menarik gas dengan kuat serta rem. Di tangan kirinya juga sama untuk menekan rem. Sementara di kakinya untuk membuat kestabilan tersendiri bagi laju motornya itu.
"Ini menyenangkan, Dice," kata Gala setengah memekik. Jalan yang ia lalui menurun cukup tajam di mana ia lihat dari visual kacamatanya, belokan tajam menantinya di ujung jalan ini.
"Kau tak perlu berteriak, Tuan. Aku mendengarmu." Dice tertawa.
Gala hanya mencibir. Padahal ia bermaksud untuk memanasi Dice siapa tau mau keluar dari dadunya tapi gadis hologram itu tak mau. Katanya. "Aku di sini saja, Tuan."
Padahal kalau tak diberi perintah untuk masuk ke dadu juga Dice mana mau berdiam diri di sana lama-lama. Di pondok pun begitu. Biarpun Bellamie tak bisa melihatnya, Dice mondar mandir saja di sekitar pondok yang membuat Gala berdecak kesal. Sering merasa terganggu saat Dice pura-pura mendengarkan obrolan mereka.
Gas semakin ditekan Gala. Tak banyak orang yang berlalu lalang di jalan ini yang membuat Gala benar-benar terpacu adrenalinnya. Mengenakan helm hitam sebagai pelindung kepala dan beruntungnya Gala mengenakan jaket yang cukup untuk melindunginya. Pemilihan sepatu yang tadi disodorkan Dice juga cukup membantunya.
Mengelilingi pusat kota di mana banyak yang memberikan lirikan cukup lama dari beberapa orang yang ia lintasi, membuat Gala cukup senang. Ia belum pernah merasakan bagaimana orang lain menatapnya dengan cara seperti tadi. Untung lah helm yang ia pakai tertutup semua. Kalau tidak, mungkin orang lain akan menganggap Gala ini stengah gila. Senyum-senyum terus.
"Tuan," panggil Dice pelan. "Badai sebentar lagi tiba. Anda lebih baik menuju White House sekarang juga."
Gala sedikit memperlambat laju motor. Kaca helmnya ia buka penuh di mana matanya mulai mendapati awan di langit yang berubah cepat sekali. Padahal tadi saat memilih motor, masih cerah. "Ah, padahal keseruannya baru dimulai."
"Anda masih bisa melakukannya di lain hari."
Pemuda itu mengangguk pelan. "Apa badai yang terjadi di sini berbahaya, Dice?"
"Untuk badai kali ini tidak. Tapi anginnya cukup kencang bisa mengangguk jarak pandang dan suhunya makin membuat orang lain kebanyakan tak ingin beraktifitas di luar."
Gala berdecak pelan. "Aku masih ingin bermain, Dice. Bisa kah kau temani?"
"Temani?"
"Kita tantang angin badai? Bagaimana?" Gala sebenarnya tak butuh jawaban dari Dice. Ia masih ingin berpetualan di sini. Dilirik dari kaca spion motornya, ada dua motor lain yang mengikuti. Seth bilang, mereka pengawal khusus untuk menjaga Gala selama di pusat kota. Padahal Gala tak membutuhkan mereka tapi ia tak sanggup menolaknya juga.
"Kalau itu yang Anda mau." Dice memilih keluar dari dadunya. Masih dengan tatapan rambut dikepang yang membuat penampilannya agak lain dari saat bertemu dengan Gala di Metro Selatan. Juga pakaiannya yang lebih sesuai dengan wajah dingin Dice. "Aku ikut."
"Sejak tadi aku menunggumu naik di belakang, Dice." Gala tertawa. "Perlukan kubilang, pegangan?"
"Bisa kah Anda jangan terlalu pamer?"
Tawa Gala teredam dengan suara motor yang segera saja ditekan gasnya itu. Ia memilih jalur yang berseberangan dengan White House. "Tampilan pusat badai, kecepatan angin, juga seberapa bahaya di sana. Blok dua pengawas itu. Aku tak suka diikuti. Tambah daya untuk motor ini. Aku mau bersenang-senang."
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...