DICE. 51

38 12 0
                                    

"Cathleen," panggil Gala pelan. "Kau ... serius?"

Cathleen sedikit menyibak jubahnya yang menyapu jalan bersalju itu. Ia berjalan memimpin di mana Gala hanya berjarak beberapa langkah di belakangnya. Kereta salju mereka ada di tepian hutan yang mana mereka masuk ke dalamnya lebih jauh.

"Serius mengenai apa, Tuan?"

"Bisa kah kau jangan memanggilku denga sebutan Tuan lagi?" Gala berdecak. "Tadi kau bilang, kau berusia jauh di atasku. Artinya secara teknis, kau lebih tua dariku."

Cathleen menoleh dan memberi pelototan tajam di mana pemuda itu terkekeh menghampirinya.

"Kau ini gampang sekali tersinggung. Apa yang kuucapkan ini kenyataan, kan?"

Gadis itu memilih mengabaikan Gala saja. Tuannya memang menyebalkan juga ... mendebarkan. Selain kedekatan mereka sepanjang jalan menuju tempat di mana sangat ingin ia kunjungi ini, berulang kali Gala menatapnya tanpa ragu. Menenggelamkan Cathleen pada bola mata hitam yang terkadang berubah jingga walau sekilas. Tak bisa dipungkiri oleh Cathleen kalau tuannya memang tampan. Sejak awal bertemu, seorang Galaksi Haidar hanya butuh sedikit saja untuk merawat dirinya. Setelahnya?

Mungkin Cathleen bisa kesal kalau tuannya terus menerus diperhatikan oleh orang lain terutama para gadis. Ia masih mengingat bagaimana tatapan lapar pada gadis terutama Selena di Metro Utara kala itu. Ingatan itu saja sudah membuat Cathleen menghela napas berkali-kali.

"Tuan, harap perhatikan langkah Anda. Jalan ini licin sekali." Cathleen berkata sembari memegangi tembok yang terbuat dari es alami ini. jalan masuknya agak curam dan terkesan sangat tertutup dari dunia luar. Diangkatnya sedikit jubah serta bajunya itu. Ia memejam sejenak, mau memarahi Gala karena membuatnya seperti ini tapi di sisi lain, ia sangat menikmati waktunya bersama Gala. Mungkin karena gembira yang ia rasakan, justeru dirinya yang tak berhati-hati melangkah. Dan sungguh, ia benci diperlambat seperti ini.

Tubuh dan jiwanya seperti sudah menyatu dengan kecerdasana buatan dari Xavier Horratio ini. yang dinamis, sistematis, juga ringkas dan tak merepotkan seperti tubuhnya sekarang. Namun ... ia memang merindukan bergerak di tubuh aslinya. Kendati bukan di saat seperti ini.

"Hati-hati, Cathleen. Kau hampir tergelincir." Gala cepat menarik lengan Cathleen. Memeganginya erat. Menatapnya dengan khawatir. "Aku saja yang di depan. Tunjukkan arahnya." Di mana sekarang Gala ada di depan Cathleen persis seperti yang ia katakana barusan. Tangan itu masih saling tertaut bahkan erat sekali Gala menggenggamnya. "Kau perhatikan langkahmu, Cathleen."

"Iya, Tuan."

"Sekali lagi kau memanggilku dengan sebutan Tuan, kau akan rasakan akibatnya, Cathleen." Gala berbalik cepat yang hampir membuat Cathleen kehilangan keseimbangan karena lorong gua es ini berbelok cukup tajam. Undakan yang terbuat dari es abadi itu memang cukup licin untuk dilintasi.

"Bisa kah Anda tak berhenti mendadak?"

"Bisa kah kau jangan memanggilku Tuan?"

"Dan panggilan apa yang sesuai, Tuan? Sementara aku ini memang diperintahkan un—"

Mereka terjeda dalam dua undakan es saja yang mana sekarang Gala naik satu undakan dan wajah mereka sejajar. Dengan cepat, Gala sambar bibir merekah merah itu. Membungkamnya dalam satu kecup singkat. "Satu kali, Cathleen. Yang kedua kalinya tak akan sesingkat ini."

Wajah Cathleen yang memang sudah agak memerah karena dingin, semakin memerah karena tingkah Gala barusan. Ia sampai tak berkedip dengan apa yang baru saja ia rasakan. Kecupan itu ... sungguh manis.

"Ayo." Gala kembali melangkah. "Terangi," perintahnya pada dadu dan segera saja sepanjang mereka berjalan menyusuri undakan es, keadaan di dalam gua terang bendera. Dinding es yang ada di kanan kiri mereka seolah seperti dinding yang tak akan luntur diterpa panas. Bayang mereka terlihat di sana di mana Gala bisa melihat Cathleen berjalan dengan wajah menunduk malu. Hal ini membuatnya tersenyum kecil sembari terus melangkah dengan langkah yang lebih riang lagi.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang