DICE. 29

36 12 1
                                    


"Bagaimana penampilanku, Dice?"

Gadis hologram yang kini berpendar cahaya biru cerah, menatap tuannya dengan senyum lebar. Ia mendekat. Membawa satu alat yang diselipkan pada kerah kaus hitamnya. "Jangan sampai terlepas, Tuan," katanya.

"Aku bertanya mengenai penampilanku, Dice. Bukan kau berikan lagi alat-alat aneh ini," keluh Gala tapi tak menolak saat Dice merapikan penampilannya.

"Apa yang ingin Anda dengar?"

Kening Gala berkerut dalam. Matanya menelisik pada Dice yang tak jauh berdiri dari hadapannya. Gadis itu tak memiliki ekspresi lain selain tersenyum kaku, banyak memerintah dan penuh pertimbangan, jangan tertawa kecuali karena beberapa hal tertentu. "Aku ingin mendengar kejujuran darimu, Dice."

"Aku tak pernah berkata dusta, Tuan." Dice mundur beberapa langkah. Makan malam kali ini sengaja tak terlalu banyak karena Dice yakin, nantinya di dalam Vore Club, tuannya makan malam terlebih dahulu dengan Selena. "Hari ini Tuan terlihat jauh lebih tampan dari biasanya. Tuan sangat keren mengenakan pakaian hitam seperti ini. Potongan rambut Tuan juga sesuai dengan proporsi wajah Tuan yang pada dasarnya memang menarik."

Gala pelan-pelan mengulum senyumnya. "Benar kah?"

Dice mengangguk. "Tapi Tuan, malam ini aku persiapkan kemungkinan terburuk. Semua yang ada di rumah ini sudah aku sembunyikan. Rumah ini kembali pada mode sebelum kita datang. Semua perlengkapan tempur juga system pada dadu sudah aku upgrade."

"Memangnya nanti kita menghadapi apa?"

Dice terdiam sejenak. Tapi ia tak boleh menyembunyikan apa-apa dari tuannya. Terbukti dengan Gala yang terlihat menunggu serta menatap Dice lekat-lekat. Gadis berpendar biru itu memilih duduk sembari melihat jarum jam pada dinding rumah bercat hijau pupus ini. Ia tak tau apa keputusannya ini tepat tapi system dalam dadu memberi peringatan cukup keras sejak kemarin.

"Gideon yang Agung tau kalau dadu ini bergerak, Tuan. Kemungkinan terbesar kita bisa bertemu dengannya di Vore Club."

"Bagaimana mungkin?"

"Tuan, mohon untuk selalu diingat kalau dadu ini benda yang sangat kuno buatan Gideon yang Agung. Diserahkan pada Xavier Horratio, ayah Anda dengan memiliki tujuan. Ketika tujuan itu menyalahi beberapa prinsip dasar yang Tuan Xavier punya, beliau mengubah system pada dadu termasuk menciptakan aku. Dice." Gadis itu lalu menatap Gala dengan pandangan yang sama lekatnya. Agar Gala mengerti beberapa point dasar yang rasanya sudah bosan untuk Dice katakan. "Walau sudah diubah sedemikian rupa, tetap Gideon yang Agung memiliki cara khusus untuk mengetahui kalau dadu ini bergerak."

Gala tercenung. "Lalu kita harus melakukan apa sementara kita buruh ke Vore Club, Dice."

"Kita tetap ke sana, Tuan. Walau Gideon yang Agung tau dadu ini bergerak tapi ia tak bisa mendeteksi keberadaannya kecuali Anda menggunakannya."

"Menggunakan seperti saat aku lumpuhkan preman-preman itu?" Gala teringat mengenai kejadian di Lot 1 kala itu. Ia masih sering bergidik ngeri karena tak menyangka bisa melakukan hal itu di saat kondisinya terdesak. Kalau ia kembali mengingat sungguh rasanya mustahil tapi kuat sekali ingatan itu tak bisa disingkirkan dengan mudahnya.

"Bukan hanya sekadar menghentikan waktu juga gerak lawan, Tuan. Tapi Anda mengocok dadu. Membuat dadu menampilkan mata pada masing-masing sisi di mana persenjataan Anda lebih dari apa yang pernah Anda lihat."

"Kau ... main-main, Dice?"

Dice menggeleng pelan. "Aku tak pernah dalam mode main-main ketika bicara dengan Anda. Untuk pertarungan menggunakan dadu, artinya sudah dalam keadaaan sangat genting dan seluruh Metro bisa mendengar suara yang kuat sekali bergaung di udara. Tandanya pelanggaran yang terjadi sudah tak mampu ditoleransi."

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang