DICE. 25

22 12 1
                                    

Lagi-lagi seluruh perangkat pada meja Maverick hancur berkeping-keping di lantai tak jauh dari tempatnya berdiri. Wajahnya memerah kaku. Sorot matanya melotot tak percaya. Gemuruh di dadanya ia rasa bisa terdengar di seluruh ruangan ini. Tangannya mengepal kuat. Sebagian tergores karena tindakannya barusan. Ia biarkan tangannya kembali terluka. Ia marah. Sangat.

"BODOH!!!" makinya pada seluruh penjaga yang ada di ruangan kebesarannya. "Apa yang kau lakukan, Russel?"

"Tu-Tuan, ini di luar kendali kita. Saya tak mengerti kenapa pemicu itu bisa meledak di sana."

Maverick selalu berpikir dengan logikanya. Menghitung kemungkinan terbesar dalam suatu tindakannya. Di mana hal itu bisa ia buat untuk mempertipis akibat-akibat yang akan timbul. Tapi nyatanya hari ini? Ia membuat Alexander marah dan menuntut banyak ganti rugi. Penyelidikan mengenai kejadian di Stasiun Attis langsung menjadi sorotan baik Metro Selatan juga Metro Utara.

Empat korban jiwa dalam peristiwa kemarin sudah diurus pihak Metro Sellatan. Terduga sebagai orang yang diincar Maverick mengalami luka cukup parah di bagian kaki. Rekaman seluruh kamera pengawas tak bisa Maverick pungkiri di mana salah satu di antara mereka justeru menekan pemicu yang membuat ledakan di dekat peron kereta cepat itu. Konsentrasi Maverick terfokus pada korban yang kini meenjalani perawatan di rumah sakit Metro Selatan.

"Aku bilang tangkap, bukan hancurkan!" desis Maverick masih denga raut kesalnya. "Kau tau kerugian yang timbul? Ratusan gold!!!" Pria itu mengerang frustrasi. Bukan hanya perkara uang yang harus ia bayarkan pada Alexander, tapi juga hubungan mereka yang makin meruncing terutama saat Alexander bertanya dengan nada yang cukup membuat dirinya tersudut.

"Kau tau, Mave." Suara ketukan jemari tangan Alex terdengar pelan. Maverick bisa memastikan kalau pria berambut putih itu tengah berada di kantor pusatnya. Sama seperti dirinya. "Uangku dalam sekejap mata bisa membereskan Attis juga para korban yang menuntut ganti rugi."

Maverick bisa menduga hal itu.

"Tapi aku penasaran, apa yang sebenarnya kau cari? Kau yakin hanya sebatas penjahat biasa? Di depanku kamera pengawas ini menangkap banyak sekali orang-orang mengenakan pakaian khusus. Persenjataan lengkap."

Maverick memejamkan mata sejenak. Menghela napas panjang sebagai bentuk kefrustrasiannya. Pangkal hidungnya ia pijat pelan. bersandar gelisah dan matanya kembali disajikan pemandangan Metro Selatan yang indah ini. "Dadu itu bergerak, Alex."

"Jangan melantur, Mave. Kau tau? Aku tak percaya."

Maverick berdecih pelan. "Aku sudah peringati. Jangan salahkan aku dalam seminggu lagi kotamu kacau."

Di ujung sana, Alexander tergelak kuat. Maverick rasa, ia terbahak sampai rasanya menangis saking gelinya. Maverick tak ikut larut dalam tawa remeh itu. Ia tau, apa yang menjadi feelingnya kuat sekali. Identitas pria yang menjadi incarannya benar adalah Galaksi Haidar tapi seluruh data yang tersimpan dalam data base tak ada kemiripan sama sekali dengan data yang ia punya. Saat tim penyelidikan kembali menyusuri jejak Code Person, ditemukan dua nama Galaksi Haidar. Padahal sebelumnya hanya ada satu dan itu tinggal di Lot 3. Kini?

Semuanya tampak kacau.

Dan kekacauan itu menimbulkan kecurigaan berlebih. Di mana Galaksi Haidar yang asli, sudah lolos dan melenggang pergi. Satu-satunya system yang bisa merentas data seperti ini dimiliki oleh Xavier. Dia selalu seenaknya bertukar nama, posisi, dan keseluruhan kontak pribadinya. Tak ada yang tau jelas bagaimana dirinya kecuali yang pernah berhadapan langsung. Itu pun hanya sebatas sosoknya saja. kecuali ... saat puluhan tahun lalu ada kebocoran data di salah satu nama perempuan yang berasal dari Lot 10. Tempat terpencil yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota. Dikelilingi perbukitan indah juga danau yang dijadikan destinasi utama saat musim gugur.

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang