Sejenak, Gala menengadah ke langit malam yang indah ini. Suara-suara hewan malam menjadi latar yang membuat suasana di tepian hutan kali ini tampak lebih syahdu dari malam-malam sebelumnya yang pemuda itu lewati. Banyak bintang bertaburan di sana juga bulan yang bulan sempurna. Sepanjang matanya menatap langit, seluruhnya gelap tapi menawarkan keindahan tersendiri.
Ia tak tau sudah berapa lama terdiam menikmati langit malam. Udara yang berembus dingin tak membuatnya menyerah untuk masuk kembali ke dalam tenda yang didirikan secepat kilat beberapa jam lalu. Api unggun yang ia buat dan nyalakan sebagai penghangat juga untuk keperluan membuat makan malam tadi, masih menyala dengan kobar pelan. Membuat kehangatan tersendiri pada Gala yang tak mau beranjak sama sekali dari posisinya.
Tangannya terdapat luka gores yang sudah dibalut perban. Bahunya ia rasakan ada nyeri yang cukup kuat mungkin karena menahan beban senjata yang melontarkan banyak peluru saat digunakan belum lama ini. Benaknya masih memutar betapa mengerikan serangan semalam tapi ... kenapa rasanya ringan sekali ia bertindak? Tak ada beban. Semuanya terlihat seperti latihan menembak yang sering dilakukan bersama Dice. Tak seperti ketakutannya akan sergapan yang ia khawatirkan.
Bisa dibilang persentase kemenangan Gala tadi mendekati serratus persen. Pasukan Alexander bisa ia pukul mundur tanpa menimbulkan korban jiwa. Data dari kacamata yang Gala kenakan mengonfirmasi akan hal itu. mereka yang tertembak hanya mengalami luka tembak di kaki atau sekitaran paha. Tak menimbulkan serta mengakibatkan luka terlalu serius sampai harus kehilangan nyawa.
Gala memang menyetting seluruh jangkauan tembaknya dalam mode melumpuhkan, bukan membinasakan. Ia tak mau ada korban jiwa dalam serangan kemarin. Tapi tetap saja, ia merasa ada keanehan tersendiri seolah Gala ini sudah sangat terlatih memegang senjata. Mengatur beberapa alat tempur lainnya seperti ia terbiasa melakukan semua ini.
Apa ... karena dadu?
Tak ada yang terlupakan dari tiap detail yang terjadi tiga jam lalu. Termasuk tangannya yang mematahkan pedang milik Alexander Millian. Tangan yang ia gunakan untuk mematahkan pedang besar itu ia tatap lekat. Tak ada sedikit pun luka gores di sana padahal Gala tau, tajam sekali pedang itu. Kilau juga desing sangat bertubrukan dengan tanah di mana jejak goresannya kentara sekali sudah cukup membuatnya yakin, pedang itu bukan sekadar pedang biasa.
Tapi ia mudah sekali mematahkannya. Persis seperti ia mematahkan ranting yang menghalangi jalannya. Wajah Alexander yang berdiri tak jauh jadinya pun pias. Matanya melotot tak percaya pada apa yang Gala lakukan pada pedangnya. Belum lagi saat ia menyebut nama Bellamie Rosaline. Pria berambut putih itu justeru mundur dan pergi dengan cepatnya.
Gala tinggal diam? Tidak. Ia meminta salah satu drone mengikuti sampai kehilangan jejak karena ditembak jatuh oleh pengiring dari Alexander Millian. Tapi setidaknya, Gala sudah mendapatkan visual ke arah mana Alexander melarikan diri. Gala sendiri tak tau bagaimana bisa ia berjalan demikian cepat menyusul Alex. Di mana kacamata itu sepanjang jalan menampilkan begitu banyak kekacauan yang ditimbulkan penguasa Metro Utara ini.
Ia tak menyangka kalau pelanggaran terselubung ini memang benar terjadi. Semuanya mulai terasa saling berhubungan dengan apa yang Dice jelaskan. Siapa yang akan percaya dengan ucapan gadis hologram yang keluar dari dadu aneh? Walau ia sedikit banyak memanfaatkan untuk mencari ibunya. Dan mulai merasa kalau semuanya ini bukan perkara main-main lagi. Apa yang Xavier Horratio lakukan itu kenyataan. Bukan sebatas mencari perang semata tapi ada yang memang harus dibenahi.
"Tuan, Anda tidak beristirahat? Sebentar lagi pagi menjelang. Perjalanan kita masih panjang untuk pulang."
Gala menoleh pelan. Dice ada di sampingnya. Pendar birunya temaram dan terlalu mencolok membuat Gala cukup nyaman. Ia beringsut pelan ke arah salah satu akar pohon yang mencuat di sekitarnya. Duduk di sana dengan mata yang masih menikmati kelamnya langit bertabur bintang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DICE
Fantasy'Satu dadu meluncur, hidup kalian taruhannya.' Pendar itu nyata, senyata hidup Gala yang berantakan. Sendirian dan mengutuk siapa pun yang membuat dirinya ada di tengah kejamnya Metro. Hingga ia bertemu takdirnya. Di mana satu per satu mulai terlih...