DICE. 38

34 11 2
                                    


Maverick Osmond tak pernah mengalihkan fokus dari seluruh informasi yang didapat mata-matanya. Russel bilang, kekuatan yang menggempur pasukan Alexander Millian tak main-main juga pasukan khusus miliki Gideon yang Agung bahkan turut serta dalam pertempuran. Namun semuanya bisa dilibas begitu saja oleh satu orang yang memegang dadu. Ia meneliti dengan amat mengenai data diri yang tersisa dari pantauan sistemnya di Metro Selatan. Tapi percuma. Semuanya terbentur pada satu titik saja. Tak ada informasi tambahaN kecuali 2 nama yang semuanya dirasa hanya tipuan; Galaksi Haidar dan Ryu Warren.

Pria itu mengambil cerutunya, membakar ujungnya dengan pemantik dan segera saja ruang kerja di Falcy Building ini penuh dengan kepul asapnya. Semua orang yang bekerja di ruang yang sama dengan Maverick sudah sangat terbiasa dengan kelakukan penguasa atau bosnya ini. Tak ada yang berani protes atau menampilkan wajah tak suka. Kalau ada yang berani, maka takarannya hidup sengsara atau mati. Maverick Osmond tak pernah main-main dalam berkata.

Ia menyandarkan diri di kursi kebesarannya. Memejam sejenak sembari berpikir bagaimana cara merebut dadu itu tanpa timbul pertempuran. Perbandingan pasukan khususnya dengan milik Alexander hampir setara. Artinya kalau ia pun mengerahkan pasukannya, kekalahan juga pasti akan ia terima. Ia tak mau ambil risiko itu. Bukan berarti ia tak berani. Salah. Tapi ia masih harus memikirkan strategi lain.

Tapi apa?

Ia ingat pembicaraan tiga hari lalu dengan orang kepercayannya. Yang mana ini menjadi landasan keputusannya terbang menuju Metro Utara. Duduk bersandar pada kaca jet pribadinya. Menikmati pemandangan indah Metro Selatan yang ia kuasai. Juga perlahan berganti dengan hutan-hutan perbatasan kedua wilayah mereka. Ia memejam pelan, pembicaraan dengan Russel kembali terputar pelan dalam pikirannya.

"Tuan," Russel memanggil pelan. Saat masuk ke dalam ruangan Mavercik, tuannya terlihat tengah bersantai dengan sandaran di kursi tapi ia paham, kalau kepala bosnya itu penuh dengan pikiran mengenai dadu juga pria berkemeja hitam yang berbuat ulah di Attis kala itu.

"Kalau kau hanya menggangguku dengan informasi tanpa ujung, jangan munculkan wajahmu di depanku, Russel." Maverick berkata pelan tapi sungguh membuat nyali Russel ciut mendadak. Ditelannya ludah dengan pelan dan mata yang sedikit tertunduk. Disodorkan pelan satu benda yang sudah berisi informasi yang berhasil ia kumpulkan dari Metro Utara. Dan Russel berpikir kalau informasi ini bisa sedikit membuat tuannya tak lagi berwajah masam.

"Apa ini?" tanya Maverick hanya melirik sekilas benda hitam pipih yang baru saja Russel letakkan.

"Tuan bisa lihat informasi yang saya dapatkan."

Ada decih malas yang keluar dari bibir Maverick. Ia pun sedikit enggan bergerak tapi tetap saja mengambil benda itu dan memasangnya di salah satu computer kerjanya. Tak butuh waktu lama layar komputernya menampilkan bagaimana keadaan di Metro Utara tepatnya di gedung hitam milik Alexander Millian; Vore Club.

Pantauannya sampai di mana pemuda itu terhenti karena dihadang segerombol pasukan Alexander. Dan ...

"Astaga!" Maverick berdiri. "Dia ... Galaksi Haidar?"

"Tepatnya Proximarry Galaksi Haidar, Tuan. Sang Horratio terakhir."

Maverick terhenyak. "Berapa banyak kekalahan yang Alex terima."

Russel tak berani menjawab. Ia memilih menunduk.

"BERAPA!!!"

"Hampir keseluruhan pasukan dipukul mundur, Tuan. Bahkan pasukan Gideon yang Agung juga dibuat kewalahan."

Maverick menggeleng tak percaya. Sekali lagi ia banting dirinya ke kursi besarnya. Termangu. "Seberapa kacau?" lirihnya pelan. Ia menyugar rambut tebalnya. "Seberapa kacau di sana, Russel?"

DICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang