38. Salah Paham

72 17 0
                                    

Pertemuan dengan Bayu hari ini berdampak pada suasana hati Agha yang semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Meski dirinya sudah menelepon ke rumah dan mendapatkan jawaban yang melegakan tentang kegiatan sang istri akan tetapi hal itu tak serta merta membuatnya cepat puas. Rasanya ada yang mengganjal, hatinya masih merasa gelisah. Bohong rasanya jika tidak merasa waspada dan sedikit takut dengan langkah apa yang akan dilakukan oleh Bayu berikutnya. Apalagi jika dugaannya benar, bahwa Bayu bisa saja bersekutu dengan Devan demi mendapatkan Radjini kembali.

Agha tidak akan bisa memaafkan mereka. Apalagi masih ada teka-teki tentang Radjini yang menghilang dan kemudian menjadi trauma. Rasanya alasan orang-orang yang selama ini ia terima semakin bias dan tak bisa diterima begitu saja. Kata-kata Bayu pun ada benarnya, dalam tiga tahun ini Agha tak sepenuhnya mencari keberadaan Radjini. Istrinya itu bagaikan hantu yang menghilang setelah melahirkan tanpa bisa dilacak jejaknya. Bahkan CCTV rumah sakit pun tidak melihat adanya tanda-tanda penculikan.

"Apa yang terjadi padamu sebenarnya?" gumam Agha seraya menyetir mobilnya kembali ke rumah.

Pada perhentian lampu merah tak jauh dari gedung kantor milik Bayu, tak sengaja Agha me;ihat Devan dan asistennya berjalan dengan langkah lebar memasuki gedung tersebut kecurigaannya pun semakin besar.

Apa mungkin ada sesuatu yang sedang direncanakan keduanya?

Pada saat yang bersamaan ponselnya berdering, panggilan dari sang bunda ternyata. "Ya Ma?"

"Mas, sudah pulang?"

"Sudah di perjalanan pulang. Ada apa, Ma? Mau titip sesuatu?"

"Enggak sih. Mama cuma merasa agak aneh dengan Jini hari ini. Mungkin ada baiknya kamu bawa konsultasi ke Dokter."

Dada Agha seketika terasa sesak. Bayangan berbagai kemungkinan buruk berkecamuk di dalam kalbu. "Ada apa memangnya? Bukannya tadi baik-baik saja?"

"Iya, tadi baik sih. Setelah suapin Niha, dia masuk ke kamar dan sama sekali nggak keluar lagi."

"Mama sudah tanya?"

"Gimana Mama mau tanya, sejujurnya Mama takut."

"Takut apa?" Agha agak terkejut dengan pengakuan sang bunda kali ini. Seperti ada yang sedang disembunyikan oleh wanita yang melahirkannya itu.

Asparini menghela napas panjang. Ketakutannya ini berdasarkan atas rasa penyesalan karena dahulu sering kali memberitahu Radjini hal-hal yang membuat menantunya itu menjadi memiliki beban pikiran. Maka dari itu saat ini ia pun sangat berhati-hati untuk berkomunikasi dengannya. Ia tak mau salah bicara dan membuat Radjini justru kabur seperti dulu.

"Gimana Ma, kok diam?" ulang Agha setelah keheningan beberapa saat. "Ma, Mama nggak apa-apa?"

"Mama nggak berani tanya-tanya nanti dia tersinggung dan malah pergi dari rumah."

"Memangnya apa yang membuat Radjini harus pergi dari rumah?"

"Nggak tahu ... banyak hal juga bisa terjadi."

"Contohnya?" Agha semakin penasaran dibuatnya. Pikirannya kembali teringat dengan masa lalu saat kembali dari perjalanan dinas tetapi mendapati bahwa sang istri sudah tak lagi berada di rumah.

"Mama nggak bisa jelaskan," ujar Asparini akhirnya. Ternyata sampai saat ini pun ia belum memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Agha. "Kamu aja yang tanya dia."

"Baiklah." Agha masih penasaran tetapi dirinya pun merasa sedikit lega karena memutuskan untuk pulang lebih awal.

Begitu sampai di rumah, ia berbegas menuju kamar Niha. Sayup-sayup terdengar percakapan Radjini dan entah dengan siapa.

"Secepatnya. Aku harus meminta izin Bang Agha dulu sebelum dia mengamuk."

'Izin, aku mengamuk, tentang apa ini?'

Agha berjalan perlahan hingga suara langkah kakinya nyaris tidak terdengar bersamaan dengan keheningan yang menyertai setelah percakapan di balik pintu kamar terhenti. Agha berdiri di ambang pintu yang terbuka dan tertegun menyorot pada sang istri yang melamun menatap lantai.

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang