69 B. MIMPI BURUK

51 11 1
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

Sementara itu di rumah Marwan ada Radmila yang berbaring gelisah di kamar tamu yang disediakan oleh Willy.

"Bunda akan tetap sayang dengan Mila. Cinta Bunda tidak akan berbeda. Kalian berdua akan menjadi kesayangan, Bunda."

Radmila menggeliat dalam tidurnya dengan keringat dingin dan air mata berlinang. Gambaran sang bunda yang mengatakan semua kalimat itu dengan sorot penuh sayang itu membuat hatinya sakit. Ia pun kembali teringat bagaimana kedua orangtuanya malah mencaci maki dan bahkan mengusirnya.

Kedua tangannya yang berada dimasing-masing sisi tubuh kini terkepal dan meremas selimut tebal itu. Pendingin ruangan tidak mampu menyejukkan tubuhnya yang berpeluh dan pada akhirnya membuatnya terjaga dan terduduk.

"Sial banget sih, tidur di rumah orang malah mimpi yang enggak-enggak. Kenapa harus sekarang sih, coba tadi nggak ketemu Willy, ya. Aku bisa tinggal di rumah Eyang lagi," gumamnya.

Radmila pun mengambil remot AC dan kembali mengatur suhu agar dirinya lebih nyaman serta berusaha kembali tidur. Namun kembali ia tidak bisa memejamkan mata ketika layar ponselnya terdapat satu notifikasi pesan.

Radmila meraih dan membacanya. [Jangan lupa segera temukan Radjini atau bapak suruh Sabto yang mencari dan kamu tahu konsekuensinya jika sampai Sabto dan Oded yang bisa membujuknya kembali 'kan?]

Radmila hanya bisa memejamkan mata sekilas sebagai reaksi atas pesan itu. Dirinya pun sudah malas membalas pesan penuh ancaman itu. Namun, kali ini Radmila tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Radjini jika sampai orang kepercayaan bapaknya itu yang menemukan. Sabto memang bisa terlihat ramah tetapi sebenarnya, pria tua itu bisa sama teganya dengan bapaknya.

"Aku harus cari di mana Radjini, ya? Ke rumah Om Surya rasanya nggak mungkin, bisa kena usir aku. Apa coba aja ya?" gumamnya. "ah ... auk ah, ngantuk!" Ia pun kembali merebahkan diri dan menarik selimut menutupi sampai sebatas bahunya.

*

"Radjini belum benar-benar sehat, Ma," adu Agha saat Radjini berada di taman belakang sedang menyuapi Niha, sementara Agha, Asparini dan Surya berada di ruang makan.

"Kok gitu? Tadi malam biasa aja, perasaan deh?" ujar Asparini.

"Semalam dia mendesakku untuk menceritakan siapa itu Eyang Lastri."

"Lalu?" tanya Surya seraya mengolesi roti dengan selai strowberry.

"Setelah aku mengatakan siapa Eyang Lastri, tiba-tiba dia menyangkut pautkan dengan Bayu dan istrinya, tebakanku."

"Kok, bisa gitu. Mama beneran nggak ngerti, deh?"

"Aku bilang kalau dia bukan saudara kandung dengan Radmila. Aku sebenarnya hendak menyebutkan nama Bayu dan istrinya tapi rasanya malas sekali takut Radjini histeris. Meski yang terjadi kemudian cukup membuatku deg-degan."

"Jadi gimana reaksinya?" tanya Surya.

"Sepertinya Bayu dan istrinya adalah orang yang memisahkan Niha dengan Radjini."

"Loh, mereka tahu dari mana kalau Radjini melahirkan?" tanya Asparini. "Kita aja sama sekali nggak tahu kalau bukan dari mereka?"

"Nah, terjawab sudah keanehannya 'kan?" celetuk Surya. "Kenapa dulu, mereka yang menghubungi kita, padahal mereka nggak tahu kalau Radjini sudah sempat kabur dari rumah, saat itu."

"Aduh, aku bingung," balas Asparini seraya memijit pelipisnya.

"Jadi sebenarnya, Niha diambil orang atau dipisahkan dari Radjini itu di mana? Di bangsal atau di ruang bayi?" tanya Surya.

"Itu, yang masih bikin bingung. Radjini semalam tiba-tiba seperti orang linglung kembali teringat saat dia kesakitan. Agha nggak tega, jadi aku bujuk agar mau tidur dan berhenti bercerita."

Asparini mengangguk-angguk. "Iya, benar. Takutnya dia kumat lagi."

"Kalau gitu, kita hari ini nggak usah pulang. Kita temani dia dulu. Kamu mau ke kantor resort 'kan?" tanya Surya.

"Iya, Pa. tadi Stela bilang, kalau Devan katanya mau datang juga."

"Sudah biarkan saja. Papa yakin Javier juga bisa tahu orang seperti apa Devan itu dan tidak akan termakan bujuk rayunya."

"Semua serba membingungkan sekarang ini," timpal Agha.

Tak berselang lama, muncul Ari di ruang makan tersebut.

"Ada apa, Ar?" tanya Surya.

"Itu Pak, saya lihat Mbak Mila di rumah depan lagi ngeteh di teras. Duh, gimana yak, kalau lihat Pak Agha?"

"Wah ... payah. Kenapa bisa kebetulan gini, sih?!" keluh Asparini jengkel.

"Apa Mila ada hubungan dengan salah satu anak Marwan?" tanya Surya.

"Agha nggak tahu, Pa." Lalu Agha menatap Ari. "Ya sudah, biarkan saja. Toh, kita pake mobil tertutup. Nanti aku akan bilang dulu sama Jini untuk tidak keluar rumah."

Baru selesai Agha berbicara, Radjini sudah muncul tetapi kini dari arah pintu depan.

"Loh, kok, dari depan dia datang?" tanya Surya yang melihat menantunya itu berjalan santai menuju meja makan.

"Bang. Aku perginya nanti-nanti aja deh. Wilma juga nggak bisa temani. Males banget ketemu Mila," adu Radjini yang kini cemberut.

"Kamu lihat dia? Terus dia, lihat kamu, nggak?"

"Aku lihat, tapi kayaknya dia nggak tahu, deh. Dia lagi sibuk ngobrol sama Mas Willy. Apa mereka malah pacaran, ya sekarang?"

Agha mengedikkan bahu, "Mana aku, tahu. Biarin aja, sih, yang penting tidak mengganggu keluarga kita."

"Aku kok, jadi suudzon sama keluarga Marwan, ya?" timpal Asparini.

"Kenapa memangnya, Ma?" tanya Radjini.

"Ya itu, kenapa bisa menampung Radmila, padahal mereka tahu jika kamu sampai detik ini tidak mau bertemu dengannya. Sebenarnya mereka itu baikkin kamu memang tulus atau ada maunya."

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang