45. KEKECEWAAN

75 15 0
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

"Wah beneran udah nggak waras nih, aku. Masih pose teleponan kok, tiba-tiba muncul orangnya?" gumam Radjini dengan ponsel yang masih menempel. "Jangan-jangan ada ju--"

"Aku bukan jurik, ya," protes Agha memotong pembicaraan Radjini.

Radjini terkikik mendengar protes Agha dengan wajah tersipu.

"Abang naik, ya. Tunggu di sana."

"Aku tadi mau pesan cemilan. Tapi keburu Abang sampai sini."

Agha yang sudah melangkah menuju kamar Radjini menghentikan langkahnya begitu mendengar Radjini menyebut dirinya 'aku'. Agha baru menyadari jika sang istri sudah banyak berubah dan semakin membaik.

"Aku sudah beli kok. Abang juga lapar. Nggak mungkin kamu masak di sana 'kan?"

Radjini kembali ke kamar untuk memeriksa Niha yang kini sudah kembali menonton kartun.

"Ya dong, aku 'kan mau healing. Masa ya, masak lagi."

"Iya deh. Tunggu sebentar."

"Aku matikan teleponnya ya, Bang." Radjini mengakiri panggilan begitu terdengar langkah menaiki tangga.

"Iya."

Tak lama berselang pintu kamar diketuk. Jeda waktu setelah telepon mati dan pintu terketuk itu, dada Radjini pun berdegup kencang. Gugup serasa seperti akan kencan pertama. Meski mereka sudah mulai mengakrabkan diri sekamar bertiga tetapi di tempat asing seperti saat ini, nuansanya terasa berbeda.

Niha dan Radjini menoleh ke arah pintu bersamaan.

"Papa ...." Niha menyebut lebih dulu.

Radjini hanya mengangguk masih bersimpuh di sebelah Niha, batinnya berkecamuk antara ingin membuka dan tidak. Gamang tentu saja. Apa yang akan dikatakan pada sang suami jika sampai mengungkit pesannya tadi pagi. Rasanya mentalnya belum siap terkonfrontasi lagi.

"Mama, butak pintu," ujar Niha seraya meraih tangan Radjini seraya berdiri.

"Niha ... suruh Mama buka pintu dong. Papa udah laper, nih."

"Ya ... Mama butak pintu, ayo. Papa lual." Niha sampai manggut-manggut antusias menoleh antara pintu yang masih tertutup rapat dan Radjini yang seperti patung selamat datang.

"Jini ... buka pintunya. Kamu nggak pingsan 'kan? Atau jangan-jangan kamu kesurupan?"

Mendengar kata 'kesurupan' membuat Radjini cemberut dan segera bangkit menuju pintu dan membukanya. Radjini pikir dengan bertatap muka dengan Agha akan membuat kekesalannya bertahan tetapi begitu melihat parasnya yang terlihat lelah membuat hati Radjini terenyuh.

Penampilan Agha sudah sedikit berantakan, rambut yang biasanya terpoles gel dan mengkilat rapi kini sudah banyak yang menghiasi dahi. Jas yang biasa dipakai dan tadi pagi sempat dilihatnya kini tidak terlihat. Bahkan 3 kancing kemeja Agha sudah terbuka menampilkan sedikit dadanya yang bidang dan liat. Begitu pula lengan bajunya sudah tersing-sing sampai sebatas siku. Bahkan ujung baju sebelah kanannya sudah mencuat keluar.

Terlebih saat ini Agha membawa dua tas, satu tas kerja dan satu lagi ransel hitam dan beberapa tas berisi bahan makanan. Terlihat jika Agha sudah mempersiapkan semuanya.

"Abang kok, berantakan?" tanya Radjini seraya memperlebar daun pintu, sementara Niha yang menatap kedua tangan ayahnya penuh tertegun di samping Radjini seraya menegangi kain celana longgar yang dipakainya.

"Gitu deh, pokoknya," balas Agha sekenanya karena tak ingin mengungkapkan isi hatinya yang sebenarnya sangat risau saat ini. Kegelisahannya hanya bisa teredam begitu melihat wajah Radjini dan Niha.

Radjini yang menangkap nada enggan dalam suara Agha tak ingin mendesak meski rasanya lidahnya gatal untuk bertanya lebih jauh.

"Niha, kangen banget sama Papa tuh. Sini tas belanjanya Mama yang bawain ya, Pa." Radjini pun meraih tiga tas di tangan kiri Agha dan berjalan mundur memberi ruang pada Agha.

Niha lalu berganti menggandeng tangan sang ayah. "Ayo cini, Papa."

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang