31A JANGAN TAKUT SAYANG

83 14 4
                                    

"Anakmu kenapa tidak pernah pulang. Apa dia tidak pernah menghubungi, Bun?" tanya Bayu Prawiro yang sedang menikmati teh hangat seraya menonton berita.

Nimala yang sedang mengupas apel menghentikan kegiatannya dan melirik tajam pada sang suami yang berjarak kurang lebih 3meter darinya. "Anakmu, anakmu ... dia juga anakmu! Kalau kamu lupa, Mas," balasnya ketus.

Bayu menghela napas panjang. "Bukan begitu, Dek. Coba lah kamu hubungi Mila," katanya seraya mengubah panggilan. "Masa iya, keluyuran terus nggak jelas begitu."

"Nah... itu sudah tahu kelakuannya ya seperti itu. Kamu 'kan, bapaknya hubungi langsung dia duluan," tukas Nimala yang rasanya sudah mulai capek menegur Radmila yang entah tinggal di mana sekarang.

Apalagi anaknya itu sudah memiliki bisnis sendiri. Sama sekali Nimala tidak boleh ikut campur. Nimala tentu saja khawatir karena Radmila sering mudah ditipu oleh rekan bisnisnya.

"Sekali-sekali Bapak ini hubungi dia. Bapak kenapa nggak mau tanya-tanya sendiri sejak dulu selalu bunda yang disuruh-suruh," keluh Nimala sembari kembali meneruskan kegiatannya mengupas apel.

"Ya, kamu 'kan, ibunya. Lagian tahu sendiri bagaimana Mila, dengan bapak. Masih juga memusuhi. Padahal apa yang bapak tidak lakukan untuknya? Apa mungkin, dia ada di tempat Agha?" Bayu menduga-duga.

Nimala menaruh pisau dengan kasar hingga bunyi benturan benda logam dan kaca meja terdengar nyaring. Wajahnya kini semakin marah kepada Bayu, jengkel lebih tepatnya. Lalu katanya sewot, "Nggak mungkin lah. Anak kita itu sudah dibuang sama dia. Ingat baik-baik, Mas. Di bu ang, seperti barang yang sudah tidak ada harganya demi kesepakatan bisnis sialanmu itu."

"Jangan berkata begitu," hardik Bayu yang tidak terima. Bagaimanapun sebagai kepala keluarga ia harus memastikan sumber periuk nasi mereka tetap berjalan dengan sesuai yang dimau. "Kalau rumah tangga Mila dan Agha tidak berhasil, aku bisa apa? Toh, mereka berakhir baik-baik."

"Ya, memang begitu 'kan, kenyataannya." Nimala mengatakan semua balasan dengan amarah yang menyesakkan di dada, meski ia pun bingung dengan sumber kemarahannya. Meski suaminya juga mengatakan semua itu dengan nada biasa saja. Akan tetapi hatinya seolah tersulut emosi. Bingung!

"Mila memang biasa saja lalu bagaimana obsesinya dengan mencari Radjini? Sekarang kesibukannya entah menghilang ke mana dan melantur kalau bilang sudah ketemu dengan Radjini, tapi sama sekali dia tidak mau temukan dengan kita. Apa-apaan Mila, itu!" ujar Nimala gemas sampai meremas bantal sofa yang diraih.

"Radjini?" tanya Bayu lirih, wajahnya kini semakin serius menatap sang istri. Lambat laun raut kalemnya berubah dingin.

"Iya! Anak gila itu katanya sudah kembali muncul. Dasar tukang kabur! Memang ya, sifat pengecut Laras mandarah daging dan menurun. Masih untung, Agha tidak tinggal diam dan mau membesarkan Niha. Benar-benar anak itu, sungguh aku menyesal dulu kita mengadopsinya. Bikin malu keluarga saja." Nimala berkata dengan menggebu-gebu dan akhirnya terdiam mengatur napasnya yang terasa sesak lalu kembali berkata, "Ah, sudahlah aku mau istirahat saja. Pusing mikir anak itu."

Bayu diam, tidak lagi menanggapi yang terlintas di benaknya dan kembali ucapan istrinya terngingang di kepalanya. "Radjini sudah muncul kembali."

Kenapa tidak ada satupun informasi sampai ketelingaku sendiri dan di mana Mila bertemu? Batin Bayu.

"Yasudah sana, istirahat." Begitu ucap Bayu, karena Nimala sejak berpamitan masih juga duduk dengan wajah cemberut. "Apa?" tanya Bayu bingung.

"Bapak, nggak mau coba cari tahu di mana  Radjini?"

Hati Bayu mencelos mendapatkan pertanyaan seperti belum juga ia menjawab, Nimala kembali berujar, "Aku sangat yakin, Bapak mampu. Hanya saja Bapak nggak mau berurusan dengan Radjini. Kenapa nggak cari dia dan tanya alasannya pergi?"

"Ngapain," jawab Bayu cepat.

Numala kembali mendelik kesal. "Ngapain?! Duh ... bisa-bisanya Bapak ini, jawab tanpa dipikir dulu." Nimala pun bangun seraya menenteng apel kupas yang belum tersentuh itu. "Bapak itu kenapa sih, semakin ke sini kalau bicara tentang Radjini reaksinya begitu?!"

"Begitu gimana? Lalu Bunda maunya gimana?"

"Tau ah, gelap!" Nimala pun berlalu pergi ke dapur.

Bayu memijat pelipisnya yang terasa mulai berdenyut pening. "Aku harus segera menemukan Radjini, jangan sampai ia mengadu apapun yang tidak-tidak," gumamnya lirih seraya melirik ke arah dapur.

"Bun, aku keluar dulu ya," pamit Bayu seraya menyambar jaket kulit yang tergantung tak jauh dari ruang keluarga.

"Sudah malam gini, Bapak mau ke mana? Mau cari Mila, ya?" tanya Nimala kini dengan wajah berseri penuh antusias.

Bayu mengangguk saja, supaya rencananya keluar disetujui meski dirinya pun tidak tahu dari mana harus mencari Radmila.

"Baguslah, cepat bujuk dia pulang. Aku mau tanya dia tentang Radjini. Bisa-bisanya dia nggak bilang apapun. Malah aku tahu dari orang lain."

Gimana? Makin kezal nggak sama Nimala atau Bayu, nih?

Wkkkkk

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang