57 B. AGHA HARUS MUNDUR

61 20 0
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

"Meski kamu salah, tapi kamu adalah satu-satunya anak laki-lakiku. Harga diri keluarga kita memang saat ini tidak berarti oleh netizen karena berita ini. Tapi di dunia ini, tidak hanya kamu yang pernah berbuat salah. Papa mau mengamuk juga percuma, karena meski papa bisa nyatanya sejak dulu papa tidak melarangmu untuk berurusan dengan kedua anak Bayu Prawiro. Papa terlalu memanjakanmu, dan menjadi pria lemah. Sudah sepantasnya papa tidak lagi memimpin perusahaan ini."

"Tidak Pa. Jika bukan Papa yang memimpin setelah Kakek berpulang lalu siapa? Perusahan ini dulu sudah nyaris han–"

"Aku. Aku seharusnya yang mendapatkan tempat itu, andaikan Papi dulu menyerahkan semuanya kepadaku. Skandal dari bajingan tengik ini tidak akan mempengaruhi harga saham seperti sekarang ini," sela Herman yang lalu menunjuk Agha dengan sorot sengit.

"Jaga ucapanmu, Herman! Ini adalah kantor Agha, tolong hargai anakku!" hardik Surya yang segera berdiri di antara Herman dan Agha, meski keberadaan Agha masih terhalang meja kerja.

Herman tertawa mengejek. "Menghargai dia? Yang benar saja, sikapnya saja selama ini arogan dan sombong. Belum lagi dengan seenak udelnya merebut pacar sepupunya sendiri. Apa iya, yang begini masih mau dihormati."

"Apa kamu pikir anakmu juga lebih baik dari Agha, hah?!" balas Surya yang memang rasa marahnya sejak diberitahu jika sang adik akan mengunjungi kantor pusat itu masih belum reda semakin tersulut.

"Memangnya kamu tahu apa tentang anakku?" tanya Herman dengan wajah menyebalkan.

"Kamu akan tahu nanti," jawab Surya singkat.

Agha yang sedari tadi sudah ikut berdiri hanya diam, menyimak percakapan keduanya.

Herman meski penasaran tentang informasi yang dimiliki kakak sulungnya itu tetapi ia lebih memilih tidak memperpanjang untuk saat ini. Ada yang lebih penting daripada mengetahui borok anaknya yang sudah diketahui lawan.

"Kalian sudah tahu berita hari ini?"

"Tentang pemegang saham yang meminta Agha mundur dan tidak lagi terlibat dengan urusan Aksa Persada Utama?" tanya Surya.

"Iya."

"Sudah tahu, dan saya akan mundur."

"Kalau begitu berikan sahammu kepada Devan," pinta Herman dengan entengnya.

Surya tergelak. "Kamu pikir saham itu seperti mainan anak-anak, hah?! Enak saja, meski Agha mundur sahamnya sudah ada ditanganku dan akan aku berikan kepada cucuku. Kamu pikir anakku cuma ada satu?"

"Anak-anak perempuanmu selama ini tidak ada yang terlibat dengan urusan perusahaan," protes Herman.

Surya kembali duduk di tempatnya semula dengan santai dan menyilangkan kaki. "Bukan berarti mereka tidak bisa mengelola perusahaan. Lagipula aku tahu, jika kamu yang diam-diam mengadakan rapat dan membujuk para pemegang saham untuk mendepak Agha."

"Kamu pikir aku tidak khawatir? Satu-satunya jalan meredam skandal ini adalah dengan Agha tidak lagi terlibat di dalamnya," ujar Herman ngotot.

"Aku dengar kamu dan Devan akan memisahkan diri dari perusahaan lalu kenapa sekarang kamu masih peduli."

Mata Herman membulat, terkejut karena tidak menyangka jika berita itu sudah sampai kepada sang kakak.

Surya tersenyum simpul dengan wajah penuh kemenangan meski masih terdapat sorot permusuhan dengan sang adik.

"Kamu tidak mungkin berpikir jika aku tidak akan pernah tahu, bukan?"

"Dari mana kamu tahu?"

"Kamu tidak perlu tahu, toh selama ini kamu selalu menganggapku bukan saudara kandung tetapi pesaing bisnis," sindir Surya.

Herman menghela napas dan menarik kursi yang terdekat darinya. "Jadi bagaimana, apa Agha akan segera keluar dari kantor ini?"

Pertanyaan konyol itu membuat Agha dan Surya saling bertukar pandang dan tersenyum geli meski atmosfer ruangan masih sama gerah dan tegang.

"Seperti yang saya bilang tadi, Om. Saya akan pergi hari ini. Lagian saya harus segera pulang karena istri sudah kangen ditinggal beberapa hari," tukas Agha, dan senyumnya semakin lebar begitu melihat ponselnya menyala dengan panggilan dari Radjini, ia pun tak segan menunjukkan layar ponsel kepada kedua pria yang lebih tua darinya itu dan memilih untuk mengangkatnya di depan keduanya.

"Ya Sayang, ada perlu apa? Uangnya kurang nggak?"

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang