70 B. BERGOSIP

57 16 0
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

"Jini, lihat mama, nak?" pintanya. Begitu Radjini menurut dan mereka saling bertatapan, Asparini kembali melanjutkan. "Kamu tahu 'kan, betapa tampan dan kayanya suamimu?"

Radjini mengangguk.

"Kamu sadar 'kan, tanpa warisan perusahaan, dari kami pun. Dia masih sangat mampu untuk menghidupimu dan anak kalian?"

Radjini termenung sebentar, lantas menjawab, "Kayaknya, sih. Tapi 'kan, Bang Agha sekarang lagi mumet. Kemarin aja, pegang hape terus. Entah siapa yang dihubungi. Jini aja jarang pegang kalau bukan Wilma yang berkepentingan."

"Heehhh, beda atuh ... Neng Geulis. Kamu pernah lihat chat whatsapp Agha belum?"

Radjini mengeleng. "Apa bedanya, Jini sama Abang sama-sama punya bisnis?"

"Beda atuh, Neng. Abangmu itu, bisnisnya berskala internasional. Bukan sekedar bisnis online kecil seperti punyamu."

"Nanti punya Jini, juga bisnisnya besar," balasnya dengan sorot mata penuh kesungguhan.

"Aamin. Abangmu itu, sehari bisa ribuan orang yang chat dan nggak semuanya bisa dia balas. Dia selalu prioritaskan yang paling penting. Seperti kamu dan kami orang tuanya." Tunjuk Asparini kepada Radjini dan kemudian menepuk dadanya sendiri untuk lebih menyakinkan menantunya itu.

"Masalah dia yang pusing. Anggap saja, dia sedang mendapatkan musibah di tempat usahanya."

Wajah Radjini langsung memucat mendengar kata musibah. "Hah ... musibah apa? Kok, Jini nggak tahu? Ada apa, ini? Waaaaaa... Jini loh, baru aja mau tenang gara-gara berita viral sekarang ada musibah!"

Asparini segera bangkit melihat menantunya yang mulai tantrum dan menangis keras. Ia pun segera membekap mulut Radjini. "Sssstttt ... jangan nangis! Bukan musibah yang bagaimana, tapi ya karena berita itu. Agha jadi harus mengamankan bisnis pribadinya agar tidak terkena imbas. Kalau saham anjlok, bisa bangkrut nanti. Cup ... cup, cup. Jangan nangis, ah, jelek! Masa kalah sama Niha. Niha aja nggak cengeng gini. Ini dilap dulu ingusnya," bujuk Asparini seraya mengulurkan tisu dari meja.

"Maka dari itu, Agha sekarang baru pergi menemui salah satu investor terbesarnya, Mr Javier Berto."

Radjini setelah mengusap hidung dan wajahnya yang basah oleh air mata segera menjawab, "Rasanya ada yang mengganjal tapi bukan di pantat."

"Eh, apa sih?" Asparini kembali mengerutkan dahi mendengar ucapan absurb menantunya.

"Maksud Jini itu, Bang Agha."

"Kenapa dia?"

"Sepertinya ada yang Abang sembunyikan dari Jini."

"Aduh ... baru juga mama bilang, jangan over thinking. Gimana sih?! Banyak hal dalam bisnis yang kita tidak perlu tahu. Mama aja nggak paham 100% apa yang dilakukan papamu di kantornya, kita mah ya, perempuan house wife ini. Tahunya dapat duit aja. Bisa healing, jajan yang kita mau. Senang-senang sama suami dan anak-anak. Udah cukup, yang penting lagi rumah tangga lancar.

Radjini mendengkus keras hingga dadanya terlihat naik turun. "Mama sih, enak. Papa Surya loh, nggak pernah selingkuh. Bang Agha, malah ada buktinya. Apa Mama lupa, dulu Mama yang tunjukin foto bukti perselingkuhannya dengan Mila?"

Asparini membulat menatap wajah cemberut Radjini dengan mulutnya yang mengangga. Sekarang yang dikhawatirkannya terbukti, Radjini mulai mengingat sumber kesakitannya. Asparini menelan saliva untuk membasahi tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering dan seperti ada sesuatu yang mengganjal. Rasa bersalah hebat bercokol di hatinya. Penyesalan terbesarnya, adalah menunjukkan foto-foto laknat itu kepada Radjini yang menyebabkan menantunya kabur, dahulu kala.

Asparini menyahut dengan terbata-bata, "Jini, soal itu. Bagaimana kamu bisa ingat?"

Radjini kembali mendengkus. "Jini, sudah mulai sembuh, Ma. Semua hal yang menyakitkan sedikit demi sedikit Radjini ingat. Jini pastikan kali ini, mereka yang menjadi sumber penderitaan Jini akan menerima balasan yang setimpal," ujarnya dengan tidak hanya nada tetapi raut wajahnya pun menunjukkan hal yang serupa.

Asparini hanya bisa menelan ludah, tak mampu lagi dirinya menjawab. Lidahnya benar-benar kelu karena otaknya pun tak mampu menebak bagaimana jalan pikiran atau apa yang sedang direncakan oleh menantunya itu.

"Mama istirahat dulu ya, kamu masih nanti 'kan, masaknya?"

"Iya. Jini mau ajak Niha keluar dulu."

"Kamu sudah tanya abangmu? Eh ... maksud mama, izin sama abangmu?"

Melihat wajah khawatir dan bersalah ibu mertuanya Radjini segera merengkuh tangan yang sama mungil dengan miliknya itu dan mengusap-usap lembut. "Jangan khawatir, Abang tahu kok. Jini nggak akan kabur."

*

"Pa. Jini sama Niha mau keluar tuh, temani gih?" seloroh Asparini di depan pintu kamar menatap punggung suaminya yang tertidur miring membelakanginya.

"Nggak usah, biar dia bebas mau belanja."

"Aku khawatir loh, aku takut."

Surya kemudian membalikkan tubuh, miring berhadapan dengan Asparini. "Ma, kita harus belajar percaya dengan Radjini. Papa dengar kok, obrolan gosip kalian di depan tadi. Percaya deh, Jini nggak akan ke mana-mana. Dia akan tetap menjadi milik kita."

"Idih, siapa bilang kita bergosip. Papa ih, itu mah bicara fakta. Fakta Pa... nggak gosip. Lagian si Marwan memang aneh, udah tahu Radmila nggak cocok sama Jini kenapa ditampung, sih! Jangan-jangan Radmila pakai pengasihan?"

"Hush ... jangan ngaco, ah. Udah ah, papa mau mimpi indah dulu."

Asparini menyentakkan satu kakinya seraya menatap kesal pada suaminya yang sudah kembali terpejam dengan tidur posisi terlentang kini.

Setelah mengantarkan Radjini dan Niha pergi dengan diantarkan oleh Ari menggunakan mobil Surya. Asparini segera menghubungi Agha. Pada dering ketiga anak laki-laki satu-satunya itu menerima.

"Ada apa, Ma?"

"Mas. Mas tahu nggak, Jini udah mulai banyak mengingat. Dia ingat loh, kalau mama yang dulu menunjukkan foto perselingkuhanmu dengan Mila."

"Apa?! Jadi karena itu, Jini kabur dulu? Mama kenapa tidak pernah bilang kepada Agha?!"

Asparini lalu terpaku di tempat seraya menjauhkan layar ponsel dari telinga dan menatapnya nanar. Ia baru tersadar jika sudah membuka rahasia itu, perbuatannya yang membuat Radjini kabur dalam keadaan hamil meninggalkan anaknya.

"Ma ... Mama di sana? Apa lagi, yang sudah Mama katakan kepadanya?" cecar Agha masih dengan intonasi penuh emosi.

Asparini menjawab dengan terbata-bata. "I-tu, anu. Mama khawatir karena Jini sekarang sudah banyak mengingat. Bagaimana kalau sampai dia ketemu sama Devan? Bagaimana kalau ternyata Jini masih memiliki perasaan padanya? Mama takut, Mas. Maafkan Mama."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang