43. HISTERIS

55 16 1
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

'Adalah kesalahan.'

Jari tangan yang mengetik tapi rasa pahitnya terasa diujung lidah. Itulah yang dirasakan oleh Radjini, kini. Ia sendiri membaca pesan yang dikirim dan tak mendapatkan balasan lagi itu berkali-kali, masih merasa bahwa dirinya terlalu kejam kepada Agha. Akan tetapi, itulah yang saat ini dirasakan olehnya.

"Nulis sendiri, kesal sendiri. Apa sih maumu sebenarnya, Ni!" tegur Radjini, pada diri sendiri seraya mengatukkan tepi ponsel pada dahinya.

"Tega nggak tegam harus ditegain 'kan, ya. Demi kesehatan mental dan batin. Masa iya kudu banget balik ke Panti lagi. Nggak ... nggak, aku harus sehat." Masih berguman sendiri dan kini mengusap dahi sang anak yang mulai berkeringat.

Saat ini mereka hanya berdua saja. Radjini bangkit dan menuju balkon dengan membuka pintu kaca berkusen kayu. Kamar penginapannya berdinding bata merah dengan atap jerami serta berlantai kayu. Bahkan ranjang yang di tempatinya terbuat dari bambu. Tempat yang sangat nyaman karena semua perabotannya pun terbuat dari bambu serta pemandangan di balkon sangat indah dan privasi tidak ada manusia lain yang berlalu-lalang di sana.

Pemandangan matahari terbenam memang sangat indah, dirinya pikir pun hatinya akan merasakan kelegaan seperti semua sikap yang dirinya tunjukkan sejak kemarin kepada Agha dan keluarganya tetapi yang terjadi adalah sepi. Sepi hatinya semakin menjadi, terlebih saat kembali mengingat kesepakatan itu.

"Kita bercerai jika aku bisa membuat Kakak kembali kepadamu."

Ada sebagian sisi hatinya kini menjerit tak rela sementara sisi satunya yang merengkuh kepiluan mendorong untuk terus berjuang agar terlepas dari belenggu Danayaksa.

"Keluargamu sudah menginjak harga diri keluarga Danuyaksa. Maka dari itu, kamu harus menikah denganku. Sebagai istri pengganti."

"Istri pengganti," gumamnya, lalu berbalik badan dan menatap hasil karya maha indah, anugerah terindah yang terjadi dalam hidupnya. Sesosok yang membuatnya sampai luntang-lantung mencari dalam keadaan separuh batin terluka parah.

"Jika memang istri pengganti, kenapa Yang Maha Segalanya menitipkan dirimu di rahimku, Sayang. Aku hanya manusia hina. Manusia yang dengan sangat gegabah masuk ke dalam perangkap mereka dan menodai janji suci pernikahan dengan negosiasi bisnis.

"Bayu Prawiro." Radjini menggumam seraya memijit keningnya yang berdenyut nyeri.

Tidak hanya nama tetapi juga visual pria tua itu kini terbayang di angannya. Pria yang ditakuti sekaligus dibenci oleh Radjini. Namun, bagaimanapun dirinya masih menaruh hormat sebab pria itu yang sudah memberikan dirinya tempat bernaung tapi tak pernah menjadi rumah tempatnya pulang. Semua asing meski ada sebagian darahnya ada dalam diri orang yang tinggal di sana.

"Nimala Adiningrat." Napas Radjini tersengal setengah menyebut nama itu. "Bunda," ujarnya terengah.

Saat ini dalam otaknya seperti gambaran klise, berputar satu dan lainnya. Sosok-sosok dewasa yang tersenyum seolah mengejeknya bermunculan. Pandangan Radjini menjadi berkunang dan ia jatuh bersimpuh dengan kedua tangan menepuk sisi kepalanya.

"Pergi kalian! Pergi ... aku tidak butuh kalian! Kalian jahat!" jeritnya dengan wajah merah padam dan air mata berlinang.

****

"Dunia sempit sekali. Bisa-bisanya aku berbisnis dengan istri mantan pacar. Gokil banget. Tapi ya nasib untung bukan aku yang berurusan dengan keluarga Danayaksa yang ruwet itu. Huh, memang susah berurusan dengan orang kaya."

Wilma menggerutu seraya mengingat kembali bagaimana dirinya bisa tahu bahwa partner bisnisnya adalah istri dari Agha karena ruko tempat mereka berbisnis saat ini. Asyah kenal betul dengan wilma, begitu pun sebaliknya.

Wilma mendongak begitu sayup mendengar suara Radjini yang seperti orang panik. Ia pun bergegas menaiki anak tangga dan menggedor pintu dengan kencangnya.

"Haduh ... semoga gilanya nggak kumat. Kasihan Niha," rapal Wilma. "Jini buka pintunya!" teriaknya seraya tak henti menggedor pintu dan semakin panik saat terdengar suara Niha yang menangis kencang memanggil sang mama.

"Jini, kamu kenapa?! Buka pintunya! Radjini! Kasihan anakmu. Sadar Jini!"

Radjini bukannya tidak mendengar tetapi lulutnya seolah terpatri di lantai kayu balkon. Otaknya terasa lumpuh tak mau menuruti kehendak hatinya yang ingin bangkit dan membuka pintu.

Lalu tangisan Niha terdengar dari arah ranjang. "Mama! Mama! Nanis ... tatut. Mama!"

Seketika andrenalin Radjini terpacu dan seperti mendapatkan kekuatan entah dari mana ia pun bisa bangkit dan segera menghambur memeluk sang anak.

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang