45 B. KEKECEWAAN

67 14 0
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

Setelah menaruh barang belanjaan Agha, Radjini kembali mendekati sang suami dan meraih tas kerjanya dalam diam.

"Kamu ngambek?" tanya Agha yang merasa sikap diam Radjini sebagai tanda tidak menginginkan kehadirannya di sini dan terus terang hal itu membuatnya sedikit kecewa, sebab dalam hatinya sungguh kalut setengah mati hingga tak bisa berkonsentrasi bekerja dengan baik hari ini.

"Enggak," balas Radjini seraya mengusap puncak kepala Niha yang berada dalam gendongan Agha.

"Kenapa diam?"

"Nggak kenapa-kenapa."

"Aku deg-degan nih, kamu diam aja."

"Abang maunya aku gimana?"

"Abang maunya kamu ceria."

"Aku nggak bisa ceria hari ini."

"Kenapa?" Kini Agha benar-benar khawatir.

Radjini kini saling bertatapan dengan Agha dan merasa tercekat karena wajah khawatir sang suami tampak tidak seperti biasanya.

"Ada apa, Bang?" tanyanya seraya mengusap pipi Agha.

Agha menangkup tangan Radjini dan mencium telapaknya. "Cuma kangen kamu."

Perbuatan Agha itu membuat Radjini menghangat. Pria yang berbisik-bisik dengan mertuanya kemarin tidak terlihat saat ini. Agha tampak sangat lelah saat ini.

'Apa karena perkataan pedasku ya?'

Radjini menarik tangannya yang masih mendapatkan ciuman kecil bertubi-tubi dari Agha. "Kalau kangen, mandi dulu, Bang."

"Habis mandi ngapain?" tanya Agha dengan kedua alis naik turun membuat wajah Radjini merona.

Meski tahu jika sang suami menggodanya dengan maksud menjurus kearah keintiman, Radjini menepis pemikiran itu.

Radjini menggeleng dan menepuk bahu Agha. "Jangan nakal, cepetan mandi terus makan. Aku sama Adek udah makan tadi."

"Mamam ini, Papa," celetuk Niha seraya mengintip tas hijau yang dibawa Agha.

Agha mengangguk menatap tas hijau berisi ingkung ayam goreng dari salah satu restoran ayam goreng nusantara yang terkenal.

"Nanti makan lagi ya, Nak. Papa mandi dulu," ujar Agha lalu mengecup puncak kepala Niha. Kemudian ia menoleh kepada Radjini. "Mama mau bantuin Papa mandi nggak?"

Radjini meletakkan telunjuk di bibir seraya mengulum bibir gemas dengan sikap frontal dan nakalnya Agha, terlebih di depan putri kecilnya yang pintar.

"Abang ih, Adek dengar itu." Radjini lalu mengulurkan handuk bersih yang masih terlipat rapi.

"Aku mau pakai bekas handukmu saja," ujarnya meski tangannya tetap menerima handuk baru itu.

"Jangan ih, basah handuknya. Itu aku angin-anginkan di luar," tunjuk Radjini ke arah balkon.

"Eh, nggak boleh loh, jemur kain malam-malam gini. Pamali, bisa ngundang jurik."

"Juriknya males urusan denganku."

Agha yang sudah berada di ambang pintu kamar mandi berbalik badan dan tersenyum lebar. "Masa ... tadi aja, Abang dikira jurik."

Radjini menghentakkan kakinya, kesal. "Abang ih. Cepetan mandi."

"Sabar atuh, belum juga buka pakaian."

Agha dengan luwes mulai melucuti jam Ulysse Nardin Triplejack Minute Repeater yang harganya hampir satu triliun, kemudian ia melepas kemeja dan menyerahkan kepada Radjini dan juga sabuk CHRISTIAN DIOR D Buckle.

Radjini tanpa sadar menahan napasnya menerima barang-barang mahal yang melekat pada tubuh sang suami begitu juga 2 cincin emas dan batu mulia yang selalu melepat pada jari kekar sang suami. Ini adalah pertama kali selama ia kembali ke rumah suaminya, Radjini menerima barang-barang berharga itu.

"Kamu kenapa nggak pesan tempat yang lebih private?" tanya Agha setelah melepas celana panjang kain dengan merek yang sama dengan kemeja dan sabuknya dan dengan memakai boxser berwarna hitam yang membungkus pantatnya yang sintal itu melenggang santai memasuki kamar mandi.

Radjini sama sekali tidak tersinggung dengan pertanyaan dari Agha itu. Dirinya sangat paham, dengan posisi Agha dan segala kekayaannya untuk menyewa resort VVIP pun akan sangat sanggup.

"Aku hanya menyesuaikan dengan apa yang aku punya," ujarnya.

Agha seperti tersadar akan ucapan sang istri dan merasa tidak enak hati karena merasa Radjini mungkin akan tersinggung meski maksud Agha adalah demi keamanan yang lebih ketat.

"Jangan tersinggung ya. Bukan maksudmu membandingkan dengan keuanganmu. Lagi pula kenapa kartu yang aku kasih kamu tidak bawa."

Radjini hanya mengangguk dan mendorong dada Agha, menghelanya agar segera mandi. Radjini tak bisa menahan matanya yang lapar untuk melahap pemandangan menggiurkan di depan matanya saat ini. Sikap malu-malu dan takutnya entah menguap kemana.

"Cepetan mandi, ih."

"Tapi nanti cerita ya, kenapa kesal."

Radjini sebetulnya sudah tidak ingin membahas tentang Wilma, agar Agha tidak menyinggung lagi tentang itu. Maka ia pun berkata, "Aku kesal karena temanku bilang keluar mau beli seblak tapi malah kabur bawa barangnya semua."

Agha tahu dengan teman yang dimaksud tetapi tetap saja, pura-pura tidak tahu dan bertanya, "Memangnya beli apa?"

"Mau beli seblak katanya, tau deh beli di Ujung Kulon kali."

"Kenapa tidak coba hubungi dia?"

"Aku masih kesal."

"Jangan kesal, sudah ada Abang di sini. Untung dia pulang 'kan, kalau dia di sini, ya masa kita tidur berempat."

"Aku lebih kesal karena mungkin dia sebenarnya takut menghadapi aku yang histeris. Mungkin saja sebetulnya dia masih menganggap aku gila. Seperti Mama dan Abang bahas kemarin di belakangku."

Tatapan mata Radjini yang terluka membuat Agha merasa bersalah dan kembali melangkah mendekati Radjini dan memeluk istrinya itu.

Air mata kekecewaan Radjini yang kesal kepada diri sendiri yang tidak bisa mengelola emosinya tadi kini tumpah ruah membasahi dada bidang Agha.

"Maafkan aku yang terlambat menemukanmu," ujar Agha seraya mengecup puncak kepala Radjini.

Pada saat yang sama pintu kamar mereka diketuk.

"Apa kamu menunggu orang lain?" tanya Agha.

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang