59. NGGAK PENTING

63 17 2
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

Setelah berbincang via sambungan telepon dengan Agha, batin Radjini bukannya tenang tetapi justru semakin gelisah. Rasanya ada sesuatu yang tidak benar. Namun dirinya sendiri belum bisa menebak apa pun itu.

Radjini duduk di depan meja rias hendak menyisir rambut setelah mandi seraya menoleh ke arah brankas yang besarnya sama dengan meja nakas. Ia sendiri tidak tahu sandi yang terpasang dan sangat penasaran dengan isinya. Sejujurnya ia sangat penasaran jika memang sangat penting kenapa dokumen-dokumen itu justru Oded yang diberikan wewenang untuk menyimpan dan bukan dirinya.

Radjini ingin bertanya tetapi dirinya pun ragu dengan reaksi Agha nantinya. Apakah suaminya akan biasa saja atau justru marah kepadanya. Radjini teringat dengan inti berita tentang skandal yang menimpa suaminya itu. Meski perasaan cintanya kepada Agha pun ia tak tahu seberapa besar tetapi yang pasti, dirinya yakin jika ada rasa sayang. Tentu saja ada, jika tidak Radjini tentu tak mungkin mau disentuh kembali.

Radjini menyentuh lehernya dan membelai lembut teringat adegan mesra di sofa resort sebelum Agha kembali ke Jakarta. Tubuhnya bergidik dengan cara yang berbeda.

"Haduh ... gawat kalau pingin ini, lawan main masih jauh di mato," gumamnya gemas seraya memijit pelipisnya sendiri.

Benak Radjini kembali menerawang sembari mulai menyisir rambutnya. 'Apa iya, Abang sempat menikah? Kalau iya, kenapa dia berperilaku seperti tidak pernah ada orang lain selain aku ya? Mama juga nggak pernah menyinggung tentang Kak Mila. Ada apa sebenarnya ya? Apa aku tanya Mama saja ya?'

Namun tiba-tiba, Radjini teringat ucapan mama mertuanya dulu, 'Wajar kalau Agha kembali dekat dengan Mila, kamu nggak lupa 'kan? Kedudukanmu di sini hanya sebagai istri pengganti.'

Radjini mendengkus kasar. Rasa ingin bertanya seketika menguap. Radjini sejak mengetahui sang suami dan mama mertuanya berkasak-kusuk di kamar waktu ini, sampai sekarang membuatnya enggan berbicara dengan wanita yang sudah melahirkan suaminya itu. Ia tak ingin, pikirannya kembali dikecoki ucapan-ucapan yang membuatnya semakin over thinking.

Setelah menyelesaikan ritual sehabis mandinya, ia pun keluar kamar dan hanya mendapati Windy sedang menonton sinetron tanpa ada Niha, sedangkan mainan sang putri masih sedikit berantakan di atas permadani depan televisi.

"Win, Niha mana?"

Windy pun menoleh seraya mengecilkan volume televisi. "Eh ... dibawa Bapak. Katanya disuapin makan malam sekalian di rumah. Ibu buatin 3 Cheese Ravioli, tadi."

"Oh. Terus tukangnya Bang Agha di mana?" tanyanya seraya meraih toples berisi stick talas dan bergabung duduk di sofa krem bersama Windy.

Radjini menatap ke arah pintu depan dan tidak melihat pergerakan atau suara orang lain selain mereka berdua dan suara dari televisi.

"Kang Oded tadi suruh 2 orang tinggal. Tadi setelah keduanya mandi, terus pamit ke depan sebentar katanya. Mungkin ada di kios sebelah, itu 'kan, tempat nongkrong."

Radjini kembali bangkit setelah menaruh toples kembali di meja. "Aku lihat ke depan dulu."

"Mbak ... hati-hati, jam pulang kerja ini. Nanti kalau Bang Tigor lihat gimana?"

Radjini yang sudah hendak melangkah menoleh. "Aku nggak takut sekarang. Aku sudah bilang 'kan, kalau punya rencana."

"Tapi katanya Bapak harus hati-hati." Windy bingung dengan situasi yang sedang dihadapi Agha dan Radjini sebenarnya.

Radjini mengibaskan tangannya. "Sudah, kamu nggak perlu ikutan mikir. Biar aku yang urus, tapi kalau ada Bang Agha pokoknya kamu pura-pura nggak tahu."

"Ya 'kan, aku memang nggak tahu rencanamu." Windy menegakkan duduknya dan bertanya, "Tapi aku penasaran deh, dengar-dengar itu temannya Bang Tigor mantan pacarmu ya Mbak?"

"Temannya Bang Tigor?"

"Iya. Dengar-dengar juga katanya dia yang meminta Bang Tigor dulu untuk menerima kamu kerja di Resort."

Radjini kemudian teringat bagaimana Agha sangat marah di kantor Tigor. "Ah ... apa mungkin ada hubungannya dengan Bang Agha waktu marah dulu ya?"

"Nah iya. Gara-gara itu juga aku jadi dengar semua itu."

"Kamu tahu dari mana?"

"Dari salah satu karyawan di kantor Bang Tigor."

Radjini mengurungkan niatnya untuk ke depan dan kembali duduk dan kali ini lebih merapat ke Windy.

"Bisa kamu cari tahu siapa mantanku itu?"

"Apa kamu masih lupa ingatan?" tanya Windy dengan wajah terkejut karena ia pikir Radjini sudah mengingat semuanya.

"Aku ingat wajah mantanku, tapi 'kan, nggak tahu siapa yang dimaksud sama yang katanya itu."

"Mungkin orang yang sama."

"Kali aja ada yang mengaku-ngaku mantan pacarku," jawab Radjini. "Apalagi sekarang aku sudah nggak seperti dulu. Aku takut ada yang memanfaatkan keadaan. Situasi sedang seperti ini."

"Apa kamu benar-benar akan memaafkan Mas Agha?"

"Skandal yang disebutkan dalam berita semua sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Untuk apa aku ratapi. Semua sudah merupakan bagian dari luka masa lalu."

"Kamu nggak ingin tahu kejadian yang sebenarnya, karena semua terjadi saat kamu tidak ada di sana."

"Kamu tahu," ujar Radjini seraya meremas tangan Windy. "Aku pergi dari rumah saat hamil dulu, karena Bang Agha dekat dengan mantan pacarnya kembali yang tidak lain adalah kakakku."

Windy membulatkan matanya. "Wah, beneran skandal itu ya."

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang