42 B. ADALAH KESALAHAN

60 17 2
                                    

KALIAN BISA BACA CERITANYA YANG LEBIH LENGKAP DI KARYAKARSA, KBM DAN INNOVEL.

PLAY BOOK STORE AZEELA DANASTRI SUDAH KENA TAKE DOWN UNTUK KECINTAAN AZEELA/ThereAD YANG MAU PELUK BUKUNYA BISA BELI DI KARYAKARSA ATAU KE 082123409933

"Oh, kamu pantau dia lewat hape?"

"Iya."

"Kalau hapenya mati gimana?" tanya Asparini yang kini agak sedikit merasa lega.

"Ada Wilma bersamanya. Dia akan memberitahukan jika ada apa-apa."

"Wilma Supandi?" tanya Asparini dengan wajah terkejut kini.

"Iya." Agha mengangguk.

"Bagaimana mereka bisa saling kenal?"

Agha menggeleng. "Aku nggak tahu. Sudahlah, yang terpenting sekarang semuanya aman dahulu. Kita harus memberikan ruang untuk Radjini."

"Bagaimana kalau dia minta cerai, Mas? Gimana kalau Bayu atau Mila bertemu dengannya, di luar pengawasanmu?"

"Aku akan hancurkan mereka jika berani macam-macam."

"Bagaimana kalau terlambat?"

Wajah Agha kini berubah dingin dengan sorot tajam menusuk. "Tidak ada kata terlambat. Semua masih bisa diperbaiki."

Asparini tak berani membuka mulutnya lagi dan memilih menelan salivanya kasar. Jika sampai anaknya gelap mata. Dirinya sendiri sudah pasti tak bisa menghentikan. Sisi gelap Agha tak satupun berani menghalangi bahkan suaminya sendiri saja tidak mampu.

***

"Eyang dan Bayu? Siapa mereka ini ya? Duh ... aku tanya siapa ya?" gumam Radjini seraya tidur miring dan mengusap kening Niha, sang anak yang sedang tidur siang.

Satu-satunya orang yang terlintas di benak Radjini untuk ditanyai adalah orang yang saat ini enggan ia temui. Meski nanti untuk memenuhi janjinya, mau tak mau Radjini harus menemui wanita itu.

"Mau hidup tenang aja susah banget ya, Nak," gumamnya lagi setelahnya menggapai ponsel yang bergetar.

Agha: [Aku tidak akan lagi melarangmu pergi dengan Niha. Tapi pulang ya?]

Radjini berdecak. "Baru juga mau nginep," gumamnya sendiri.

Radjini:[Nggak pulang kalau hari ini. Aku mau me time dengan Niha.]

Tak membutuhkan jeda waktu yang lama, pesan Radjini langsung mendapatkan balasan.

Agha:[Bagaimana denganku? Masa suaminya dianggurin?]

Radjini menghela napas panjang dan kini beringsut duduk di tepi ujung ranjang, menjauhi Niha supaya tidak menggangu tidur anak itu.

Radjini:[Ya, gimana. Kita juga nggak pernah ngapa-ngapain.]

Balasan dari Radjini seperti senjata makan tuan, jawaban Agha memuat wajahnya memerah.

Agha:[Habis gimana, mau diajak enak kamunya jual mahal.]

Radjini sedikit kesal juga meski menyadari bahwa dirinya yang memberikan batasan meski sempat kecolongan ciuman dari Agha.

Radjini: [Ini, nggak yakin jika cinta sama, Abang.]

Setelah mengirimkan chat itu, Radjini memejamkan mata dan menarik napas panjang sebab menyadari jika kalimatnya mungkin saja membuat Agha tersinggung.

Agha: [Penikahan dan cinta itu harus diusahakan. Tidak bisa datang dan akan tetap baik-baik saja dengan sendirinya.]

Radjini: [Bagaimana kalau aku memang tidak mau memperjuangan pernikahan kita yang salah ini.]

Agha: [Aku tidak pernah berpikir bahwa pernikahan kita ini sesuatu yang salah. Aku memilihku dalam keadaan sadar sepenuhnya.]

Radjini: [Tidak. Abang dari awal memaksaku. Jika aku tidak salah ingat, saat itu aku bahkan sudah memiliki pacar.]

Agha:[Aku telepon ya?]

Radjini yang masih enggan mendengar suara Agha langsung membalas, [Jangan. Niha sedang tidur. Dengan ucapanmu ini aku semakin menyadari bahwa apa yang terjadi pada kita sejak awal adalah kesalahan.]

GORESAN LUKA LAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang