Chapter 38 - Perbincangan Rahasia

1.2K 14 0
                                    

Hari berikutnya Reinata terlihat mendatangi sebuah cafe di pusat kota.

Wanita itu memasuki cafe seorang diri. Bahkan dia menolak saat Aslam dan dua orang bodyguard hendak mengawalnya selama di dalam cafe.

Reinata mengatakan jika dirinya ingin pergi sendiri dan menjalani hidup normal seperti orang lain.

Tanpa pengawalan dan para bodyguard yang membuatnya tak nyaman.

"Kalian tunggu saja di sini. Aku tidak akan lama. Aku hanya ingin menikmati secangkir espresso saja di dalam saja," ucap Reinata pada Aslam saat dirinya keluar dari mobil BMW hitam yang membawanya tiba di Cafe Lariza.

"Baik, Nyonya. Tapi tolong jangan matikan jaringan sistem pengaman di ponsel Anda agar kami mudah melacaknya."

Aslam yang bicara. Pria tinggi berwajah lumayan tampan itu membuka satu tangannya, mempersilakan Reinata berjalan memasuki cafe.

Wanita dengan stelan kantor warna cokelat muda itu tidak merespon. Reinata hanya berjalan acuh meninggalkan para bodyguard menyebalkan di sana.

Hei, yang benar saja!

Dia datang untuk satu urusan, bukan sekedar untuk menikmati secangkir espresso. Mana mungkin dia membiarkan para bodyguard itu mengetahui urusannya.

"Oh, astaga! Nyonya Danuarta! Ini mimpi atau apa?! Saya sangat tersanjung Anda mau singgah di cafe kami. Ya Tuhan ... Terima kasih sekali!"

Pria berjas hitam manager cafe itu tampak tergopoh-gopoh menyambut Reinata yang baru saja memasuki pintu cafe.

Wanita berpenampilan branded itu menghentikan langkah anggunnya.

Dilepaskan kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya yang mancung bukan main. Reinata tersenyum sinis membalas tatapan berbinar manager cafe tersebut.

"Aku hanya kebetulan lewat saja," desisnya sinis, lalu menyapu pandangan ke sekitar.

Dilihatnya beberapa tamu yang diam-diam mengambil fotonya dengan kamera ponsel mereka.

Benar-benar menyebalkan!

Mereka mengambil foto orang sembarangan. Rutuknya dalam hati.

"Ah, tak apa Nyonya Danuarta. Mobil Anda melintas di depan cafe kami saja pun merupakan keberuntungan bagi kami," ucap si manager cafe lagi. Bibirnya memasang senyum termanis pada wanita anggun di hadapannya.

Reinata hanya tersenyum sinis lalu melanjutkan langkahnya menuju salah satu meja yang kosong.

Melihat hal itu si manager segera menghadangnya.

"Maaf, Nyonya Danuarta. Ini hanya meja biasa, sementara Anda lebih pantas duduk di sana. Meja VIP dengan pelayanan khusus!" pekik si manager begitu bersemangat. Kemudian dia buru-buru menanggil beberapa pelayan untuk melayani Reinata.

"Aku mau duduk di sini saja. Lagi pula aku tidak akan lama, paling sekitar 10 menit saja," ucap Reinata masih dengan wajah sinis dan logat bicara yang jumawa. Dengan acuh dia segera mendaratkan bokongnya pada bangku di sana.

"Tapi, Nyonya--"

Si manager tampak frustasi melihat tamu agungnya memilih meja biasa daripada mega VIP yang lebih pantas untuk Reinata.

"Diam dan cepat bawakan aku secangkir espresso." Reinata menoleh pada si manager dengan tatapan bosan.

"Ba-baik, Nyonya Danuarta."

Dengan terpaksa si manager akhirnya merelakan Reinata tetap duduk di meja itu.

"Hei, apa yang kalian lihat?! Cepat bawakan espresso terbaik di cafe kita untuk Nyonya Danuarta. Cepat!" perintahnya pada tiga orang pelayan laki-laki yang sedang berdiri di belakangnya.

MEMBAKAR GAIRAH (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang