Chapter 80 - Kematian Tragis

645 14 6
                                    

Langkah tungkai jenjang dengan heels warna biru terang itu menerobos masuk lift. Ada dua wanita paruh baya di dalamnya.

Reinata menutupi wajahnya dengan tas branded di tangannya. Dua wanita itu saling pandang sambil tersenyum sinis.

"Hei, lihatlah! Siapa yang sedang berdiri di antara kita para wanita terhormat? Bukankah dia Nyonya Danuarta? Wanita gila seks yang telah menggoda menantunya sendiri. Ya Tuhan ... mimpi apa aku ini sampai bertemu dengannya? Benar-benar sial hariku!"

Wanita paruh baya dengan perhiasan emas di lehernya mulai angkat bicara. Dia sengaja mencibir Reinata yang sedang berdiri di depannya.

Matanya melirik pada rekannya yang juga sedang memberi tatapan tidak suka pada wanita di depan mereka saat ini.

"Ya, kamu benar! Hari ini kita sangat sial karena berada di antara wanita tidak tahu malu itu! Sepertinya setelah tiba di rumah kita harus mencuci rambut sampai bersih lalu membuang pakaian yang kita kenakan saat ini."

Reinata hanya terdiam menahan sesak di dada. Ucapan menohok dua wanita bau tanah itu benar-benar menyakitkan.

Apa salahnya jika dia dan Joshua saling mencintai? Tahu apa mereka? Ingin rasanya dia mencakar wajah keriput dua manula itu.

Namun, yang bisa dirinya lakukan saat ini hanya diam sambil menunggu pintu lift terbuka.

"Syukurlah pintunya segera terbuka. Perutku mual karena aroma dosa wanita itu! Ayo kita segera keluar! Bisa mati kalau berlama-lama di dalam sini!"

"Kamu benar! Jangan sampai kita ketularan sial karena perbuatannya!"

"Huh! Dasar wanita tidak punya moral!"

Reinata mengepalkan buku-buku jemarinya mendengar ocehan dua wanita tua itu.

Bahkan dengan sengaja mereka menyenggol bahunya saat keluar dari lift. Dirinya yang dahulu sangat disegani dan dihormati kini sudah dianggap kotoran yang berbau busuk.

"Hh, dasar wanita tua bau tanah sialan! Beraninya mereka bicara seperti itu padaku. Apakah aku perlu menuntut mereka atas tuduhan prilaku yang merugikan. Sial? Mereka yang pembawa sial! Dasar nenek tua sialan!" Reinata menggerutu sambil berjalan meninggalkan pintu lift.

Pihak rumah sakit baru saja menelepon. Mereka mengatakan jika kondisi ibunya sedang memburuk saat ini.

Persetan dengan gosip yang sedang menjamur, dia harus segera melihat kondisi ibunya.

"Dokter, bagaimana kondisi ibuku? Apakah dia sudah baik-baik saja?"

Reinata bergegas menghampiri dokter wanita yang baru saja keluar dari ruang ICU di mana ibunya berada.

Wajah itu sudah diliputi kecemasan melihat reaksi dokter menatapnya.

"Ibu Amera mengalami syok berat. Sebaiknya Anda temui dia sekarang. Saya tidak yakin dengan kondisinya saat ini," ucap dokter wanita itu lalu menggeleng tampak putus asa.

Reinata sangat terkejut mendengarnya. Dia segera berlari memasuki ruang rawat VIP di mana ibunya berada.

Dipeluk erat tubuh kurus yang terbaring lemas di tengah ranjang pasien. Reinata menangis kencang.

"Ibu ... kumohon bertahanlah, Bu! Reinata sedang berusaha untuk pengobatan Ibu! Atau kita ke luar negeri saja? Ibu harus sembuh!" lirih Reinata dalam tangisnya.

Plaakk!

Reinata sangat terkejut saat sang ibu menampar keras pipinya. Mata basah itu menatap dengan penuh tanya pada Amera yang sedang menatapnya penuh kebencian.

Ada apa dengan ibunya?
Kenapa dia ditampar begitu keras? Reinata masih terdiam menunggu jawaban sang ibu.

"Kenapa kamu berbohong pada Ibu, Rei? Joshua bukanlah suami kamu, tapi dia suami anak tiri kamu! Kamu jahat, Rei! Ibu kecewa padamu! Lebih baik Ibu mati saja daripada harus menanggung malu karena perbuatan bejat kamu itu!" Amera histeris dengan emosi yang membuncah.

Reinata menggeleng dengan wajah panik."Bu, aku sangat mencintai Joshua! Kumohon mengertilah ...," lirihnya.

"Cinta katamu?! Bahkan pria itu adalah suami anak tirimu sendiri! Kamu benar-benar gila, Rei! Ibu benar-benar kecewa padamu! Pergi dari hadapanku! Aku tidak punya putri seperti kamu!"

Amera histeris. Dia mendorong-dorong Reinata untuk pergi. Wajah pucat itu sudah dibanjiri air mata dengan hati yang begitu perih.

"Bu, kumohon jangan begini! Maafkan aku, Bu ..."

Reinata berusaha menenangkan ibunya. Namun usahanya sia-sia saja. Amera tetap histeris sampai para dokter kembali berdatangan.

"Nyonya Danuarta, mohon tunggu di luar! Kondisi Ibu Amera sangat buruk, tolong biarkan kami menanganinya," ucap dokter wanita pada Reinata.

Dia meminta wanita itu pergi karena kondisi Amera yang sudah sangat lemas saat ini. Mereka harus segera mengambil tindakkan.

"Dokter, saya mohon selamatkan ibu saya ...," lirih Reinata seraya melipat kedua telapak tangannya dengan wajah memohon.

Dia benar-benar panik dan ketakutan melihat kondisi Amera yang kian melemah.

"Kami akan melakukan yang terbaik. Silakan tunggu di luar."

Dengan air mata yang bercucuran deras, Reinata berjalan lamban meninggalkan ruang rawat itu.

Dari jendela besar di sana dia melihat para dokter di dalam ruang ICU yang sedang menangani ibunya. Hatinya menjerit melihat sang ibu diam saja. Para dokter sedang berusaha dengan alat perangsang jantung.

"Ibu Amera! Sadarlah! Ibu Amera!" Dokter berusaha keras melakukan tindakkan agar pasien kembali sadar.

Matanya melirik pada monitor Electrodiogram yang berada di sisi kiri.

Ya Tuhan ...

Dia sangat panik melihat garis lurus yang tampak di sana. Tidak, apakah Ibu Amera sudah tiada?

Mereka kembali melakukan rangsang jantung. Namun, tidak ada respons apa pun dari pasien.

"Ibu!"

"Tidak!"

Reinata menjerit melihat para dokter menutup Amera dengan kain putih.

Tungkai itu tiba-tiba melemas seolah tak bertulang lagi. Tubuhnya merosot hingga jatuh duduk ke lantai dengan tangis menjadi.

Ibunya telah tiada?
Ini tidak mungkin!

Reinata menggeleng putus asa. Dia menjambak rambutnya dan memukul-mukul tubuhnya sendiri. Ini semua salahnya!

"Ibu bangun! Jangan tinggalkan aku! Ibu! Tidak!"

Reinata menjerit-jerit sambil memeluk tubuh dingin Amera yang sudah membujur kaku.

Dia tak bisa memaafkan dirinya karena ibunya tiada. Tamparan keras itu membuatnya benar-benar terpukul dan sedih. Sang ibu berpulang sebelum memaafkan dirinya.

Amera sangat shock karena perbuatan putrinya. Dia memilih pergi dalam rasa kecewanya pada Reinata.

Keabadian Tuhan yang akan merangkul dia dari dosa-dosa yang dilakukan oleh Reinata.

"Ibu, kamu pergi karena salahku! Aku benar-benar minta maaf karena semua itu, tapi ini semua bukan salahku saja. Joshua, Kayla, bahkan Mas Beni juga bersalah di sini! Kenapa hanya aku yang disalahkan?!" Reinata masih menangisi jenazah ibunya.

Kepergian sang ibu benar-benar membuatnya hancur. Dirinya yang rela mengorbankan segalanya dengan menikahi Beni demi ibunya.

Sekarang apalah artinya semua itu. Ibunya sudah tewas dalam rasa kecewanya.

Reinata tak bisa terima semua ini. Joshua, Kayla juga Beni harus membayar semuanya.

Ibunya harus tiada karena mereka!
Api dendam dan kebencian membuncah gila di jiwanya. Reinata ingin pergi dan langsung mencekik Kayla hingga tewas saat ini juga!

"Kayla, aku bersumpah tidak akan membiarkan kamu bahagia di atas deritaku ini. Aku janji demi kematian ibuku, kamu dan Joshua akan mati dengan tragis! Ini sumpahku, Kayla!" Reinata menjerit histeris.

MEMBAKAR GAIRAH (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang