Chapter 104 - Menghabisi Beni

61 4 0
                                    

Dengan tangan kosong dan hati yang murka, Reinata meninggalkan kantor pengacara.

Wanita itu meradang dalam hati sepanjang jalan. Tua bangka itu benar-benar sialan! Gagal sudah rencananya untuk menguras semua harta Beni Danuarta.

Sepulang dari kantor pengacara, Reinata putuskan untuk melihat kondisi Beni di rumah sakit.

Langkah tungkai jenjang dengan sepasang heels warna hitam itu terayun cepat menuju ruang rawat VIP di mana Beni Berada.

Beberapa orang perawat dan para dokter menyapa Reinata saat berpapasan di lorong.

Wanita itu hanya tersenyum tipis menanggapi. Hatinya benar-benar kesal! Ingin rasanya dia menghabisi Beni saat ini juga.

"Bagaimana kondisinya?" Reinata bertanya pada dua orang perawat yang sedang berada di ruang rawat VIP di mana Beni berada.

"Kondisi Presdir masih sama, belum ada perkembangan."

"Ya Tuhan. Aku benar-benar sedih melihat kondisi kamu, Mas Beni. Aku harus apa tanpa kamu?"

Reinata berpura-pura menangis mendengar ucapan perawat pasal kondisi Beni. Ekor matanya melirik pada dua orang perawat yang sedang berdiri di belakangnya. Bibirnya tersenyum tipis diam-diam.

Crazy! Aktingnya benar-benar bagus.

Dua orang perawat saling pandang lalu meninggalkan ruangan itu. Reinata tersenyum puas mendengar dua orang perawat itu membicarakan dirinya.

Mereka mengatakan jika Nyonya Danuarta benar-benar setia pada suaminya. Bahkan dia sangat sedih melihat kondisi Tuan Danuarta saat ini.

Reinata sampai sakit perut menahan tawanya. Hingga kemudian dia menatap pria tua yang sedang terbaring lemas di atas ranjang pasien.

Wanita itu menaikan sudut bibirnya seraya bergerak maju. Ekor matanya melirik pada monitor Electrodiogram yang masih aktif. Beni masih hidup, dan dia benar-benar muak dibuatnya.

"Harusnya kamu segera mati, Mas Beni. Aku benar-benar muak padamu. Why? Karena aku ingin menguasai semua harta keluarga Danuarta, tapi sial kamu harus bangun dan mencetak tanda tangan pada berkas ahli waris yang baru. Benar-benar sial!"

Reinata bicara dengan nada sinis dan kedua tangannya dilipat di depan dada. Kondisi Beni yang koma membuatnya jengah. Bagaimana dia bisa mendapatkan tanda tangan Beni? Kepalanya pusing memikirkan hal itu.

Beni yang terbaring koma hanya bisa mendengar semua ucapan Reinata. Ternyata wanita yang sangat dicintainya begitu jahat.

Namun, dirinya tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Hingga saat terdengar langkah Reinata menjauh, Beni masih bergeming dengan bulir bening yang tiba-tiba berjatuhan di pipinya.

"Tanda tangan palsu bisa saja saya buat untuk Anda. Namun, pasti pihak pengadilan akan mengetahuinya."

Aska bicara pada Reinata setelah mendengar cerita wanita itu pasal kegagalan dia merubah hak waris Beni di kantor pengacara tadi pagi.

Reinata sedang berdiri di tepi teras balkon dengan gelas wine dalam genggaman. Dia bergegas menolehkan kepala.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan tanda tangan Mas Beni?" tanyanya dengan wajah geram.

Aska menghela napas sambil memejamkan matanya sesaat. "Hanya ada satu hal yang bisa Anda lakukan," ucapnya tampak tidak yakin.

"Apa itu?" Reinata sudah tak sabaran.

"Anda harus menunggu Pak Beni kembali pulih. Kita bisa memberinya obat agar pria itu kehilangan ingatan. Saat itu Anda bisa dengan mudah meminta tanda tangannya."

MEMBAKAR GAIRAH (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang