Chapter 103 - Keputusan Kayla

91 5 0
                                    

Rumah Sakit Medika Farma malam itu.

Dua orang dokter forensik terlihat memasukkan jenazah ke dalam lemari pendingin. Mereka saling pandang sebelum mengunci rapat lemari pendingin itu.

"Kurasa kita harus segera melaporkan hal ini pada pihak kepolisian," tukas satu orang dokter forensik pada rekannya. Dibuka masker hidung yang menutupi sebagian wajah. Ekor matanya melirik pada rekannya yang sedang melucuti sarung tangan.

"Ya, pihak kepolisian harus segera mengetahuinya." Rekannya mengangguk. Kemudian mereka segera meninggalkan kamar jenazah.

Perbincangan yang aneh. Apa yang mereka maksud? Rupanya jenazah tadi tak lain adalah jenazah Aslam. Pihak kepolisian sedang menunggu hasil autopsi untuk mengusut kasus ledakan mobil BMW hitam yang menewaskan senior bodyguard itu.

Para dokter forensik menemukan banyak kejanggalan dari jenazah Aslam. Ada luka di leher pria itu, juga sisa minuman keras di tenggorokan. Mungkinkah benar dugaan para polisi jika Aslam tewas setelah mabuk sambil mengemudikan mobil?

Kasus ini masih menjadi tanda tanya besar bagi Haris dan Elizer yang menanganinya. Bahkan mereka sudah meminta bantuan pada beberapa rekan detektif untuk mengungkap kasus ledakan mobil BMW hitam tersebut.

Reinata sedang duduk seorang diri di kamarnya. Sudah dua hari wanita itu berada di kastil. Matanya menatap lurus pada layar LED di depannya. Para polisi sedang sibuk mencari tahu motif dari ledakan mobil BMW hitam di tepi jurang.

Oh, shit!

Kenapa para polisi itu tak juga menutup kasusnya? Gila! Jika para detektif juga ikut turun tangan menyelidiki maka, ini tak bagus untuknya dan Aska. Ekor mata Reinata melirik pada pria muda yang sedang meringkuk di tengah ranjang. Percintaan panas baru saja terjadi. Aska tertidur usai memuaskan hasratnya.

"Halo, aku punya kerjaan untukmu." Reinata menghubungi seseorang lewat sambungan ponselnya. Wanita itu menarik seringai tipis pada sudut bibir. Para polisi itu tak memiliki banyak waktu. Kasus ledakan mobil BMW hitam tak akan pernah terungkap.

Paginya di gedung apartemen mewah tiga puluh lantai. Terlihat seorang wanita paruh baya berjalan menuju pintu unit apartemen di mana Kayla tinggal selama dua bulan terakhir. Long dress warna biru tua tampak kontras membalut tubuh proporsionalnya dengan kulit putih bak mutiara.

Rambutnya dicepol dengan hiasan simple. Riasan wajah cukup glamour dengan tas branded di lengan kirinya. Sementara dua orang bodyguard mengikuti dari arah belakang.

Stelan jas hitam dengan dasi warna merah membalut tubuh tinggi kekar para bodyguard. Lencana keemasan Mikro terpasang pada dada kiri mereka. Sudah jelas dari mana orang-orang itu berasal.

"Kalian tunggu di luar. Aku ingin menemui menantuku seorang diri. Aku ingin bicara dengannya empat mata saja." Karina, wanita itu memutuskan untuk menemui Kayla pagi ini. Karina mulai gemas pada Joshua yang tak becus membujuk Kayla untuk tinggal dengan mereka di mansion mewah keluarga Gumilang.

"Baik, Nyonya." Dua orang bodyguard itu segera mundur seraya membungkukan tubuh pada wanita anggun di depannya.

Di dalam sebuah unit apartemen mewah, terlihat Kayla yang sedang bicara lewat sambungan ponselnya dengan Bima. Manager serakah itu benar-benar gila! Bima memintanya datang ke lokasi syuting pagi ini. Padahal, ini hari weekend. Kayla memutar manik matanya bosan dan keki.

"Baiklah, aku akan datang tiga puluh menit lagi." Dengan wajah muak Kayla segera menurunkan ponsel dalam genggaman. Kemudian dimatikan sambungan itu meski Bima masih terdengar mengoceh.

"Ya Tuhan ... Kepalaku sangat pusing. Aku tak mungkin ke lokasi syuting pagi ini. Aku lelah dan butuh istirahat." Kayla menggeleng tampak frustasi.

"Maaf, Nona. Di ruang tamu ada Nyonya Gumilang. Beliau datang untuk menemui Anda."

Kayla dibuat terkejut mendengar ucapan pelayan di belakangnya. Tubuhnya memutar segera. "Apa? Nyonya Gumilang?" tanyanya masih tampak heran dan kaget. Mau apa ibunya Joshua datang? Wajahnya dipalingkan seraya memejamkan mata. Masalahnya benar-benar banyak saat ini.

Karina segera bangkit dari sofa empuk yang dirinya duduki. Matanya berbinar, bibirnya mengulas senyum manis menyambut Kayla yang sedang berjalan anggun menuju padanya. Menantunya sangat cantik. Kenapa Joshua begitu bodoh sampai-sampai berselingkuh dari Kayla? Dia tak habis pikir.

"Apakah aku mengganggumu?" Karina segera menyapa saat Kayla tiba di hadapannya.

Wanita itu menggeleng. "Tidak, Mom. Sama sekali tidak. Aku senang melihatmu datang. Silakan duduk," ucap Kayla dengan sopan. Kemudian menggiring Karina kembali duduk pada sofa mahal di sana. Mereka duduk bersisian. Kayla tersenyum tipis saat Karina menatapnya.

"Kayla, aku datang ke sini untuk membujukmu pulang ke rumah suamimu. Aku tak ingin kamu dan Reyhan bercerai." Karina mengutarakan maksud kedatangannya pagi ini. Bibirnya tersenyum kagum pada Kayla.

"Maaf, sepertinya aku tak bisa. Kumohon, jangan membuatku bimbang. Aku benar-benar tak mau kembali pada pria itu." Kayla memalingkan wajah dari tatapan Karina usai bicara. Wajah memohon wanita itu membuatnya lemah.

Karina tampak tertegun beberapa saat setelah mendengar keputusan Kayla. Diraih jemari wanita muda di sampingnya. Dia menatapnya dalam. "Kayla, Mommy mohon ... Kembalilah pada Reyhan."

Kayla menggeleng pelan."Maafkan aku, Mom. Aku benar-benar tak bisa. Tolong jangan memaksaku," ucapnya lantas bangkit dari sofa.

Karina hanya terdiam saat Kayla melepaskan genggaman dan berlalu pergi meninggalkan dia seorang diri di ruang tamu. Dihela napas panjang sambil memandangi punggung sang menantu menjauh. Sepertinya kesalahan Joshua benar-benar fatal bagi Kayla, pikirnya hampir putus asa.

*

Pagi yang sama. Reinata menemui kantor pengacara di mana Jeremy bekerja. Jeremy adalah pengacara Beni. Kedatangan Reinata ka sana tak lain untuk meminta Jeremy merubah surat wasiat Beni.

Pria tua itu sedang sekarat di rumah sakit. Lagi pula Rain sebagai ahli waris Beni tak mau menerima aset keluarga Danuarta. Daripada mumbazir lebih baik dirinya saja yang mengurus aset-aset keluarga Danuarta. Dia akan mengurus semuanya dengan senang hati.

"Nyonya Reinata, ada apa Anda menemui saya?" tanya Jeremy seraya menaikan sudut alisnya. Bibirnya mengulas senyum tipis pada wanita cantik yang kini duduk di hadapannya.

Reinata menghembuskan asap rokoknya ke udara. Bibirnya menyeringai tipis. "Mas Beni masih belum sadarkan diri saat ini. Mungkin dia akan segera meninggal. Aku ke sini untuk memintamu merubah ahli waris Mas Beni."

Jeremy mengernyitkan dahi."Merubah ahli waris Tuan Danuarta?"

"Ya, karena Rain sepertinya tidak tertarik untuk menerima warisan itu. Lagi pula, aku adalah istrinya Mas Beni. Sudah seharusnya semua aset keluarga Danuarta jatuh padaku setelah dia tiada," jawab Reinata tampak begitu percaya diri.

Jeremy menaikan sudut alisnya disertai senyuman tipis. Dibenarkan letak kacamatanya sebelum bicara lagi pada Reinata.

"Nyonya, mungkin ahli waris bisa saja dirubah. Namun, tanda tangan Tuan Danuarta tetap dibutuhkan untuk persetujuan dan mengesahkan berkas ahli waris yang baru. Sementara, Tuan Danuarta saat ini sedang koma. Kami tak bisa melakukan apa pun tanpa persetujuan dari beliau," ringkas Jeremy.

Reinata sangat terkejut mendengarnya.

Sial! Ternyata untuk merubah hak waris membutuhkan tanda tangan Mas Beni? Wajahnya dipalingkan seraya memejamkan mata menahan sesak di dada. Dia benar-benar kesal mendengar semua itu.

MEMBAKAR GAIRAH (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang