Xin Jia 1998
Denise bersyukur Xin Jia sudah datang lagi. Itu tandanya dia bisa panen Ang Pau. Tabungannya semakin menipis karena banyak belanja dan keluar dengan Karen cs dan Ferry. Kalau keluar dengan Ferry, biasanya ia hampir tidak mengeluarkan uang. Tapi kadang-kadang Denise risih juga, dibayari ini dan itu, dibelikan ini dan itu, padahal, ia tidak punya rasa cinta terhadapnya sama sekali. Untuk membeli harga dirinya kembali, kadang-kadang Denise pun mengeluarkan uang, memaksa membayar tiket bioskop atau membelikan Ferry makanan-makanan kecil. Ia sadar, tindakannya disalahartikan. Ferry menganggap semuanya itu sebagai bentuk perhatian Denise. Lingkaran setan. Tapi ia sudah terlanjur ada di dalamnya. Biarlah...anggap saja ini latihan untuk pacaran yang sesungguhnya kelak, dengan orang yang benar-benar ia suka.
Setiap tahun, malam tahun baru Cina, mereka selalu bertandang ke rumah A Pek, kakak laki-laki tertua Papa, untuk makan malam bersama. Yang memasak adalah A Em, istri A Pek dan A Mah, nenek Denise yang sudah menjanda. Kakak perempuan Papa yang tinggal di Hongkong, O O A Mei kebetulan sedang berada di Indonesia. Jarang sekali mereka bisa melewatkan malam tahun baru dengan O O. A Bun Cek, adik laki-laki Papa yang tinggal di Tangerang datang juga.
Selain kesempatan berkumpul dengan saudara-saudara, yang Denise suka dari event ini adalah makanannya. A Em dan A Mah tidak segan-segan menyingsingkan lengan untuk membuat hidangan spesial. Terutama A Mah, ia suka sekali membuat makanan-makanan yang sebenarnya dengan mudah bisa dibeli di toko, seperti bakso udang, bakso ikan atau bak cang. Rasanya memang jauh lebih enak, tapi tentu, repotnya luar biasa.
Seperti biasa ada mie goreng, makanan wajib tahun baru. Bentuknya yang panjang-panjang melambangkan umur panjang. Kemudian tumis brokoli dan udang yang dihias dengan sayur rambut, rumput laut berwarna hitam yang panjang-panjang dan tipis. Ini juga menu wajib, karena dalam dialek Kanton, namanya adalah Fat Choy. Walaupun hurufnya berbeda, bunyinya sama dengan kata 'Fat Choy', yang artinya 'makmur'.Seekor anak babi panggang utuh terbaring pasrah di meja makan. Dagingnya lembut dan juicy, kulitnya yang berwarna coklat keemasan berbunyi 'kriuk' kalau digigit.
Mama membawa sup ikan super enak yang terkenal dari restoran Cahaya Lestari di Hayam Wuruk. Satu porsi saja sebenarnya sudah banyak sekali. Tapi mama sengaja membeli dua.
"Biar sisa. Nian nian you yü." Denise duduk bersama Ci Felice di ruang keluarga. Mereka makan sambil menonton televisi. Bertoples-toples kue kering seperti nastar, lidah kucing dan putih salju berbaris di meja.
Di meja makan, Apek, A Mah dan Papa membicarakan adik laki-laki A Mah yang sedang sakit keras di Medan. Denise hanya bisa menangkap pembicaraan mereka sedikit-sedikit. Sebagian besar pembicaraan itu berlangsung dalam dialek Hokkian. Sesekali diselingi bahasa Indonesia. Oo A Mei yang tinggal di Hongkong banyak menggunakan dialek Kanton dan kadang-kadang berbicara dalam bahasa Inggris. Sesekali bahasa Mandarin juga keluar dari mulut mereka.
Walaupun duduk di meja yang sama, Mama dan A Em bicara dalam bahasa Indonesia. Papa besar di Medan, di mana bahasa Cina Hokkian bahkan bisa didengar di mikrolet atau di pasar. Bahkan tidak sedikit orang pribumi di Medan yang fasih berbahasa Hokkian. Sementara Mama besar di Pulau Jawa dan kemudian Jakarta, tempat semua orang dari seluruh Indonesia berkumpul. Di kota urban seperti Jakarta, banyak bahasa daerah yang perlahan-lahan dilupakan karena bahasa Indonesia lebih universal. Apalagi pada tahun 1967, dikeluarkan Inpres Nomor 14 tahun 1967 yang melarang kegiatan agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa. Pemerintah Orde Baru yang baru saja naik tahta curiga terhadap segala aktivitas berbau hio. Partai Komunis Cina dianggap telah ikut andil dalam membesarkan Partai Komunis Indonesia yang gagal melancarkan coup de etat. Semua orang Cina di Indonesia, bahkan yang sudah tinggal turun temurun sejak jaman Belanda pun tiba-tiba saja jadi oknum mata-mata potensial. Mereka diminta berganti nama, mengambil nama Indonesia. Yang nama keluarganya Lim menjadi Salim, Wong menjadi Wongso, Oei menjadi Wijaya. Mereka berusaha mempertahankan identitas walau harus ber-kamuflase.
Surat ganti nama ini adalah dokumen yang sangat penting untuk pengurusan surat-surat vital lain seperti KTP, paspor, kartu keluarga dan akte kelahiran anak. Anehnya, walaupun pemerintah seolah sangat ingin mengasimilasikan semua orang Cina menjadi warga negara Indonesia, di lain pihak mereka tidak ingin lost track. Spasi di nomor KTP disisipkan untuk menunjukkan bahwa si pemilik adalah orang Cina, surat ganti nama kakek pun diminta untuk pengurusan akte kelahiran cucu, walaupun si ayah sudah bisa menunjukkan bukti kewarganegaraan. Seolah-olah kantor kelurahan mengatakan begini: "Kamu Cina, karena buyut-buyutmu Cina. Kamu Cina, biar air susu ibumu datang dari beras Cianjur, kamu tetap Cina. Kamu Cina, dan jangan sekali-sekali kamu lupa ! Karena kami tidak akan pernah lupa !"
Nian nian you yü. Bunyi Yu=ikan, sama dengan bunyi Yu: sisa. Tiap tahun rejeki berlimpah-limpah sampai bersisa
Ikan dalam dialek Mandarin adalah 'yü'. Ada huruf 'yü' lain yang artinya 'sisa'. Nian nian you yü, tiap tahun ada sisa. Satu harapan agar harta yang dimiliki cukup banyak sehingga masih ada sisa untuk tahun berikutnya.
Hokkian : Dialek Cina yang umum dipakai di Medan dan Malaysia
Kanton :Dialek Cina yang dipakai di Hongkong
Mandarin : Bahasa resmi negara Cina
Gambar AngPau diambil dari http://static2.jetpens.com/images/a/000/056/56292.jpg?s=36af2482f9a229a16e1120dd1594e0
Gambar Makanan diambil dari https://i.ytimg.com/vi/qtjcRYzwxa8/maxresdefault.jpg
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Historical FictionHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...