Ko Edward menepati janjinya. Dua bulan lebih berlalu sejak kepulangan Ko Edward ke LA, tidak ada satu e-mail, satu telpon, maupun ajakan chatting darinya. Padahal, Denise dapat melihatnya online setiap hari. Setelah berpikir selama cooling down period itu, Denise semakin yakin, kalau Ko Edward bukan laki-laki dambaannya. Ia cocok jadi figur kakak, pembimbing, tapi tidak ada daya tarik menggairahkan yang mebuatnya jatuh cinta.
Jadilah Denise menghabiskan waktu dengan surfing di komputer, baca majalah, nonton DVD, baca majalah lagi, surfing lagi, belajar sedikit, bersih-bersih kamar sedikit. Waktu. Ya, Denise yakin hanya itu yang ia butuhkan untuk kembali beradaptasi dengan kehidupan Vegas yang gersang ini.
vina_ajah : Hai!
Mata Denise membelalak senang melihat window YM tiba-tiba menyapanya.
Denise_83 : Vina! Apa kabar! Ke mana saja kamu!
vina_ajah : Ah..nggak ke mana-mana. Cuma sibuk belajar saja. Aku 'kan sekarang sudah da xue, bukan sekedar belajar zhong wen.
Denise_83 : Belajar apa kamu Vin?
vina_ajah : Zhong Yi
Denise_83 : Waa!! Kamu mau jadi Sin She, Vin?
vina_ajah : Iya dong, 'kan meneruskan bisnis bokap.
Denise terhenyak. Vina, punya ayah seorang Sin She? Kenapa ia tidak pernah tahu? Di Beijing, pikirannya penuh dengan Panjul. Ia kurang memperhatikan teman-temannya yang lain. Padahal kalau dipikir-pikir sekarang, apalah Panjul untuknya, tidak ada bekas-bekas eksistensinya secuil pun. Sementara Vina, masih tetap teman baiknya.
Kali ini Denise menebus dosanya. Ia menanyakan bagaimana hidup Vina di sana, apakah Vina bisa mengikuti pelajaran yang dilaksanakan murni dalam bahasa Mandarin, apa rencananya ke depan.
vina_ajah : Nis, udah malem nih. Aku sebenarnya dari tadi mau kasih tahu sesuatu.
Denise_83 : Apa?
vina_ajah : Si Panjul, lagi nyebar undangan.
Dia mau merit.
Denise_83 : Sama Eva?
vina_ajah : Iya.
Denise terlempar ke udara, kehilangan tempat berpijak. Baru dua tahun lewat sejak mereka putus, dan Panjul sudah mau menikah? Bukankah dia playboy? Suka gonta-ganti cewek? Kenapa dengan Eva dia bersedia sehidup semati? Apa karena usianya yang sudah semakin tua? Apa jangan-jangan Eva hamil?
Malam itu, Denise berputar-putar di atas kasur tanpa berhasil tidur. Ia membayangkan bagaimana Eva akan tampil pada hari pernikahannya, membayangkan Panjul jadi seorang suami, membuat berbagai skenario, seandainya ia tidak mengorek-ngorek masa lalu Panjul, akankah ia masih bersamanya? Apa Eva tahu tentang anak Panjul? Apakah Eva cukup berhati besar untuk menerimanya? Kenapa ia sendiri tidak bisa?
Dengkur halus Ci Felice terasa mengejek. Kenapa setiap kali ia yang punya banyak masalah dan tidak bisa tidur sementara Ci Felice selalu terlelap dengan mudahnya?
Keesokannya, di kelas, ia tidak bisa berkonsentrasi. Ia duduk menghadap whiteboard, tapi yang dilihatnya lagi-lagi Panjul dan Eva. Pulang sekolah, ia naik bus dan masuk ke Grand Canal Shoppes di The Venetian. Denise masuk ke sebuah toko, dan setelah mencoba ukuran yang pas, ia membayar jeans yang sudah diincarnya dengan kartu kredit Papa. 300 dolar, D&G. Selama ini ia selalu berkata pada dirinya sendiri, tidak boleh menghambur-hamburkan uang hanya untuk sehelai jeans. Tapi sekarang, what the heck! Seorang gadis yang ditinggal kawin pria idamannya berhak dong, melampiaskan kesedihannya?!
Setidaknya, jeans mahal dalam genggamannya ini bisa mengalihkan pikirannya. Ia bisa membayangkan blus-blus model apa yang matching. Denise turun dari bus, masih sambil mengingat-ingat kaus apa saja yang ada dalam lemarinya ketika sadar ia turun di tempat yang salah!
"HEY, WAIT!!" Ia berlari mengejar bus, tapi sudah terlambat. Bus itu pergi dengan deruman keras. Ia tersandung trotoar dan jatuh. Kantong belanjanya terlempar dan jeans 300 dolar-nya meluncur ke luar, mendarat di comberan bekas hujan semalam.
"NOOOO!!" Denise meraih jeans barunya yang basah. Tidak ada orang di sekelilingnya. Ia telah turun di daerah pemukiman yang sekilas mirip daerah rumah O O. Matahari menyengat kulitnya.
Denise terpuruk memegangi jeans-nya yang kotor. Ia menangisi Panjul yang hilang dari genggamannya, menangisi 300 dolar yang telah ia umbar dengan bodoh, menangisi amarah Papa yang cepat atau lambat akan menemukan kebodohannya, menangisi dirinya yang linglung dan nyasar, yang terdampar di negeri yang tidak ia suka. Bukankah menurut ramalan, tahun ini adalah kesempatannya untuk menata hidup kembali dari awal? Mana buktinya? Kok malah porak poranda seperti ini?!
Denise tidak tahu mengapa, dan bagaimana, tiba-tiba saja ia sudah meraung-raung di telepon genggamnya.
Lawan bicaranya : Ko Edward.
Mwahahaha...teman2 yang lagi puasa, dengan apa hari ini anda berbuka? Minat gak dengan air di bawah ini? Teman saya lagi jalan2 ke Kenya ketemu ginian. Premium mineral water....glek
---
Gambar Sinshe diambil dari https://www.yoyochinese.com/files/chinese%20traditional%20medicine.jpg
Gambar undangan diambil dari https://kartuundangannikah.files.wordpress.com/2013/06/undangan_pernikahan_vintage_b_1.jpg
Gambar air mineral Keringet koleksi pribadi teman dan digunakan seijin pemilik
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Ficção HistóricaHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...