Mungkin karena kurang kerjaan, James-lah yang paling rajin menjadi tour guide untuk Denise. Ketika kelas bubar dan semua orang pergi makan dengan temannya masing-masing, James menyapanya.
"Orang Indo ya?"
"Eh..iya.."
"Makan yuk." Dengan senang hati Denise menyambutnya. Daripada tidak ada teman! Sejak hari itu, hampir setiap hari ia pergi makan siang dengan James. Dengan fasihnya, James, yang sudah belajar di sana selama dua tahun, memberitahunya restoran mana yang enak, mana yang tidak, menu mana yang harus dihindari, pelayan restoran mana yang judes, dan lain sebagainya. Sehabis makan siang, James juga sering mengajaknya berputar-putar memberi tahunya toko tempat foto kopi atau kantor pos.
Mula-mula Denise merasa berterima kasih padanya. Tapi lama-kelamaan ia jadi gerah. James selalu mengajaknya bertemu tiap hari. Apa dia tidak punya teman yang lain? Sementara itu, perlahan-lahan Denise mulai punya teman-teman baru yang mengajaknya keluar juga. James, tidak suka dengan hal itu.
"Eh, ke mana saja kamu dari tadi? Aku cari-cari. Mau ngajak makan. " James tiba-tiba muncul di depan kamarnya.
"Oh.. sorry, aku tadi diajak makan sama Eva. Makan rame-rame sama anak-anak Indo. "
"Kok nggak ngajak aku? Aku ke mana-mana selalu ajak kamu." James memandangnya dengan tatapan menuduh.
"Lho, mana aku tahu kamu di mana! Tadi 'kan kelas kita beda! " Denise mulai tidak senang. Memangnya dia siapa?
"Kalau aku, pasti aku tetap usaha cari kamu dan nggak ninggalin kamu begitu saja!" James ngotot.
"Ya sudah! Lain kali kita makan sendiri-sendiri saja! Nggak usah ajak-ajak!" Denise membanting pintu kamarnya. Terpaksa ia menjelaskan semuanya pada Ashley yang sedang berada di kamar.
"I think he likes you. Makanya dia jadi posesif." Ashley mengangguk-angguk yakin. Semakin dipikir, Denise jadi merasakan kebenarannya. Mungkin itulah yang diinginkan James. Mungkin James ingin memacarinya. Tidak heran dia begitu baik padanya selama ini, pantas saja dia tidak suka kalau Denise tidak mengikutsertakannya dalam kegiatannya.
Rese.
Ia merasa dimanfaatkan. Sebagai orang baru, tentu saja ia menyambut tuntunan dan informasi James dengan tangan terbuka. Sama sekali ia tidak menduga kalau ada udang di balik krupuk!
Sejak kejadian itu, ia mulai menghindari James sebisa mungkin. Itu pun tidak selalu berhasil. Kalau kelas yang diikutinya berlangsung agak lama sedikit, James sudah siap di depan pintu menunggunya.
"Mau makan sama siapa?"
"Belum tahu." Jawabnya ketus.
"Pokoknya aku ikut."
"Terserah!" Kadang-kadang ia begitu muak sehingga kehilangan nafsu makannya.
"Kamu makan sendiri saja. Aku tidak lapar." Denise mempercepat langkahnya. James berlari-lari kecil mengejarnya.
"Kamu menghindari aku ya?"
"Apa-apaan sih! 'Kan aku sudah bilang aku tidak lapar!"
Walaupun sinyal yang Denise kirimkan sudah sangat jelas, James terlalu bebal untuk menangkapnya. Dengan tidak tahu malunya James membuntutinya. Kalau ia pergi makan dengan teman-teman lain. Teman-temannya ini, yang juga orang Indonesia, dan yang juga sedikit banyak mengenal James, mau tidak mau membiarkan James duduk semeja.
"Kamu pasti sudah eneg sama James, ya?" Denise memutar matanya. Siapa pun bisa membaca perasaannya. Kecuali James.
"Kamu tahu tidak," bisik Vina, "dia memang terkenal suka mengejar cewek-cewek baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Ficción históricaHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...