"Kamu di sini cuma kerja saja? Nggak meneruskan sekolah lagi?"
Lagi-lagi Julie tertawa renyah. Tawanya begitu menawan, kecantikannya bertambah lima kali lipat. Denise mengutuk dalam hati. Kenapa Tuhan memberikan pesona pada perempuan binal ini dan bukan gadis baik-baik seperti dirinya?
"Nggak punya duit!" Jawabnya singkat. Julie menambahkan kalau ia dulu sempat bekerja sebagai pegawai kantor di Batam, dan dengan tabungannya, ia datang ke Amerika untuk belajar bahasa Inggris supaya kelak karirnya bisa menanjak.
"Orang tuaku sudah pensiun. Aku masih punya dua adik laki-laki yang sedang kuliah. Jadi lebih baik aku kerja di sini, bisa kirim uang untuk bantu keluarga."
Denise mengernyit. Bagaimana bisa seorang gadis yang memikirkan keluarga seperti Julie bermoral bejat?
"Julie, boleh aku tanya sesuatu?" Denise memberanikan diri.
"Apa?" tantangnya.
"Orang tua kamu tahu tentang Bob?"
Julie terbahak-bahak dan menepuk pundaknya dengan hangat, "Kamu ini polos ya."
Denise bergeming. Ia ingin tahu apa jawaban Julie.
"Tentu saja tidak. Aku tidak pernah kasih tahu. Mereka bisa pingsan kalau tahu anak perempuan mereka satu-satunya jadi simpanan orang."
Denise nyegir. Julie benar-benar terbuka.
"Tapi aku yakin, mereka jauh lebih bahagia anaknya selamat di luar negeri walaupun tidur dengan suami orang daripada di Indonesia diperkosa orang."
Denise tertawa gugup. Ia yakin orang tua Julie bisa kena serangan jantung mendengar ucapannya. Selama tinggal di Indonesia pun, Denise sudah tahu persis orang-orang seperti Julie. Super kolot. Mereka masih tinggal dalam masa lalu, mengagung-agungkan kejayaan dinasti Tang, walaupun belum pernah menginjak Cina sekali pun. Mereka sebisa mungkin tidak mau berurusan dengan kaum pribumi, kecuali pembantu dan supir.
Denise tidak setuju dengan pandangan Julie. Walaupun ia pernah hampir kerampokan di dalam bus kota, ia percaya kalau masih banyak orang baik di Indonesia. Kalau pun ada benturan-benturan yang terjadi, itu karena penduduk Indonesia terlalu majemuk. Bukan hanya berbeda suku, agama dan ras, tapi ada pula perbedaan pendidikan dan ekonomi. Ratusan juta jiwa hidup di tengah-tengah garis-garis transparan yang membatasi ruang gerak dan cara berpikir, sewajarnyalah kalau terjadi kekacauan.
"Hei, kalian lagi ngomongin apa sih? Seru sekali. Bagi-bagi dong!" Ujar Bob dari balik kaca dapur.
"Ah, mau tahu saja! Ini omongan cewek-cewek tahu!" tepis Julie dengan genit.
Denise melontarkan senyum simpul, ia masih curiga dan was-was pada Bob. Bob masih tetap suka mengedipkan mata padanya di depan Julie sekalipun. Kalau memergokinya, Julie hanya terkikik.
"Cuekkin aja! Dia suka begitu sama siapa saja!"
Siapa saja! Yeah! Justru karena sifat Bob yang tidak pandang bulu inilah yang membuatnya tegang. Bob menganut asas free relationship. Married but free. Bagaimana dia tahu kalau dirinya tidak jadi target Bob berikutnya?
"Julie sekarang kerja di mana? Lagi liburan ya?"
"Aku tadinya dapat kerja di LA, restoran Indonesia. Tapi aku berhenti, sekarang lagi cari kerja lagi, sambil jalan-jalan."
"OO...kenapa berhenti, bukannya baru masuk?"
"Ah! Bosnya 'ramah' tahu!" Julie mencibir."Ramah?"
"Iya! Rajin menjamah! Kalau lagi nggak ada kerjaan dia bisa mengusap-usap bokongku. Kalau aku kasih barang ke dia, tanganku ditahan."
"HIIII!! Umur berapa memangnya? Orang Indo?"
"Iya, orang Indo, bapak-bapak gitu deh. Sudah lima puluh. Anak istrinya juga ada kok, kadang-kadang suka main ke restoran."
Denise mengangguk antusias. Di dalam hati, ia tidak bisa menyalahkan bapak-bapak genit itu sepenuhnya. Pakaian Julie yang minim itulah yang mengundang masalah.
"Kemarin ini dia ngajak aku jalan-jalan ke Disneyland. CUIH! Kalau mau ke Disneyland sih ajak aja anak sendiri, ngapain ajak-ajak aku! Mau nginap semalam lagi, katanya!"
Denise mendelik. Dunia Julie penuh dengan petualangan!
"Kalau dia pejabat atau pengusaha sukses sih boleh-boleh aja. Baru punya restoran aja sudah besar kepala!"
Kali ini bola mata Denise hampir keluar. Julie marah bukan karena dia dianggap cewek bis-pak tapi karena bosnya kurang kaya.
"Lah...tapi Bob malah cuma pegawai restoran." sanggah Denise.
"Eh..tapi Bob itu 'kan ganteng. Nggak usah jauh-jauh ke Disneyland, di kamarnya pun aku sudah senang." Julie tertawa terbahak-bahak sambil mengibaskan rambutnya. Pipi Denise merona.
Aihh..teman-teman belakangan panas ya situasi politik di Jakarta. Walau saya bermukim di Sydney, saya pantau terus dan merasa..gile..politik itu lebih seru dari tulisan saya ya..hahaha...Real life stranger than fiction deh pokoknya. Ini karya seni Eko Nugroho, pelukis yg katanya nongol di AADC ? (saya belon pernah nonton). Ini pameran di Sydney, di Art Gallery NSW yg prestisius. Ini berupa kain yg dijahit, dibordir dan digambar dengan acrylic, besooarrr, itu digantung di langit2, besarnya sekitar 5x4 meter-an lah
*42) Bisa pakai
Gambar gadis tertawa diambil dari http://data.whicdn.com/images/55636870/large.jpg
Gambar sampul buku diambil dari https://images-na.ssl-images-amazon.com/images/I/51cjD5pIooL._SX331_BO1,204,203,200_.jpg
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Ficção HistóricaHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...