Idealis vs Realistis

660 64 1
                                    



Orang tua Dinda sama sekali tidak menegurnya. Dinda juga tidak mengungkit-ungkit lagi tentang minggatnya ia dari rumah. Denise benar-benar menikmati homestay-nya. Ibu Dinda pandai memasak. Rasa makanannya pun lebih tasty, asin, pedas, manis daripada masakan Mama. Buat Denise yang terbiasa dengan Chinese food yang rasanya mild, makan malam di rumah Dinda seperti masakan restoran. Hari itu berlalu seperti dulu. Dinda menyisiri rambutnya, Denise membagi cerita-ceritanya yang seru. Mereka berbincang-bincang sampai lelah. Bersama Dinda ia merasakan oasis persahabatan. Ia tahu, besok pagi, ia harus menelepon rumah. Tentunya Papa tidak akan buang-buang waktu untuk menjemputnya. Kemudian ia akan digiring pulang ke rumah dan diocehi sampai telinganya panas. Seandainya saja waktu bisa berhenti di sini!

Tengah malam, Denise terbangun dan merasa ingin buang air kecil. Dibukanya pintu kamar dengan berhati-hati. Gelap. Cahaya lampu jalan menerobos tirai dan memberi penerangan sedikit. Denise berjalan perlahan-lahan. Ia berhati-hati supaya tidak menabrak perabotan.

"Dinda?" 

Langkahnya terhenti. Siapa? 

"Oh...Denise, Oom."

"Belum tidur?"

"Ehh...Mau ke WC, Oom"

"Hmm...." 

Denise masih membatu untuk sesaat. Ia tidak dapat melihat dengan jelas. Sosok tubuh ayah Denise berbalik dan memunggunginya. Ia berbaring di sofa ruang tamu. Denise pun berjalan mengendap-endap menuju kamar mandi.

"Nis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nis..bangun Nis, udah jam 6!"

"Hah..'kan masih pagi ..."

"Iya..tapi aku mau ke sekolah." Denise menggosok matanya. Dinda sudah siap dengan seragamnya.

"Oh!" Kalau Dinda pergi ia juga tidak enak berlama-lama di sana.

"Kemarin aku ke WC. Kaget, ada ayah kamu. Dia tidur di ruang tamu. Habis nonton bola kali ya.." Denise menguap.

"Hmm...nggak sih...dia memang selalu tidur di situ sekarang."

"O ya? Kok nggak tidur di kamar?" Denise mengorek-ngorek tasnya mencari sikat gigi.

"Hmm...ayah ibuku ...mereka nggak pernah bicara lagi." 

Tangan Denise terhenti. Ingin rasanya bertanya. Tapi ia ragu.

"Kamu pasti ingin tahu kenapa." Dinda membuka suara.

"Eh...ya...kalau kamu nggak mau kasih tahu sih..nggak apa-apa." Denise terpekur.

"Ini semua gara-gara kerusuhan itu. Ada penghuni-penghuni yang ketakutan kompleks ini dimasuki. Takut rumahnya dijarah. Mereka beramai-ramai mencat 'Ini rumah Pak Haji' dan 'Bukan Cina' di tembok-tembok rumah di sekitar sini. Tembok rumah kami juga dicat tanpa sepengetahuan kami."

Di Mana NegerikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang