"STOP!! STOP!!" Sekarang barulah ia mendapat perhatian si kenek. Kenek berambut ikal itu mengetukkan atap bus untuknya. Hanya itu saja yang dilakukannya! Tangan kenek itu menggenggam segepok uang kertas yang lusuh. Nyawa penumpang tidak lebih berharga dari beberapa puluh ribu rupiah di tangannya.
Bus masih terus berjalan. Gila! Apa supir bus ini juga satu gerombolan?!
"STOP!! STOP!!" Bus bergerak oleng ke kiri dan ke kanan. Tampaknya si pengemudi kebingungan mencari tempat berhenti. Denise hanya bisa bersabar sambil terus melawan. Gerakan bus membuat kawanan itu kehilangan keseimbangan. Sekarang waktunya! Dengan jurus 'babi seruduk naga terbang' Denise meloncat ke luar. KOPAJA itu masih belum berhenti.
"BUK!" Sakit luar biasa menghujam lututnya. Denise terguling beberapa kali sebelum terhenti oleh undakan trotoar.
"HEI! KAMPREETTTT!!"
"WOI! PAKE TUH MATAAAAA!!!"
Tidak ada uluran tangan yang membantunya berdiri. Tidak ada tepukan yang mengelukannya karena berhasil menyelamatkan diri. Beberapa pengendara motor yang terpaksa berhenti mendadak justru memakinya tanpa ampun. Denise buru-buru bangkit. Pandangannya buram dan sekujur tubuhnya sakit. Ia menyeret dirinya ke atas trotoar. Motor-motor membunyikan klakson. Seorang ibu dengan anak di gendongannya terhenti karena Denise menghalangi jalannya. Mata mereka bertemu. Denise tidak minta apa-apa. Ia hanya butuh sedikit simpati. Ibu itu menyingkir dan melanjutkan jalannya.
Baik! Ini konsekuensi melawan orang tua. Sudah selayaknya ia terima dengan dewasa. Ucapan nenek peramal di Kek Lok Si terngiang di telinganya, "Angin bertiup ke Utara, tapi kamu malah mau ke Selatan." Beginilah akibatnya kalau menerjang arus! Lecet, lebam, bonyok. Tangannya menyentuh sesuatu yang hangat di tasnya. IIiiihhh!!! Cairan bening kental. Pasti salah satu dari pengendara motor sialan itu yang meludahinya. Dasar tidak berperikemanusiaan!
Ia berjalan tertatih-tatih. Kulit di lututnya terbuka. Setiap langkah terasa bagaikan siksaan. Ketika dilihatnya seorang Polisi berada di dekatnya. Denise langsung lupa akan sakitnya dan berlari menghampiri polisi itu. Sekarang masih keburu! KOPAJA itu sedang berhenti di lampu merah. Belum jauh!
"Pak! Pak! Saya habis dijambret! Satu komplotan Pak! Itu! Itu! KOPAJA yang di sebelah truk itu Pak!" Mata polisi itu mengikuti jari telunjuknya. Ia tersenyum dan menepuk bahu Denise.
"Itu lagi sial aja, Dik...naik yang lain aja..."
Rumah Dinda jaraknya hanya kurang dari satu jam dari tempatnya sekarang. Tapi rasanya inilah perjalanan terlama yang pernah ia tempuh. Setelah turun dari KOPAJA ia naik mikrolet, uangnya tidak cukup untuk naik taksi. Tubuhnya masih gemetar dengan rasa marah. Denise mengacuhkan tatapan mata penumpang lainnya. Ia tahu, penampilannya aneh. Bibirnya terasa asin. Berdarah. Bengkak. Bajunya juga kotor. Ia hanya berharap kalau tatapan mereka bukan tatapan predator seperti pemuda dalam bus tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Historical FictionHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...