Akhir 2005
Nilai-nilainya tidak pernah demikian bagus. Selain itu, Denise berhasil menemukan hobi lamanya yang tertinggal, modern dance. Tidak tanggung-tanggung, ia bahkan dipilih jadi wakil kapten, dan juga diajak gurunya untuk menjadi penari latar di konser Cynthia Sandy. Papa dan Mama kehilangan alasan untuk mengkritik kepulangannya.
Kalau Denise perlu keluar malam, untuk mengerjakan tugas di rumah teman, atau pulang latihan dance, atau urusan lainnya, selalu ada Ko Edward yang mengantarkan Denise pulang dengan selamat sampai di depan pintu rumah.
Ko Edward membawanya ke acara pernikahan, kumpul-kumpul keluarga besar, event dengan teman-teman kantor, ke mana saja ia pergi. Ko Edward memujinya, merangkulnya, menggandengnya, seakan-akan mereka baru jadian. Padahal hampir tiga tahun sudah hubungan mereka berjalan. Kalau teman-temannya di sekolah bertanya, apa yang akan dia lakukan sesudah lulus nanti, Denise menjawab, "Yang pasti aku jadi Nyonya Edward, kemudian mungkin aku bisnis, sambil jaga anak. Hahaha!"
Setelah bertahun-tahun Denise terdampar di sana-sini dan mengais-ngais harapan, akhirnya ia punya segalanya. Tinggal bersama Papa dan Mama yang memperlakukannya sebagai anak kesayangan karena kedua kakaknya jauh di luar negeri, sekolah yang memberinya beasiswa, guru-guru yang selalu mendorongnya untuk ikut serta berbagai kompetisi, panggilan-panggilan untuk dance di berbagai event yang menghasilkan uang saku yang lumayan besar, kekasih yang akan menikahinya begitu ia lulus, semuanya! Kalau Denise kebetulan melihat jam-jam tangan usangnya, ia tertawa, "Kenapa dulu aku begitu mementingkan jam-jam bermerek ini?"
Cita dan cinta, keduanya ia miliki sekarang.
Ketika Ci Erlis pulang berlibur, Denise menunjukkan rapor ajaibnya. Ci Erlis terpingkal-pingkal, "Banyak amat sembilannya!" Denise pun ikut tertawa. Ia masih tertawa ketika Ci Erlis menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Dulu, kalau aku mendengar ada orang yang beli rapor, aku selalu melecehkannya. Tapi ternyata, sekarang, adikku sendiri punya satu. Hahaha..."
Panas membakar ubun-ubun Denise dan ia pun meledak.
"Cici pikir ini mauku?! Memangnya ini salahku kalau aku tidak sempat masuk SMA?! Kalau aku diberi kesempatan, aku juga mau belajar, dapat nilai baik dengan jujur, dapat beasiswa seperti Cici! Tapi aku 'kan tidak bisa, bukannya tidak mau! Kalau bukan gara-gara kerusuhan, aku juga tidak mungkin jadi seperti ini!" Rapor itu menghantam lantai dengan suara keras.
"Seharusnya pemerintah mengganti uang Papa yang dikeluarkan untuk rapor ini! Untuk masa mudaku yang sia-sia, untuk rasa maluku punya rapor palsu!" Denise terisak. Ia menunjukkan rapor itu sebagai lelucon, tapi malah dirinya yang ditertawakan. Ci Erlis menganga, "Sun, sun...aku...maaf...bukan maksudku begitu."
"Jadi apa maksudnya?!"
"Sun..sorry..aku Cuma..ah..sudahlah...maaf, aku minta maaf." Denise meninggalkan Ci Erlis. Ia masih menangis untuk beberapa lama di kamar. Ci Erlis sama sekali tidak pernah merasakan pergolakan di tanah air. Ia tidak mungkin bisa mengerti perasaannya. Waktu dan jarak telah menciptakan jurang yang tidak terlihat di antara mereka.
Hatinya hancur, menyadari, seberapa suksesnya pun, betapa bahagianya pun ia sekarang, semua itu dibangun di atas kegagalan masa lalu yang tidak pernah bisa dihapus dari sejarah hidupnya. Dan yang lebih menyedihkan lagi, kegagalan itu bahkan bukan tanggung jawabnya!
VI
Denise berputar sekali lagi. Gaun ini sebenarnya bukan pilihan pertamanya. Sebenarnya ia ingin mengenakan gaun yang agak unik, dengan pita besar, atau yang memperlihatkan betis dengan potongan miring ke belakang. Tapi kalau dipikir baik-baik, dua puluh tahun lagi, hanya gaun bermodel klasik yang pasti masih terlihat cantik. Ia tidak mau anak-anaknya kelak menertawakan foto pernikahanya.
"Sudah pasti yang ini? Nggak ganti yang lain?" Siang itu Ko Edward mengorbankan waktu makan siangnya untuk menemaninya.
"Ya." Denise mengangguk ceria. Bibir Ko Edward terkatup rapat. Ia menuju meja kasir dan melakukan pembayaran down payment.
"Ok. Aku balik ke kantor ya."
"Ko! Tunggu!" Denise menarik tangan Ko Edward, "Apa baju itu terlalu mahal? Apa Koko tidak suka?" Ko Edward menggeleng.
"Apa aku berbuat salah?" Denise bertanya dengan kuatir.
"Bukan," Ko Edward mengelus rambutnya, "ini tidak ada hubungannya dengan kamu. Ini masalah kantor."
"Oh." Denise mati kutu. Tidak ada yang bisa dilakukannya untuk memperbaiki situasi di UUI. Belakangan, porsi cerita-cerita inspiratif Ko Edward semakin berkurang, sementara jumlah keluh kesahnya meningkat tajam. Puncaknya adalah ketika bulan lalu Prof. Jake, pujaannya, mengundurkan diri. Prof. Jake dengan sopan berdalih bahwa ia rindu dunia riset, ingin kembali ke almamaternya di Amerika. Tapi kepada Ko Edward, Prof. Jake terang-terangan menyatakan bahwa ia merasa keberadaannya tidak berguna di UUI.
Rekomendasi-rekomendasinya diterima, hanya di atas kertas. Pelaksanaannya tidak pernah direvisi dan tujuannya tidak pernah tercapai. Sementara itu UUI sudah kembali menelurkan ide-ide baru yang mendobrak, lagi-lagi dengan dana minim dan sumber daya manusia yang tidak bertambah. Akibatnya, seperti yang sudah-sudah, proyek-proyek baru itu berakhir sebagai gulungan poster berdebu dan situs web yang mati.
"Jake muak diajak menghadiri rapat penting, haha-hihi dengan pejabat, makan siang di hotel, tanpa melihat hasil kerjanya. Orang menggunakan namanya, Prof. Jake Lambert supaya proposal terdengar bagus. Padahal, mereka semua berjalan sendiri."
"Bagaimana dengan Koko sendiri? Apa Koko juga merasa seperti itu?" tanya Denise khawatir. Setiap membicarakan Prof. Jake, satu garis di kening Ko Edward bertambah.
"Yah.." Ko Edward mengangguk, "Memang begitu keadaannya."
Kalau teman2 besök ke Neo Soho Mal, mampir ya..Irene Dyah, my co-writer and Wander Woman marketing manager bakal ada di sana. Bisa tanya2 soal menulis fiksi. Bukunya sudah 10 biji yang terbit!!
--
Gambar modern dance group diambil dari http://l7.alamy.com/zooms/447b5623f9e44033a359b3f8c1b0a338/a-group-of-young-teenage-girl-student-modern-dance-dancers-at-aberystwyth-f13yjn.jpg
Gambar Jam berulir diambil dari http://media.viva.co.id/thumbs2/2017/01/12/58773f9b40b63-mengapa-masa-lalu-itu-sering-terkesan-indah_641_452.jpg
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Historical FictionHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...