Sejak hari itu, Denise dan Ferry chatting hampir setiap hari. Bukan sebagai dua orang bekas kekasih, tapi sebagai dua orang kesepian yang saling butuh teman ngobrol. Setidaknya begitulah anggapan Denise. Ia masih meraba-raba, tidak tahu apa dirinya bagi Ferry sekarang, dan ia sendiri juga tidak yakin perasaan apa yang ia punya untuk Ferry. Hanya saja, ia tahu kalau makin lama ia jadi ketagihan akan chatting session-nya dengan Ferry. Mereka bertukar cerita tentang segala sesuatu, kesebalan Ferry akan cuaca London yang gloomy, Denise tentang teman-teman di sekolah yang tidak pernah ia kenal lebih dari wajah dan nama, tentang kakak Ferry yang MBA (Married By Accident), tentang Julie yang jadi simpanan Bob, semua cerita-cerita yang membosankan, sampai yang membuat terkaget-kaget dan terbahak-bahak, semua mereka bagi berdua.
Tanpa sadar, serpihan-serpihan keberadaan Ferry mengisi hari-harinya dengan proporsi yang semakin banyak. Mula-mula ia menyadari, kalau sedang membicarakan sesuatu dengan orang lain, mulutnya akan dengan mudah mengeluarkan kata, "Kalau Ferry selalu bilang..."
Denise dengan mudah bisa menebak mana yang Ferry suka dan mana yang tidak, film, buku, atau apa saja. Semuanya ia konfirmasikan malam harinya ketika chatting dengan Ferry.
Ferry sudah memintanya beberapa kali untuk membeli webcam, supaya mereka bisa saling melihat dan ngobrol dengan natural, tapi Denise selalu mengumbar berbagai alasan, mengatakan sedang bokek, tidak ada waktu untuk membelinya, dan lain sebagainya, hanya karena ia masih sungkan untuk melangkah lebih jauh.
"Kalian itu seperti orang jadian, deh. Dia sudah nembak kamu belum?"
Denise hanya melengos ketika Novi meledeknya, "Ah...sudahlah, nggak perlu jadi-jadian, kita juga enjoy aja kok dengan keadaan sekarang."
"Dengan keadaan HTS?"
"HTS? Apa itu?"
"Hubungan Tanpa Status!"
Denise tergelak. Ia tahu kalau hubungannya dengan Ferry sekarang sama persis dengan hubungannya dengan Panjul beberapa saat sebelum mereka jadian, dan ia benar-benar menikmatinya. Lintasan pikiran akan Panjul membuatnya kaget sendiri. Ia sudah tidak merasakan apa-apa lagi sewaktu nama itu keluar dari memorinya....jangan-jangan ia sudah jatuh cinta?
Denise terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, tentang halusinasinya akan Ferry, sampai kehidupan nyatanya sehari-hari justru terasa seperti mimpi. Dari pagi, hingga malam, ia hanya menanti satu hal, jam untuk bisa chatting dengan Ferry.
Sampai suatu hari, seseorang membawanya kembali dengan paksa ke dunia nyata. Seorang perempuan berusia 30-an datang ke restoran dengan Bob pada suatu sore, pada saat mereka semua menyiapkan restoran untuk dinner time.
"Denise, kenalkan, ini istriku, Luna."
Denise mengulurkan tangan sambil tersenyum, ah ya...Bob memang pernah berkata bahwa istrinya akan berkunjung dari Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Historical FictionHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...