Denise menyerah pada kebutuhan, atau nasib... entahlah. Mungkin inilah yang dimaksud dengan 'menata hidup kembali dari awal'? Setidaknya dengan memacari Ko Edward ia akan lebih mudah melupakan Panjul. Ko Edward, dengan bangga menceritakan bagaimana mereka jadian ke semua orang. "Di tengah-tengah keputusasaannya, Denise sadar ia butuh diriku."
Ia benci setengah mati setiap kali Ko Edward mengumbar hal itu. Tapi ia tidak bisa memungkiri fakta. Waktu nyasar, bukannya menelpon Ci Felice yang berkemungkinan menjemputnya, tapi malah Ko Edward yang ada di Los Angeles, 5 jam drive dari lokasinya. Ia butuh suara lembut Ko Edward yang tegas, jalan pikirannya yang jelas, dan perencanaannya yang detil. Bersama Ko Edward, ia merasa aman, terurus, dan tidak perlu memusingkan apa yang ada di depan. Semuanya akan beres. Dibereskan oleh Ko Edward. Hanya dengan suaranya di telpon, Ko Edward berhasil menenangkan dirinya yang panik, membimbingnya untuk keluar dari perumahan itu dan mencari jalan besar untuk menemukan taksi. Ko Edward menelponnya kembali setelah ia sampai di rumah O O, memastikan ia sudah sampai dengan selamat. Pada saat itu Denise baru mengerti nasehat Mama, "Lebih baik dicintai daripada mencintai."
Ko Edward benar-benar seorang pacar idaman. Baru seminggu mereka resmi berpacaran, ia menyempatkan diri untuk datang ke Vegas di akhir pekan. Tujuannya, mohon restu O O dan Ci Felice. Setelah dijamu habis-habisan oleh O O dan menginap semalam, ia kembali ke LA. Setiap hari Ko Edward tidak lupa untuk mengontak Denise, apakah itu lewat e-mail, chatting, atau sekedar SMS. Seminggu sekali, Sabtu malam, adalah jadwal telpon mereka. Selama kira-kira satu jam, Ci Felice dengan rela hati mengosongkan kamar untuk memberi privasi bagi Denise. Dalam hubungan ini pun Ko Edward tidak pernah kehilangan rasio dan kontrol diri. Kalau pembicaraan mereka di telepon sudah melampaui satu jam, Ko Edward akan menyelesaikannya supaya tidak boros, dan tidak membuang-buang waktu.
Percakapan mereka di telpon tidak seperti obrolan dua orang yang sedang kasmaran, tapi lebih menyerupai pelajaran tambahan dari Ko Edward ke Denise. Denise sering minta tolong dijelaskan bahan kuliah yang tidak ia mengerti. Kalau pun Ko Edward tidak tahu, ia akan mencari tahu untuk Denise. Dari Ko Edward juga Denise belajar banyak tentang peristiwa-peristiwa di Indonesia. Bahwa sekarang 'demokrasi' mulai perlahan-lahan menjadi sesuatu yang berwujud, bukan hanya konsep abstrak yang tidak jelas. Sekarang, menurut Ko Edward, konsep 'presiden pemilik negara' sudah sirna. Dengan seringnya Presiden naik-turun dalam kurun waktu yang demikian singkat, para wakil bangsa pun lebih berhati-hati, sadar bahwa posisi mereka hanya dipinjamkan rakyat. Demo muncul di mana-mana, setiap orang merasa berhak mengatur negara ini. Tidak enak sedikit teriak, tidak suka sedikit protes. Dari cerita-cerita Ko Edward inilah ia mulai mengerti pergumulan Papa dengan bisnisnya. Kalau pemerintah saja dengan mudah diprotes, apalagi Papa yang cuma seorang pengusaha?
Namun dengan sekian banyak pergolakan, Ko Edward justru semakin terbakar. "Suatu hari nanti, aku akan membuat perubahan di sana." Cita-cita Ko Edward tidak pernah muluk-muluk dan selalu kongkrit. Misalnya, membentuk jaringan donator buku, mengumpulkan buku-buku teks kuliah bekas dari teman-temannya di Amerika untuk dibagikan pada mahasiswa di Indonesia. Cita-cita lainnya adalah mengumpulkan uang yang cukup untuk membeli sepetak lahan di tengah-tengah kota Jakarta. Niatnya, tanah itu ia sulap jadi taman resapan, sekaligus sarana rekreasi anak-anak yang tidak mampu. Sebenarnya, Denise tidak terlalu mengerti. Apa yang perlu diubah? Hidup di Indonesia sudah jauh lebih enak daripada hidupnya di Vegas kok?
Pesona Ko Edward juga memikat Novi.
"Wahh..hebat amat bisa dapat cowok dari LA. Memang cowok-cowok OK tuh adanya di LA semua. Di Vegas gersang!" Novi langsung minta dikenalkan dengan teman-teman Ko Edward, seandainya ada 'stok'. Alasan inilah yang kemudian membawa mereka berdua ke Los Angeles.
Orang-orang keren yang berlalu lalang di trotoar membuat Denise merasa seperti anak kampung masuk kota. Gedung-gedungnya yang merengkuh langit tidak didandani menor seperti di Vegas, melainkan berwarna kalem, dengan desain minimalis, memberikan wajah cerdas pada kota yang ramai ini.
Walaupun Denise dan Novi hanya tinggal selama akhir pekan di sana, Ko Edward meng-entertain mereka habis-habisan sehingga Denise merasa sudah cukup mengenal kota ini. Mereka berfoto dengan latar belakang bukit Hollywood yang terkenal, gedung Kodak Theater yang baru, serta menyaksikan indahnya San Fernando Valley dari sebuah tebing di Mulholland Drive. Hampir setiap kali makan, Ko Edward mengundang teman-temannya untuk memamerkan 'pacar barunya dari Vegas'.
Perjalanannya ke LA membuat Denise lebih mengenal Ko Edward. Ia baru tahu kalau Ko Edward aktif di PERMIAS, Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika cabang LA. Ia melihat betapa Ko Edward dicintai teman-temannya yang begitu banyak dan majemuk. Beberapa teman perempuan Ko Edward mengenakan jilbab, teman kuliahnya mencakup cowok-cowok US born and bred, pelajar-pelajar berambut pirang dan coklat dari Eropa, jenius-jenius Vietnam dan Cina, gadis-gadis hitam legam yang bahenol, pria-pria Arab yang guanteng luar biasa, sampai bapak-bapak dosen dari Bandung beranak dua, atau nenek tetangga dari Rusia. Semua menyambut Denise dengan hangat dan selalu punya komentar yang sama: "Kamu betul-betul beruntung."
Denise menjawab dengan anggukan sopan, tidak menambahkan komentar apapun. Bahkan Novi pun berkata, "Aku sudah pernah berkali-kali ke LA, tapi kali ini jauh lebih menyenangkan karena ada Ko Edward."
Seluruh dunia mencintai kekasihnya sepenuh hati, sementara ia sendiri, setengah-setengah.
---------
Jadi ceritanya saya lagi editing naskah lain nih temans. Naskah ini 108 halaman dan ditulis sejak September 2016, selesai Mei 2017. Berhubung saya juga bekerja dan jadi TKW di rumah..haha..kecepatan nulis cuma 5 halaman/minggu, itu pun dipotong anak sakit, liburan, kecapekan, saya sakit sendiri..etc etc..molor 2 bulan dari perkiraan.
Sedikit bernafas lega, tapi asli...ini baru separuh perjalanan. Masih mesti dibener2in lagi, dipotong, ditambal, disulam, ajuin ke penerbit minimum 4 bulan, itu pun masih ada proses bolak balik di-edit. Butuh cinta, dedikasi dan komitmen serta waktu yang panjang untuk sampai ke tangan pembaca. Mungkin baru benar2 ada barangnya tahun 2018 ya.
Terus temen penulis saya nyeletuk..abis itu sampai di tangan pembaca dibantai juga..hahaha..iya yah..bener..kadang kita sebagai penulis abis 2 tahun demi satu buku, tarik ulur sama editor, heboh marketing dll dll, eh begitu di Goodreads ada yang review : BIASA AJA
Cukup 2 kata. 2 kata yang makjleb and membunuh dengan instan kerja keras 2 tahun..mwahahah
Prenz, sebagai penulis, saya anti banget mempengaruhi pembaca untuk ngasih review bagus. Tidak. Saya memilih ditampar dengan kebenaran. Kalau bagus puji saya. Kalau jelek kritik saya. Tapi please, bedakan aniaya dengan kritikan ya..hahaha...kalau kritik itu dibahas di mana gak sukanya, mestinya gimana, dibandingkan dengan apa, nah...yang gini kan jadi input yang sangat berharga supaya penulis bisa belajar. Ini baru pembaca yang bertanggung jawab.
Tapi kalau review-nya : JELEK. BIASA AJA.
Terus saya mesti gimana toh?? hahaha....
---
Gambar couple diambil dari https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/f7/31/03/f7310353b081dd454f0a578d0d76fa19.jpg
Gambar Hollywood diambil dari http://www3.hilton.com/resources/media/hi/BURUCHF/en_US/img/shared/full_page_image_gallery/main/HH_hollywoodsign_37_675x359_FitToBoxSmallDimension_Center.jpg
Gambar naskah diambil dari koleksi pribadi
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Historical FictionHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...