Hi Guyz,
Does my name ring a bell? Hopefully yaaa..
Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman.
Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...
Baru hari ketiga mereka menumpang di rumah I I Fei-fei Denise sudah bosan luar biasa. Seandainya tidak ada kerusuhan, pasti ia sudah berpesta pora merayakan selesainya EBTANAS. Seharusnya ia sekarang sedang nongkrong di café bersama Karen and the gank, atau bersantai-santai di kamar Dinda. Mungkin juga dia sedang kencan dengan Ferry. Tapi di sini, ia merasa seperti tawanan dalam penjara. Kebosanan adalah hukumannya.
Apartemen I I Fei-fei tidak terlalu besar. Mereka berempat diberi tempat di kamar anaknya. I I Fei-fei, sepupu jauh Papa, sudah lama menetap di Singapura. Namanya hanya ia dengar beberapa kali, dan kadang-kadang ia datang ke Jakarta untuk menghadiri pesta pernikahan saudara. Titik temunya dengan I I Fei-fei hanya sampai di situ. Bukan hanya Denise, Mama dan Ci Felice juga merasa canggung menumpang di rumah orang yang tidak begitu mereka kenal. Apalagi mereka diperlakukan dengan istimewa. Makan disediakan, baju kotor dicuci dan disetrika oleh pembantu. Sesekali mereka keluar untuk menonton televisi, tapi lama kelamaan mereka risih menempati ruang keluarga I I Fei-fei. Akhirnya mereka kembali mengurung diri di kamar sementara Papa sibuk mengobrol dengan I I dan suaminya.
Televisi terus menerus memberitakan keadaan Jakarta. Kabar yang berpindah dari mulut ke mulut itu benar. Orang-orang Cina di Indonesia dijadikan target. Rumahnya dijarah, diteriaki kata-kata kotor, laki-laki digebuki dan gadis-gadis diperkosa. Cuplikan-cuplikan gambar gerombolan orang yang membobol toko, massa yang beramai-ramai merusak teralis ruko dan menggondol segala sesuatu yang bisa diambil, ditayangkan sepanjang hari. Ada perasaan jijik di hati Denise, melihat manusia berubah jadi binatang. Tapi rasa malu juga menyerangnya. Biar bagaimanapun orang-orang beringas di layar televisi itu menghirup udara yang sama dengannya, berbagi petak tanah dengannya. Sedih rasanya menyaksikan keburukan kampung halamannya sendiri dipertontonkan di negara orang. Malu!! Malu banget!!
Sia-sia sudah jam-jam yang dihabiskan di lapangan upacara setiap Senin. Peluh yang dikucurkan sambil memberi hormat pada sang Saka menguap percuma. Lagu Satu Nusa Satu Bangsa hanya bualan saja. Apa gunanya itu semua kalau kenyataan jauh berbeda?
Yah..mungkin itulah alasan kenapa ide persatuan dan kesatuan perlu ditanamkan di sekolah sejak kecil -- Karena masih hanya mimpi!
Di akhir pekan, ketika I I Fei-fei tidak bekerja, ia membawa Denise sekeluarga pergi berjalan-jalan. Mereka mengunjungi patung Merlion dan makan roti canai di Little India. Setelah lelah berputar-putar di kebun binatang, malamnya mereka makan Yong To Fu di outdoor food court. Ini pertama kalinya Denise melihat keadaan Singapura setelah terkurung di kamar berhari-hari. Setiap sudut kota ini sekilas seperti kawasan Sudirman di Jakarta. Gedung-gedung tinggi mentereng, jalan yang lebar dan bersih, dengan udara yang tidak jauh berbeda dari Jakarta: pengap!
Orang-orang yang berlalu lalang begitu beragam. Ras melayu berkulit sawo matang bercampur dengan mata-mata sipit Cina dan pirangnya rambut orang Barat. Wanita dengan sari berwarna-warni menyeberang zebra cross dan pria bersorban dengan janggut tebal berbicara lewat telepon genggam di sudut-sudut gedung.
Tidak ada tumpukan sampah atau comberan, juga tidak ada pedagang kaki lima liar atau pun pengemis. Bahasa Cina dipakai di tempat-tempat umum tanpa rasa sungkan, bahkan abang-abang tukang ice kachang pun melayani Papa dengan bahasa Mandarin. Denise terpesona. Mungkin ini yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika -- pembauran tanpa kecurigaan, perbedaan yang diterima sebagai kekayaan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di meja plastik food court inilah Denise diberi tahutentang masa depannya.
"Jadi, apa rencanamu untuk anak-anak?" Tanya I I Fei-fei, " Kalau mau, mereka bisa sekolah di sini, 'kan ada aku."
"Ah..tidak, aku sudah punya rencana menyekolahkan mereka ke Penang."
"Ha?!" Denise dan Ci Felice terpekik bersamaan.
Mama mengangguk-angguk. Papa membeberkan rencananya, Denise akan didaftarkan pada almamater Papa dulu sewaktu sekolah menengah, sementara Ci Felice akan dicarikan sekolah akademi perhotelan. Menurut Papa, situasi di Malaysia hampir sama dengan di Indonesia, itu akan membuat mereka mudah beradaptasi. Terlebih lagi, Papa ingin Denise bisa belajar bahasa Mandarin di almamaternya. Kerusuhan ini membuat Papa sadar, after all, mereka orang Cina. Papa rindu anak-anaknya menguasai bahasa Cina, bukan sekedar mengerti sedikit-sedikit. Di Singapura ongkos hidup jauh lebih mahal. Papa tidak yakin sanggup membiayai, apalagi dengan rupiah yang terjun bebas seperti ini. Sementara itu, Papa dan Mama akan kembali ke Indonesia dalam beberapa minggu, setelah keadaan membaik.
Sekolah di luar negeri?
Denise tidak pernah memikirkan itu sebelumnya. Apa lagi ia masih duduk di bangku SMP. Tapi lama-lama, ide itu kedengarannya tidak buruk juga. Ia bisa pergi ke mana-mana tanpa perlu diocehi. Papa mungkin akan memberinya uang jajan lebih banyak. Bisa ia pakai sesukanya. Bebas! Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan!
Ada sedikit rasa kuatir dalam dirinya. Apa ia bisa kerasan di sana? Apa ia bisa mengikuti pelajaran dengan bahasa Cina? Tinggal di mana ia nanti? Tapi tentunya, kalau Ci Felice ada di dekatnya, semua kesulitan bisa mereka tanggung bersama.
------------
Menurut saya ice kachang itu agak aneh ya..masak kacang jogo sama jagung dijadiin dessert. Itu kan bahan buat sop? Haha...masih enakan es campur Indo ke mana-mana.
-------------
Gambar Merlion diambil dari https://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/01/5d/02/31/merlion-statue-at-merlion.jpg
Gambar ice kachang diambil dari http://www.seriouseats.com/images/2013/04/20130424-249562-ice-kachang-beauty.jpg