Dan saat yang ditakutkan Denise pun tiba. Libur musim dingin berakhir, Ko Edward dan Ko Halim harus kembali ke Los Angeles. Ko Edward mengajaknya keluar berdua untuk terakhir kalinya sebelum mereka berpisah. Tidak ke mana-mana. Hanya berjalan-jalan di sekitar kompleks rumah O O di malam hari. Denise membenamkan tangannya dalam-dalam ke saku mantelnya. Dingin. Lagipula, ia takut kalau Ko Edward tiba-tiba menggandengnya.
Suara lolongan anjing terdengar di kejauhan. Beberapa jendela rumah yang terbuka memamerkan keluarga yang menikmati makan malam mereka. Jalanan lengang.
Ko Edward menghembuskan nafas, kaca matanya sedikit berkabut.
"Aku akan sangat merindukanmu. Sekarang pun aku sudah rindu."
Langkah Denise terhenti. Ko Edward berputar dan berdiri menghadapnya, ia meletakkan kedua tangannya di bahu Denise, "Kalau kamu merasakan hal yang sama, telponlah aku. Aku tidak akan menelponmu, aku hanya akan menunggu."
Denise terpana, sesaat mereka bertatapan. Ia tidak sanggup menjawab dengan suara, Denise hanya mengangguk.
Hari-hari sesudahnya berlalu dengan sepi. Rasa sakit perlahan-lahan menggerogoti hatinya. O O berkeluh kesah kehilangan anak emasnya, dan load kerja di restoran kembali full karena kehilangan Ko Halim dan Ko Edward sekaligus. Tapi Denise bersabar, ia yakin ini penyakit sementara. Waktu akan menyembuhkannya.
Denise berusaha mengubur perasaan kangennya. Ia bersyukur pekerjaan di restoran begitu sibuk sehingga ia tidak sempat melamun. Tidak, tidak adil untuk Ko Edward kalau ia mengiyakan untuk menjadi pacarnya. Ko Edward adalah pemuda idaman setiap gadis, setiap calon mertua, dan ia berhak dicintai oleh pasangannya, bukan gadis yang perasaannya setengah-setengah seperti dirinya.
Hanya sebulan sebelum keberangkatan Denise dan Ci Felice ke Indonesia untuk liburan Xin Jia, O O akhirnya mempekerjakan dua orang sekaligus. Seorang koki dan seorang waitress. "Yah..mereka belum terlalu pintar, tapi aku bisa melatih mereka. Pulanglah, kalian butuh berlibur.." O O mengantarkan mereka ke airport dan melepas mereka berdua. Ia mengingatkan mereka untuk segera check in karena pemeriksaan penumpang diperketat sejak 9/11.
O O benar, antrian panjang sudah terbentuk di depan loket imigrasi. Denise menahan ketawa ketika tubuhnya diraba oleh petugas wanita yang memeriksanya. Berikutnya, mereka bahkan harus melepaskan sepatu dan melewati gerbang detektor. Ci Felice terkena pengecekan acak dan harus membuka kopernya di depan petugas. Satu persatu tumpukan bajunya diangkat sampai semuanya kosong dan harus di-pack kembali. Denise pun mulai merasa takut. Belum pernah ia mengalami pemeriksaan seketat ini. Bagaimana kalau ada teroris yang menyusup ke dalam pesawat yang mereka tumpangi? Bagaimana kalau airport ini meledak?
Tapi kekuatirannya tidak terjadi. Hampir 24 jam kemudian mereka mendarat di Jakarta. Hujan menyambut kedatangan mereka. Udara begitu pengap dan basah sampai Denise kesulitan bernafas. Rambutnya langsung melingkar-lingkar, kusut dan melayang. Untuk sesaat ia ragu, inikah kampung halaman yang selama ini dirindukannya? Ketika masuk ke WC umum bandara, hatinya langsung down.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Mana Negeriku
Historical FictionHi Guyz, Does my name ring a bell? Hopefully yaaa.. Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman. Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...