CD-ROM

416 41 4
                                    


"Oh no...please...don't cry...come...coba aku lihat. Mungkin aku bisa bantu." Putus asa, Denise membiarkan orang asing ini masuk ke kamarnya. Sekejap ia merasa malu. Kamarnya berantakan. Tapi Ko Edward dengan tenang menuju meja komputer tanpa berkomentar apa-apa.

"Ini dari tadi begini terus. Mau diapakan pun tidak berubah! Aku sudah coba re-start, dan data-dataku ada yang hilang!" Ia nyerocos dengan panik begitu Ko Edward duduk di depan komputer. Denise mondar-mandir sementara Ko Edward membisu dan mulai asyik dengan komputer. Gemas karena tidak ada yang bisa ia lakukan, Denise mulai membereskan berhelai-helai blus dan celana panjang yang bertebaran di mana-mana. Ia mulai memilah-milah dan mengkategorikan tindakan lanjutnya dengan indra penciumannya. Yang sudah dicuci tapi belum disetrika, yang sudah bekas tapi masih bisa dipakai ulang, yang harus dicuci, yang baru ketemu setelah berbulan-bulan lenyap, dan yang...Oh My God...bau apa ini?!

"Nis, sepertinya, aku tahu deh apa masalahnya."

"Eh...iya." Denise buru-buru menyembunyikan bajunya ke belakang punggung.

"Sepertinya memori komputer kamu tidak cukup untuk meng-handle data sebesar ini. Ini komputer sudah agak lama." Ko Edward melipat tangan dan berpikir, "Begini saja, aku kebetulan bawa komputer dari LA, kamu pakai notebook-ku saja dulu. Kapan tugas kamu dikumpul?"

"Besok." Jawab Denise lirih.

"Jam?"

"Sebelum jam 12 siang.." Suaranya semakin kecil. Sontak Ko Edward bangkit dan berlari ke kamarnya. Ia kembali membawa lap top. Selama lima belas menit berikutnya Ko Edward sibuk bekerja sendiri.

"Sedang apa, Ko?"

"Hmm?" Ko Edward hanya menjawab dengan gumaman. Ia bekerja dengan sigap. Jari-jarinya yang rapi dengan kuku-kuku pendek bersihnya menari di atas tuts keyboard. Sesekali ia mengetuk-ngetuk meja saat menunggu proses komputer berjalan. Dalam keadaan santai pun ia terkesan rapi. Tulang-tulang tubuhnya membuat kausnya jatuh dengan apik di atas celana pendeknya. Matanya serius menatap layar komputer dengan tajam di balik lensa kaca mata. Mau tidak mau Denise mengakui, walau bukan tipenya, Ko Edward termasuk cowok yang menarik.

 Mau tidak mau Denise mengakui, walau bukan tipenya, Ko Edward termasuk cowok yang menarik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oke. Jadi begini. Aku sudah copy raw data-nya ke notebook-ku. Tampaknya sewaktu komputer kamu hang tadi, ada beberapa data yang hilang. Kamu cek saja dulu. Kemudian baru kamu kerja lagi. Bagaimana?" 

Denise melihat sekilas ke layar notebook Ko Edward. Bahunya langsung terkulai, begitu banyak yang tidak terselamatkan. Berbelas-belas jam sia-sia sudah.

"Semangat ya! Kamu pasti bisa. Besok aku antar kamu ke sekolah." Plok. Ko Edward menepuk bahunya lembut. "Ayo, jangan bengong saja! Aku tinggal dulu ya, supaya kamu bisa konsen. Kalau ada apa-apa panggil saja." Denise mengangguk sambil menghela nafas panjang. Ko Edward tertawa dan mengepalkan tangannya, "Jia You!"*44)

Di Mana NegerikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang