Joy de la Choy

683 62 4
                                    


Ada terlalu banyak orang Cina di dunia ini. Mana ia tahu kalau ada yang berbuat yang aneh-aneh? Apakah nasib Deepa turut menjadi tanggung jawabnya, hanya karena wanita yang membawa lari suaminya adalah orang Cina juga? Apakah kemiskinan rakyat Indonesia, pengemis-pengemis, petani-petani melarat, jadi beban dirinya juga, hanya karena, ada cukong-cukong Cina yang tidak pernah dikenalnya, menimbun kekayaan di atas penderitaan orang lain?

Tidak masuk akal!

Tidak seharusnya seseorang menanggung kesalahan orang lain. Tidak ada gunanya dendam dibalaskan pada orang yang tidak bersangkutan.

"Bagaimana dengan Shanti?" Tanya Denise, ada baiknya ia mengetahui peta kekuatan rumah ini.

"Oh..dia sih, orangnya biasa. Perawan tua. Tapi dia OK sih.." jawab Merry.

Berbeda dengan Deepa yang pendiam, Shanti selalu sedang berbicara. Semua kalimat yang keluar dari mulutnya berbau negatif. Kursi itu sudah bobrok. Harga sayur mayur naik terus. Udara terlalu panas. Denise bisa membayangkan kalau semua laki-laki yang mendekatinya mundur satu persatu. Orang butuh harapan akan hari esok yang lebih baik. Bersama Shanti, hanya ada realita yang mengenaskan. Shanti juga sering mengeluhkan Deepa yang size-nya XXL. Menurutnya, Deepa terlalu gemuk sehingga kurang gesit bekerja. Akibatnya, banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan sendiri.

"Masih ada satu orang lagi, Avati, saudara kembar Shanti." Lanjut Merry.

"India semua?"

"Yeah...makanya aku dan Ci Winny menamai asrama ini Paviliun Nehi." 

Denise tergelak. Deepa dan Shanti tinggal di dalam asrama. Sementara Avati tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

Baru seminggu, Denise bisa mengerti mengapa rumah kos itu dijuluki 'Paviliun Nehi'. Bukan saja pengurusnya yang orang India semua, makanan apapun yang disajikan, selalu terasa India. Padahal menunya adalah Chicken Kwe Tiau, atau Nasi Lemak Malaysia. Tapi, tetap saja rasanya ...Bollywood!

"Jangan cari gara-gara sama Deepa, kalau nggak suka, nggak usah dimakan. Beli saja makanan dari luar." Begitu nasehat Merry.

Merry juga tampak kesepian seperti dirinya. Denise bisa melihat dirinya dan Ci Felice jadi sumber kesegaran untuknya. Dengan semangat Merry memberi tahu Denise dan Ci Felice segala sesuatu. Merry juga selalu mengajak mereka berdua untuk makan di luar. Merry-lah yang kemudian memperkenalkannya pada dunia baru. Dunia modern dance. Sejak kecil Merry selalu ikut kelas aerobik di Indonesia. Setelah sampai di Penang dan sedang mencari-cari kursus aerobik, ia malah menemukan dance school. Bukan dansa ballroom, tetapi dansa modern seperti hip-hop, break dance, jazz, balet, dan masih banyak lagi. Ci Felice menolak ketika diajak dan memilih untuk bersantai di rumah.

Setiap session dance, selalu diawali dengan peregangan otot yang bisa berlangsung sampai satu jam. Denise hanya bisa meringis-ringis sakit sambil memandang iri Merry yang meliuk-liukkan tubuhnya seperti ular. Ketika ujung kaki Merry menyentuh ubun-ubunnya dalam posisi angsa, Denise masih berkutat mengambil nafas setelah melakukan push up 20 kali. Tapi ketika masuk ke bagian berikutnya, koreografi, musik menyatu dengan tubuhnya, menghentak, melompat. Denise menyesal baru tahu ada olahraga semenyenangkan ini.

"Apa kamu pernah dance sebelumnya?"

"Tidak."

"Tapi gerakanmu bagus sekali.. Memang ada orang-orang yang sudah berbakat dari sananya." Denise tersenyum senang sementara Merry mengedipkan mata padanya. Bahkan instruktur bencong mereka pun memujinya.

Di Mana NegerikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang