Hi Guyz,
Does my name ring a bell? Hopefully yaaa..
Saya penulis Omiyage, Sakura Wonder, Only Hope dan Wander Woman.
Ini pertama kalinya saya posting naskah di Wattpad. Berbeda dengan novel yang begitu diterbitkan lepas hubungan, di Wattpad, saya te...
Hari-hari terasa lebih ringan sesudahnya. Walaupun kegiatan mereka tidak jauh berbeda, berputar-putar di Orchard road, nongkrong di food court dan tidur-tiduran di kamar, tapi rasanya waktu lebih mudah dilalui. Kenyataan bahwa keadaan tanpa kegiatan berarti seperti ini akan berakhir dalam waktu dekat, sudah cukup memberi semangat bagi mereka. Mama tidak cembetut lagi, dan Ci Felice lebih banyak berbicara. Denise merasa hatinya lebih cerah. Tujuan memberi harapan, meniupkan energi, membuat hati kebal terhadap penderitaan dan ketidakpastian. Besok akan lebih baik. Besok pasti lebih asik!
Di suatu pagi, Papa mengumumkan bahwa ia akan pergi sebentar ke bank.
"Ikut!" seru Denise seketika.
"Untuk apa?! Papa ada urusan, nanti kamu ribut bosan di sana."
"Ah, Papa. Sebosan-bosannya aku di bank masih lebih baik daripada bosan terkurung di kamar terus." Papa mengangkat bahu dan Denise pun bergegas mandi.
Mereka turun dari taksi di depan pintu kaca otomatis gedung Citibank. Papa segera masuk dan menuju ruang khusus. Seorang wanita berkulit sawo matang berusia 30-an dengan setelan jas warna khaki berdiri dan mengajukan tangannya. Ia langsung menyapa Papa dengan bahasa Indonesia.
"Apa yang bisa saya lakukan untuk Bapak hari ini?" tanyanya.
"Saya mau memindahkan aset saya, dari account bankdi Indonesia ke sini."
"Okay...sudah seminggu ini kami kebanjiran permintaan yang sama." Wanita itu mengangguk tegas dan memutar kursinya dengan sigap. Jari-jarinya yang lentik dengan kuku yang terpotong rapi menari lincah di atas keyboard dan beberapa helai kertas mengalir keluar dari printer. Ia kemudian mengambil beberapa buah map yang berisi brosur. Kemudian ia mulai menerangkan berbagai macam produk finance. Kata-katanya meluncur keluar begitu cepat seperti ditembakkan dari sebuah senapan mesin. Tidak ada satupun kalimat yang bisa diproses kepala Denise. Walaupun wanita itu berbicara dalam bahasa Indonesia, begitu banyak kata-kata teknis yang ia gunakan. Papa berkonsentrasi penuh mendengarkannya. Sementara itu Denise menyibukkan diri melihat-lihat sekelilingnya. Panel kayu yang melapisi tembok membuat ruangan itu terkesan eksklusif, namun tidak terlalu tebal. Denise dapat mendengar suara sayup-sayup percakapan di ruang sebelah. Dari intonasinya Denise menduga klien di sebelah juga orang Indonesia. Ia menajamkan telinganya.
"...Rupiah..."
"...Dollar.."
"...financial security..."
Tembok itu tidak cukup tipis untuk membuatnya menangkap isi percakapan. Apalagi kalau temanya jauh melampaui pelajaran SMP-nya.
"Oke..iya begitu saja."
"Baik. Terima kasih, Pak." Papa menyalami wanita itu dan berdiri. Mereka berdua keluar menuju pintu utama. Denise terkejut melihat deretan customer yang sedang menunggu di luar. Mereka berbicara dengan bahasa Indonesia.
"Pa, kok semuanya orang Indonesia ya?" ia berbisik.
"Ya, begitulah. Semua orang Indonesia simpan uang di sini. Makanya Singapura kaya!"
"Ah! Yang benar saja! Singapura 'kan memang sudah kaya dari sananya!" Denise menyanggah.
"Ya, Singapura memang kaya. Tapi dia jadi lebih kaya karena banyak orang Indonesia simpan uang di sini. Apalagi sekarang Indonesia rusuh. Pasti makin banyak saja yang memindahkan uang ke sini. Mau orang Cina, mau orang pribumi, mau investor asing kek, siapa yang mau taruh uang di tempat yang tidak aman? Itu 'kan hukum alam!"
Papa menggeleng-geleng, "Akhirnya seluruh Indonesia akan merasakan akibatnya. Orang-orang yang menjarah itu juga mungkin akan dipecat dari tempat dia bekerja karena perusahaannya tutup dan pindah ke negara lain. Seharusnya mereka berpikir panjang sedikit." Papa menghela nafas dan berdecak.
Denise menggumam kecil mendengar jawaban Papa. Ia membayangkan ribuan orang Indonesia turun dari pesawat terbang membawa berpundi-pundi uang. Uang yang seharusnya bisa dipakai untuk membangun jembatan di desa terpencil di Indonesia, atau menyekolahkan anak-anak tak mampu dan membangun rumah untuk orang-orang yang tinggal di kolong jembatan, itu semua tersimpan di negara ini, yang sudah punya semuanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Penang 1998
Minggu berikutnya mereka sekeluarga sudah berada di Penang, Malaysia. Seperti kata Papa, suasananya memang mirip dengan Indonesia. Udaranya berat, uap air memenuhi setiap ruang dan membuat tubuh gerah. Angin semilir sesekali menyapunya pergi, memberi kesejukan sesaat. Khas kota pinggir laut. Mataharinya sama dengan di Jakarta, panas tapi tidak menggigit. Baunya pun hampir sama. Asap knalpot bercampur dengan amis laut dan berbagai bumbu masakan berbau tajam.
"Kok, hotelnya jelek amat, Pa?" Dua double bed dari kayu yang sudah berumur menempati sebagian besar kamar dengan tidak proporsional. Kasurnya tampak lelah dipakai karena permukaannya tidak rata. Untuk bergerak, hanya ada sela-sela kecil di kamar ini yang harus dilalui dengan hati-hati kalau tidak mau menabrak sudut kasur, lemari baju dan jemuran handuk dari besi yang catnya sudah terkelupas.
"Kita tidak tahu harus berapa lama di sini untuk mengurus pendaftaran sekolah kalian. Untuk hotel di tengah-tengah kota, ini cukup murah." Papa duduk di kasur melepas lelah. Tidak ada lift di hotel bertingkat tiga ini. Jumlah pegawai hotel yang ada sangat terbatas. Mereka harus mengangkut barang-barang sendiri karena para pegawai hotel sedang sibuk melakukan tugas lain.
Sinar matahari masuk dari satu-satunya jendela kamar yang tidak terlalu besar. Sesekali angin panas meniup tirai jendela dan ujung-ujungnya menyapu bahu Papa. Papa duduk menatap keluar tanpa bersuara.
Denise trenyuh. Siluet Papa begitu loyo.
Waktu kecil Denise puas diayun-ayun dan bergelayut pada tubuh Papa yang tinggi besar. Ke mana pun ia pergi, dengan mudah ia bisa menemukan Papa dari kerumunan orang banyak.
Tetapi sekarang ...ke mana Papa yang selalu membuatnya merasa tenteram?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-----
Gambar uang diambil dari https://www.ocbc.com/assets/images/uploads/accounts/inside_masthead/foreign_fd.png
Gambar Penang diambil dari http://www.synergy-tours.com/malaysia/images/penang.jpg
Gambar Papa diambil dari http://il2.picdn.net/shutterstock/videos/15280237/thumb/1.jpg