Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tuk
Ketukan akhir dari langkah berbalut converse putih bersih. Di depan bangunan maha megah si taruni berhenti.
Mengencangkan cengkeraman pada kedua strap bag. Lantas menarik oksigen dalam-dalam.
Sudah terlanjur mulai, harus diselesaikan.
Melewati gerbang, berakhirlah Jisu menghadap tiga anggota keluarga terhormat yang terlihat tengah berdiskusi sebelumnya.
"Oh, Jisu-ya," wanita dewasa itu menyapa.
Ah, apa Jisu salah mengambil hari untuk datang? Kenapa semua orang begitu keras rautnya? Sekeliling, hanya ada atmosfer serius di sana.
Arkian, ia dipersilakan duduk di antara mereka. Secangkir teh hangat juga tersedia kemudian.
"Lama tidak bertemu, kau baik?" kembali ibu Taehyung berkata.
"Nde, eommonim."
"Syukurlah."
Satu gigitan pada bibir dalamnya, Jisu gugup lagi. Remasan pada ujung rok sekolah hanya sedikit memberinya keteguhan. Detik berikutnya ia beranikan diri memandang pria muda di seberangnya.
Kim Taehyung di sana. Senantiasa diam dengan raut teduhnya. Jisu tidak tega.
Tapi semesta terus memaksa. Benaknya terikat pada paksaannya. Dan Jisu dibuat harus mengikuti.
"Begini, maaf datang tiba-tiba.
Ada hal yang harus saya katakan."
Lolos sudah niat hatinya. Sekarang biarkan dia melanjutkan.
Semua mengarahkan pandang pada presensi Choi Jisu. Meski pada dasarnya sedikit tahu arah pembicaraan, tetap saja perhatian mereka sepenuhnya untuk kesempatan bicara gadis itu.
Tiba-tiba berdiri.
Jisu mengubah posisi. Tapak sukunya beralih pada taris lain. Titik tengah, semeter dari Taehyung beserta ibu, dan dua meter dari pemimpin keluarga itu.
Peletakan satu lingkar emas di meja.
"Joesonghamnida."
Menjura 90 derajat, raut Jisu tenggelam dalam surai legamnya. Beruntung cukup lantang ia katakan permohonan maaf.
Terkejut sudah semua orang di sana. Kelakuan Jisu sungguh tak mereka sangka sebelumnya.
"Kenapa tiba-tiba?"
"Saya membatalkan pertunangannya.
Jeongmal joesonghamnida."
"Saya juga sungguh minta maaf!" suara berat pria dewasa.
Kembali disentak. Satu manusia lagi menjura di samping Jisu. Sepasang sepatu lusuh dapat Jisu lihat. Begitu mendongak. . .