5. Gagal

2.2K 302 114
                                    

Warning🔞
.
.
.

“Gimana gimana?” tanyaku penasaran pada Gladis yang baru masuk ke dalam kamarku. Dia baru kembali dari menemui Ayah. Sudah jelas untuk meminta izin pada Ayah, dengan dalih akan mengajakku ke Bali selama satu minggu ke depan. Selagi Gladis meminta izin, aku memilih menunggu di kamar, tidak ikut menemui Ayah karena takut ditanya yang tidak-tidak dan malah berakhir keceplosan.

Gladis menyibak rambutnya, lalu menyilangkan tangannya di depan dada sambil memasang wajah angkuhnya. “Emang pernah gue gagal?” tanyanya yang aku balas cengiran.

“Tuhkan, apa kata gue? Lo pasti berhasil bujuk Ayah. Makasih lho Dis.”

“Ini gak gratis ya. Lo harus bawain gue oleh-oleh,” kata Gladis.

Aku mengacungkan jari jempol. “Gampang itu.”

“Tapi gue penasaran sama wujud bokapnya Aru, kok bisa lo naksir om-om kayak dia?” tanya Gladis seraya naik ke atas ranjang, mengambil tempat di sebelahku. “Lo ada fotonya Ra?”

Aku mengangguk. Memperlihatkan foto Om Jeffry yang sempat kuambil saat makan siang bersama tadi. “Lah ini bukannya Jeffry Ancala Baruna ya? Yang namanya masuk ke salah satu pengusaha paling berpengaruh di Indonesia?” tanya Gladis.

“Emang iya?” tanyaku balik.

Kepalaku ditoyor Gladis. “Status doang anak ekonomi, sama Jeffry aja gak tau. Gue sekarang paham kenapa lo ngebet banget pergi ke Milan sama ini orang. Ganteng sih, gak kelihatan kayak om-om.”

Aku tersenyum, ikut melihat foto Om Jeffry yang kuambil saat laki-laki itu fokus makan. Dia bahkan tidak sadar jika aku menjepret wajahnya berulang kali dengan kamera.

“Berarti Aru itu anak orang kaya ya Ra,” ujar Gladis. “Kalau lo sama bokapnya, gue sama anaknya boleh?”

“Ambil, gue ikhlas. Tuh.” Aku menunjuk boneka beruang pemberian Aru yang kuletakkan di dekat pintu. “Sekalian lo bawa itu boneka beruang dari sini. Sebel gue liatnya. Kebayang banget muka tengilnya Aru sambil pake kaos alay tadi.” Aku bergidik, geli mengingat tingkah Aru siang tadi.

“Tapi menurut gue tingkahnya Aru tadi manis lho. Dia beneran suka sama lo?” tanya Gladis.

Aku mengedikkan bahu. “Gak tau, gak perduli juga gue.”

“Oh iya hampir kelupaan.” Gladis meraih tasnya yang ditaruh di atas meja riasku, mengambil sesuatu dari dalam sana. “Ini pilnya, ini balon haramnya,” katanya seraya menyerahkan dua benda yang tidak pernah kusangka akan berada di genggaman tanganku seperti sekarang. Gladis benar-benar membelikanku alat kontrasepsi.

“Dis ini lo beli sendiri?”

Gladis mengangguk. “Belajar dari pengalaman aja sih Ra. Gak ada cewek cowok yang bener-bener pergi berdua terus gak ngapa-ngapain. Apalagi lo perginya sama duda hot macam Jeffry. Gue belum siap dapet keponakan dari lo.”

Aku memukul tangan Gladis. “Lo liat ya, gue gak bakal ngapa-ngapain sama dia. Ini dua barang, bakal balik ke Indonesia dalam keadaan utuh.”

Gladis memandangiku remeh. “Coba aja. Kalau bisa berarti iman lo kuat.”

🦝

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang