30. Dream Kafe

1.2K 228 120
                                    

Double update??? Boleh asal tembus 150 komen mwehehehe
.
.
.

“Bira?”

Aku yang sedang mengemasi pakaianku ke dalam koper, berhenti sejenak saat Aru memanggilku. “Udah pulang?” tanyaku basa-basi, lalu melanjutkan aktifitasku kembali yang sempat tertunda.

“Lo mau ke mana?” tanya Aru seraya duduk di depanku, memperhatikan setiap pergerakanku.

“Pergi,” sahutku tanpa melihatnya.

“Pergi ke mana?”

“Keluar dari rumah ini,” kataku lagi.

“Ra gue serius.” Aru menahan tanganku yang akan memasukkan pakaian ke koper lagi, membuatku mau tidak mau menatap matanya. “Pergi ke mana? Papa belum ketemu. Lo juga lagi hamil.”

“Ya karena itu gue harus pergi. Jeffry sampai sekarang gak ada kabar, dia mungkin udah bener-bener ninggalin gue. Sedangkan gue gak bisa diem gini aja nunggu dia yang gak pasti. Gue harus cari kerja buat biayain hidup gue dan anak ini nantinya.”

“Gak perlu kerja, gue masih ada. Gue masih mampu buat biayain lo,” ujar Aru.

“Tapi gue bukan siapa-siapa lo Ru. Gue gak berhak buat dibiayain sama lo. Tinggalnya gue di rumah ini aja pasti udah jadi beban buat lo. Gue harus pergi,” kataku.

Aru menghela napasnya dalam. “Ra lo sama sekali bukan beban buat gue. Lo lagi hamil, dan yang lo kandung itu anaknya Papa yang otomatis jadi adik gue. Udah tanggung jawab gue buat mastiin kalau keperluan lo dan adik gue itu terpenuhi. Lo gak usah repot-repot cari kerja, fokus aja sama kehamilan lo, duduk diem di rumah. Paham?”

Aku hanya diam, tak menjawab pertanyaan Aru.

“Bira paham gak?” tanya Aru lagi.

“Seenggaknya izinin gue buat kerja. Gue gak enak kalau terus-terusan numpang hidup kayak gini. Lo udah terlalu banyak bantu gue. Bahkan uang lo habis cuma untuk beli susu-susu hamil yang menurut gue gak terlalu penting itu,” kataku. Selagi aku tinggal bersama Aru beberapa minggu ini, setiap kali Aru pulang dari bengkelnya, dia pasti akan membawakanku sesuatu. Entah itu berupa makanan, buah-buahan, bahkan susu hamil yang harusnya tidak perlu Aru beli dan berikan padaku. Aru merawatku dengan sangat baik, dia melakukan berbagai hal yang harusnya dilakukan oleh Mas Jeffry. “Gini aja, selama ini 'kan gue tinggal di sini gratis, mulai bulan ini gue bakal bayar uang sewa ke lo. Nah nanti uangnya bisa lo pake buat bayar Mbok Arum juga 'kan?” saranku.

Aru hanya diam, matanya menatapku intens.

“Aruuu.” Aku merengek. “Boleh ya gue kerja?”

“Lo mau kerja apa? Lagi hamil gini gak bisa sembarangan kerja. Nanti kalau lo kecapean dan adik gue kenapa-napa gimana?” tanya Aru.

“Iya juga.” Aku menggaruk tengkukku. Selain kondisiku yang sedang hamil, aku juga tidak memiliki banyak pengalaman di dunia kerja. Apalagi di zaman sekarang ini, orang yang mendapatkan gelar sarjana saja masih banyak yang menganggur karena sedikitnya lapangan pekerjaan, bagaimana denganku yang belum sempat mendapatkan gelar namun sudah dikeluarkan dari kampus? Semakin sedikit saja peluangku untuk mendapatkan pekerjaan. Tapi meski begitu, aku tidak akan menyerah. Aku tidak boleh terus bergantung pada orang-orang disekitarku, aku harus bangkit, demi calon anakku. “Gue bakal cari kerja yang gak terlalu ngabisin tenaga gue. Lo tenang aja,” kataku meyakinkan Aru.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang