Double update!!!!
.
.
.“Sayang! Koleksi baju haram kamu mau dibawa gak?” tanya Mas Jeffry sambil menuruni anak tangga, menghampiriku yang sedang merapihkan mainan-mainan Al di ruang keluarga. Al baru saja tidur setelah lelah bermain ketika Papa dan Mamoynya sibuk merapihkan barang-barang yang akan dibawa pulang ke Indonesia. Benar, aku dan Mas Jeffry lusa kembali ke Indonesia, kami berdua berencana untuk menetap lagi di sana. Tak ada lagi alasan untukku dan Mas Jeffry bertahan di Milan, kuliahku sudah selesai, dan kami juga sangat merindukan Aru. Kami ingin datang berziarah ke makam Aru sesering yang kami bisa.
Begitu sampai di hadapanku, aku dibuat terbelalak melihat Mas Jeffry membawa baju-baju dinas malamku. Mulai dari yang berwarna gelap sampai merah menyala. “Mas kenapa dibawa turun sih?! Nanti kalau ada tamu liat gimana?” omelku.
“Aku 'kan cuma mau tanya. Kamu mau bawa pulang ini atau mau di simpen aja di sini?” tanyanya.
“Dibawalah! Sayang kalau aku tinggal, nanti gak kepake. Mana mahal lagi harganya, padahal cuma jaring-jaring kurang bahan gini.”
“Justru bentuknya yang jaring-jaring yang bikin si joni gelisah.”
Aku merotasikan bola mata malas. “Yaudah, taruh di koper sana. Aku belum kelar rapihin mainan adek.”
“Gak mau coba make dulu nih Yang?” tanya Mas Jeffry sambil mengacungkan baju haram berwarna merah darah. Dari semua koleksi baju haramku, Mas Jeffry paling menyukai yang satu itu, karena dia yang membelinya sendiri sebagai kado ulang tahunku tahun lalu. Berbanding terbalik denganku yang kurang menyukai pakaian itu karena bentuknya terlalu terbuka, bahkan tak mampu menutupi kedua puncakku. Kupukul bahu Mas Jeffry menggunakan pedang mainan Al. “Aduh Yang sakit.”
“Lagian kamu ngada-ngada. Kalau aku pake sekarang, kapan kelarnya beresin ini semua?” tanyaku tak habis pikir. Mas Jeffry tertawa puas. Dengan manjanya dia lantas memeluk diriku. “Mas, nanti anakmu keburu bangun. Kelarin dulu kerjaannya.”
“Sebentar lagi kita pulang ke Indonesia. Gimana perasaan kamu?” tanya Mas Jeffry alih-alih menuruti ucapanku.
“Eum seneng. Di sana banyak keluarga kita, temen-temen kita, dan Aru. Ditambah kalau kamu kerja, aku gak bakal kesepian karena bisa main ke rumah Ibu.”
Mas Jeffry mengurai pelukannya. Dia menatapku. “Maaf ya, kamu pasti ngalamin banyak hal sulit selama tinggal di sini.”
Aku menggeleng cepat. “Kamu jangan minta maaf, ini bukan salah kamu. Kesulitan beradaptasi di lingkungan baru itu wajar banget. Lagipula gak selamanya aku kesulitan, banyak hal positifnya juga yang bisa aku ambil selama tinggal di Milan. Aku bisa kuliah, nguasain bahasa asing, punya temen baru, dan baju haram di sini bagus-bagus.” Aku mengakhirinya dengan tawa ringan.
Mas Jeffry tersenyum, dia mengusap rambut panjangku. “Umur kamu emang masih muda, tapi aku selalu dibuat takjub sama pemikiran kamu yang dewasa. Love you, Moy.”
“Too, Daddy.”
🦝
Kedatangan keluarga kecilku di bandara Soekarno-Hatta disambut oleh Ibu, Mairin, dan Gladis. Bisa melihat mereka secara langsung setelah sekian lama rasanya benar-benar bahagia. Aku berlari kecil menghampiri ketiganya seraya menarik koper dan memeluk Ibu erat begitu berdiri di hadapannya. Selama di Milan, orang yang paling aku rindukan adalah Ibu. Meski tiap hari kami bertelepon, tetap saja aku merindukannya jika belum bertemu secara langsung. “Ibu...” Aku terisak dipelukannya. Ibu mengusap punggungku.
“Lho jangan nangis Ra,” kata Ibu. “Gak malu diliat orang?”
“Gak, yang penting aku bisa ketemu Ibu lagi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA BARUNA [END✔]
Fanfiction[17+][bukan BL]Kabira, dikenalkan pada Aru oleh orang tuanya dengan maksud akan dijodohkan. Namun gadis yang akrab disapa Bira itu jatuh hati pada Papa dari Aru, dia adalah Jeffry. "Jangan pindah hati ke Baruna lain, kamu cuma milik aku."