54. Jangkar

1.2K 212 116
                                    

SELAMAT PAGI!!!
.
.
.

(JEFFRY POV)

Aku tersenyum melihat Bira yang tampak sibuk membantu Mbok Arum membuat makan malam di dapur. Kupeluk istriku dari belakang dan mendaratkan kecupan singkat di pipinya. Berharap akan mendapat kecupan balik dari Bira sebagai obat penghilang lelah setelah seharian bekerja, wanita itu justru menarikku agar berpindah ke hadapannya. “Eh sayang ada Mbok Arum.” Aku menahan tangan Bira yang akan melepaskan kancing kemejaku. Dia menatapku tajam, tanpa banyak bicara, Bira lantas menarikku ke kamar. Tangannya cekatan melepaskan kemeja yang kukenakan, menampakkan tato yang baru kubuat siang tadi begitu selesai syuting. Warna kemerahan di area dadaku bahkan masih nampak jelas akibat pembuatan tato. Melihat tato baruku, Bira menghela napas panjang. “Moy?” panggilku.

“Kenapa kamu bikin tato Mas?” tanya Bira.

“Kenapa? Gak bagus ya?”

Bira menggeleng. “Soal bagus enggaknya aku gak paham, tapi asal kamu tau ya, Ayahku gak suka sama cowok tatoan.”

“Serius?” tanyaku.

“Seriuslah, makanya aku panik waktu kamu kirim foto tato kamu. Gimana coba kalau Ayah tau? Makin susah aja dia luluh sama kamu.” Aku paham akan kekhawatiran Bira. Hubunganku dan mertuaku memang belum terlalu dekat, Ayah mertuaku masih menjaga jarak denganku. Setiap kali aku datang ke rumah orang tua Bira dan ada Ayah Vino di sana, Ayah pasti langsung menghindar dengan masuk ke dalam kamarnya atau keluar rumah.

Aku memegang kedua pundak Bira. “Tenang sayang, aku bakal ngelakuin yang terbaik supaya hubungan aku deket lagi sama Ayah. Dan soal tato ini.” Aku melihat tato jangkarku dengan burung-burung yang berterbangan di atasnya. “Ini cara aku berkomitmen sama diri aku sendiri. Tau gak kamu kenapa aku milih simbol jangkar dan gambarnya dibagian dada daripada bagian lain?”

“Kalau dibagian joni sakit Mas,” sahut Bira asal. Aku menyentil keningnya pelan. Sedang dia menunjukkan deretan giginya.

“Gak gitu lho istriku. Simbol jangkar itu punya arti yang luar biasa menurut aku. Dia berartikan perlindungan, harapan, dan pengorbanan. Ketiga arti tadi mengingatkan aku sama tugasku sebagai kepala keluarga. Aku harus melindungi keluarga aku, memberi mereka harapan dan membuatnya jadi kenyataan, dan untuk ngelakuin semua itu dibutuhkan pengorbanan,” jelasku. “Terus kenapa aku milih bagian dada? Karena setiap pagi setelah bangun tidur atau habis mandi, aku pasti bercermin. Di situ aku bisa ngeliat tato aku dengan jelas, dan tato ini jadi reminder buat aku supaya gak males kerja karena ada keluarga yang harus aku bahagiakan. Aku bikin tato bukan cuma-cuma Ra, tapi ada maksud dan tujuannya.”

“Ya sebenernya aku sendiri gak masalah Mas kamu tato badan kamu gini, itu hak kamu juga. Aku cuma khawatirin soal Ayah aja,” ujar Bira.

Aku tersenyum. “Iya aku paham. Tapi aku yakin, cepat atau lambat Ayah bakal terima aku sebagai menantunya. Apalagi kalau aku rajin kirimin martabak telor,” candaku. Bira terkekeh. Syukurlah, dia memiliki pemikiran yang terbuka dan tidak menentangku perihal tato ini. “Jujur, kamu suka gak sama tato ini?” tanyaku.

Bira mengangguk. “Suka. Apalagi setelah denger maknanya.” Bira menyentuh tatoku. “Sakit gak Mas waktu di tato?”

“Enggak, cuma kayak dicubit.” Kuusap kepala Bira. “Nanti aku mau buat lagi di jari, nama kamu.”

“Di pipi aja gimana? Biar orang-orang tau kamu suami aku,” kata Bira.

“Boleh. Tapi jatahnya tiap hari gimana?” tantangku.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang