32. Menikah?

1.7K 265 156
                                    

SIANGGG!!!

.
.
.

“Setelah tujuh bulan ngilang, baru sekarang kamu mau tanggung jawab?” tanyaku datar tanpa ekspresi. Kutepis tangan Mas Jeffry yang semula berada di pundakku. Melihatnya setelah sekian lama, membuatku ingin menampar wajahnya dan memakinya. Tapi anehnya aku tidak bisa melakukan semua itu, aku merasa jijik untuk sekedar menyentuh Mas Jeffry jika mengingat sikapnya yang dia lakukan kepadaku dan anakku.

“Maafin aku Ra. Aku tau ini telat banget,” katanya.

“Tau telat kenapa gak usah dateng aja sekalian?” Mas Jeffry berusaha meraih tanganku lagi, namun aku mengelaknya dengan cepat. “Gak usah pegang-pegang aku.”

“Kita harus bicara. Ikut aku ya?” pinta Mas Jeffry.

“Gak liat? Aku lagi kerja,” sahutku berusaha tidak memperdulikan ajakannya.

“Kamu lagi hamil, Bira. Perut kamu udah besar begitu, gak perlu kerja. Mulai hari ini kamu tanggung jawab aku.”

Aku mendecih. “Lucu ya? Baru sekarang kamu bilang aku tanggung jawab kamu. Tujuh bulan ini kemana aja? Udahlah Mas, kamu gak usah perduliin aku lagi. Aku udah anggap kamu pergi dari hidup aku, gak usah lagi ikut campur.”

“Bira.” Mario datang menghampiriku. Dia kelihatan kaget melihat kehadiran Mas Jeffry, sama sepertiku tadi. “Om Jeffry?”

“Rio, Bira kerja sama kamu?” tanya Mas Jeffry.

Mario mengangguk. “Iya Om.”

“Kalau begitu mulai hari ini dia berhenti,” kata Mas Jeffry.

“Mas!” Aku memekik. Kutatap tajam Mas Jeffry.

Mario berdehem. “Bir, bagusnya lo selesain dulu masalah lo sama Om Jeffry. Urusan kafe gak usah dipikirin. Ada Danu juga yang bakal urus kasir,” katanya.

“Bira, aku mohon,” pinta Mas Jeffry. Aku berdecak pelan. Kulepaskan apron yang kugunakan lalu kuberikan pada Mario. Tanpa banyak bicara, aku menghentikan taksi yang lewat di depan kafe alih-alih masuk ke dalam mobil Mas Jeffry. Aku meminta supir taksi mengantarkanku ke alamat rumah Aru, lima menit setelah aku sampai di rumah, Mas Jeffry menyusul. Kini aku dan lelaki itu berada di dalam satu ruangan yang sama setelah tujuh bulan tak bertemu. Aku duduk di tepi ranjang, sedang Mas Jeffry berdiri tak jauh dariku. “Bira,” panggilnya seraya mendekat padaku.

“Berdiri di situ aja,” ujarku yang membuat langkah Mas Jeffry terhenti. Kutatap mata lelaki itu lekat, kuperhatikan setiap inci wajahnya. Tujuh bulan aku tidak bertemu dengannya, tapi sudah banyak perubahan yang terjadi pada Mas Jeffry. Rambutnya gondrong seperti tak terurus, tulang-tulang pipinya terlihat lebih menonjol, dan kantung matanya membentuk cekungan yang jelas. Saat pandanganku jatuh pada kakinya, aku baru menyadari jika lelaki itu menggunakan sendal yang bukan sepasang karena mereka memiliki warna dan model yang berbeda. “Ngapain kamu dateng lagi ke sini?” tanyaku.

“Karena itu udah keharusan aku. Kamu lagi hamil anak kita, aku harus tanggung jawab,” sahutnya sambil berjalan mendekat padaku lagi.

“Bisa gak jawabnya gak usah sambil nyamperin aku? Muak tau gak liat kamu dari deket?”

“Ra maafin aku yang baru dateng sekarang. Aku mau bertanggung jawab, aku mau menikahi kamu.”

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang