6. Bira Ke mana?

2.4K 301 116
                                    

DOUBLE UPDATE

Masih dalam rangka🔞
.
.
.

“Om.”

“Gak ada Aru atau keluarga kita di sini, kita bisa bicara dengan santai. Kamu gak perlu panggil aku Om,” kata Om Jeffry.

Aku mengangguk paham. Kuusap dada bidang Om Jeffry yang sedang kujadikan bantal, menopang kepalaku. Tidak pernah kusangka jika aku dan Om Jeffry akan berakhir di ranjang hanya dengan tertutup selimut seperti sekarang ini. Kulirik bungkusan kecil berwarna merah yang berada di nakas. Aku meringis, terbayang wajah Gladis yang akan mencibirku setelah ini karena sempat tidak mempercayai perkataannya. Pada akhirnya aku yang mengalaminya sendiri. “Kamu emang udah nebak hal ini bakal terjadi atau gimana? Kok bisa bawa alat kontrasepsi?” tanya Om Jeffry.

Aku menggeleng cepat. Aku bangun dari posisiku seraya menarik selimut lebih tinggi untuk menutupi bagian atasku yang sebetulnya sudah Om Jeffry lihat. Tapi rasanya aneh jika membiarkannya terbuka begitu saja. “Itu dimasukin sama sahabat aku ke koper. Dia gak percaya kalau aku gak bakal ngapa-ngapain di Milan. Apalagi perginya sama Om-maksudnya sama Mas Jeffry doang berdua. Dan bener, ini belum satu hari kita di Milan tapi...” ucapanku menggantung, pipiku menghangat jika mengingat hal yang baru saja aku lalui bersama Mas Jeffry.

Mas Jeffry terkekeh pelan. Dia menarikku agar berbaring kembali di sebelahnya. Mas Jeffry memelukku, dia menyimpan wajahnya di ceruk leherku. “Beruntung sahabat kamu itu bawa. Aku harus terima kasih sama dia kalau kita ketemu nanti.”

Aku mendengkus. “Tapi aku deg-degan Mas. Takut ketauan keluarga di rumah.” Sebenarnya aku merasa bersalah, terutama pada kedua orang tuaku. Aku sudah membohongi mereka, bahkan mengizinkan Mas Jeffry melakukannya padaku.

“Gak akan ada yang tau kalau kamu tutup mulut.”

Aku memukul pelan lengan Mas Jeffry. Dia sepertinya tidak khawatir sama sekali. “Jujur, pasti aku bukan perempuan pertama 'kan yang kamu giniin?” tanyaku.

“Bukan,” sahut Mas Jeffry. Dia menarik wajahnya, memandangiku sambil memainkan jarinya di rambutku. “Sebelumnya ada Bianca, mamanya Aru.”

“Kalau itu aku juga tau. Maksudnya setelah cerai dari mamanya Aru, kamu pernah nyewa gitu?”

Mas Jeffry menggeleng. “Gak pernah. Aku lebih milih solo ya walaupun gak enak. Tapi sekarang...” Mas Jeffry memasang tampang usilnya, dengan cepat aku mencubit perutnya yang membuat lelaki itu mengaduh kesakitan. “Ih galak banget,” kata Mas Jeffry.

“Lagian muka kamu minta aku pites. Udah ah, aku mau mandi.”

“Besok pagi aja. Sekarang tidur dulu, kamu gak ngantuk emang?”

“Ngantuk sih.”

“Yaudah besok aja,” katanya. “Sekarang kita ngobrol-ngobrol aja, habis itu tidur. Aku mau nanya boleh Ra?”

Aku mengangguk. “Apa?”

“Ini pertama kalinya buat kamu?” tanya Mas Jeffry.

“Iya. Aku selama pacaran gak pernah yang macem-macem. Cuma sama Mas doang aku begini. Kamu berpengaruh buruk emang,” ejekku.

Mas Jeffry terkekeh. “Gak kebalik? Kamu lho yang bawa alat kontrasepsinya.”

“Maaas!”

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang