65. Abang Bengkel

1K 200 95
                                    

Ini kan judulnya Dua Baruna, jadi asem juga bakal nyeritain kehidupannya Aru oke?! Gak fokus doang sama Jeffry dan Bira. Ada Aru juga tokoh di sini. Dan kalian yang udah bosen atau gak srek, boleh kok meninggalkan work ini. Waktu dan tempat di persilahkan,
.
.
.

(ARUNDAYA POV)

Semenjak Papa, Mama, dan Bira melarangku membuka bengkel lagi beberapa bulan lalu, aku jadi lebih banyak menghabiskan waktuku di rumah. Entah itu bermain game, menonton televisi, dan membaca komik. Tidak banyak kegiatan yang bisa kulakukan di rumah, semakin lama semuanya terasa semakin membosankan. Papa sempat menawarkanku untuk kembali berkuliah, dia ingin mendaftarkanku dan Bira bersamaan nanti. Tapi aku menolaknya, aku tidak ingin berkuliah, aku ingin fokus merintis usahaku sendiri. Sayangnya Papa belum mengizinkanku membuka bengkel kembali, dia ingin aku sembuh dulu. Padahal menunggu aku sampai benar-benar sembuh akan memakan waktu lama. Untungnya sekarang ada Al, jadi aku bisa meringankan rasa bosan itu dengan bermain bersamanya seperti sekarang.

Aku menggendong Al, mengajaknya ke akuarium yang berada di bawah tangga untuk melihat-lihat ikan yang baru kubeli satu minggu lalu bersama Gladis. Wanita itu juga yang memilih ikannya secara langsung atas permintaanku. Benar, sudah dua bulan belakangan ini aku mencoba mendekati Gladis, tapi sahabat Bira itu tidak memberikan respon berarti padaku. Gladis terkesan cuek dan dingin padaku. “Al, menurut lo kapan gue bisa jadian sama Gladis?” tanyaku pada Al yang jelas tidak akan mendapatkan respon apa-apa, kecuali tangan kecil adikku yang mencoba meraih kaca akuarium.

“Ngomongin soal cewek ya sama Papa juga dong Ru,” ujar Papa tiba-tiba sambil menuruni anak tangga. Dia sudah kelihatan rapih, pasti Papa akan pergi ke restoran. “Si bocil ini mana ngerti?” Papa mencubit pipi Al, bayi gembul itu hanya tertawa.

“Banyak gaya, kayak Papa jago aja soal cewek,” sahutku.

“Lah gak jago gimana? Yang dua puluh tahun aja Papa dapetin.”

“Itu kebetulan aja,” kataku.

Papa memukul bokongku. “Sembarangan. Papa serius, kalau kamu mau deketin cewek, bilang sama Papa, supaya Papa bantu.”

“Gak usah. Aku bisa dapetin cewek aku sendiri tanpa bantuan Papa. Lagian ya aku takut aja nih, kalau Papa bantuin aku, nanti yang ada Gladis di embat juga sama Papa,” sindirku.

Papa terkekeh. “Enggak, Papa cuma cinta Bira aja.”

“Mas tolongin aku dong!” Teriakan Bira dari lantai atas menggema.

“Sana Pa, urusin dulu si mama muda itu,” kataku. Papa kembali naik ke kamarnya. Sepuluh menit kemudian, Papa turun bersama Bira.

“Mau langsung berangkat Mas?” tanya Bira pada Papa.

“Iya, aku harus ke Bandung juga. Kamu hati-hati ya di rumah, kalau jam sembilan aku belum pulang, tidur duluan aja. Jangan di tungguin. Dan Ru.” Papa melihatku. “Papa titip Mamoy sama Al ke kamu. Jagain mereka,” pesannya.

Aku mengangguk. “Santai Pa, dulu tujuh bulan aku yang jaga mereka.”

“Dasar, gak kamu gak Mamoy, semuanya suka mengungkit masa lalu,” sebal Papa.

“Kalau mengungkit masa depan mana bisa Pa?” balasku.

Setelah perginya Papa, aku dan Bira ke ruang makan untuk sarapan. Sementara Al dijaga oleh Resti. Di tengah sarapan bersama, Bira tiba-tiba mendapatkan panggilan telepon. “Kok bisa sih? Gak lo cek dulu emang?” Bira berbicara di teleponnya. Tidak tahu dengan siapa. “Yaudah lo share locationnya aja, gue ada kenalan montir sih. Tunggu.” Bira mematikan teleponnya.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang