SELAMAT MALAAMMMMMMM.
.
.
.“Bir lo mau ke mana? Gue belum selesai ngomong.” Aru menahan tanganku yang akan masuk ke dalam mobil. Aku menepisnya, memandang kesal kepada lelaki itu karena telah berbicara sembarangan di depan Mas Jeffry juga Mbak Bianca. “Lo gak mau nikah sama gue?” tanya Aru.
“Gak Ru, gue gak mau menikah. Perjalanan gue masih panjang, kuliah gue juga belum selesai.” Aku beralibi. Aku rasa belum saatnya memberitahu hal yang sebenarnya pada Aru, bahwa aku tidak mungkin menikah dengannya di saat aku memiliki hubungan dengan papanya.
“Kenapa? Lo udah dijodohkan sama gue Ra,” balas Aru.
“Tapi gue sama sekali gak menanggapi serius perjodohan gila itu. Gue gak mencintai lo, gue sama sekali gak punya perasaan sama lo,” kataku. Aku mengusap wajah gusar. “Kalau lo emang mau menikah, jangan sama gue. Di luar sana masih banyak perempuan yang jauh lebih baik dari gue. Tadi lo bilang, lo mencintai gue? Mulai sekarang, tolong lupain rasa itu. Gue gak akan pernah bisa membalasnya Ru.”
“Gak perlu dibalas. Bisa hidup berdua sama lo aja adalah kebahagiaan tersendiri buat gue,” ujar Aru.
“Buat lo! Tapi enggak buat gue!” Aku spontan membontak. Napasku sedikit memburu. Kutatap tajam Aru. “Please, berhenti mengharapkan gue. Sampai kapanpun kita gak akan pernah bisa bersama Ru.”
Aru menunduk, detik selanjutnya lelaki itu terkekeh dan kembali melihatku. “Lucu ya? Di saat gue udah punya harapan untuk memulai hidup yang baru, di saat gue udah menemukan tujuan hidup gue, di saat gue udah mendapatkan tempat untuk pulang, semua itu kembali di rampas.” Aru memajukan langkahnya, membuat aku bergerak mundur. Sampai kurasakan punggungku menabrak mobil dan tidak lagi bisa menghindari Aru. Dengan satu tangannya, Aru mengurung tubuhku. Tatapannya yang lebih tajam dari sebelumnya, mengintimidasiku. “Dirampas sama bokap gue sendiri. Gue tau hubungan lo dan Papa, sejak awal.” bisik Aru.
Aku terbelalak. Aru mengetahuinya?
Aru berdecih. Dia menjauh dariku. “Gue pikir lo beda dari orang tua gue yang cuma pura-pura baik sama gue. Tapi kenyataannya sama aja. Pakai alasan kuliah segala buat nolak gue. Jijik tau gak gue?” Aru menghela napasnya. “Emang sih, kalau gue dibandingin sama Papa, lo pasti milih Papa. Dia kaya, hartanya banyak, sedangkan gue? Tidur aja masih numpang kok di rumah dia, duit aja belum bisa cari sendiri.”
“Maksudnya lo ngatain gue mata duitan?” tanyaku sedikit tak terima. Kata-kata Aru jelas menyinggungku.
“Kalau bukan karena duit apa lagi?”
Tanganku melayang ke pipi Aru yang masih pucat. Sakit dituduh melakukan hal yang bukan kulakukan. Perasaanku pada Mas Jeffry tulus, bukan karena harta semata. Mungkin Aru tidak mempercayainya karena umurku dan Mas Jeffry yang terpaut jauh. “Lo gak tau yang sebenernya terjadi. Iya, gue dan Papa lo itu punya hubungan. Bukan karena harta, tapi tulus dari hati.”
“Semua perempuan yang pernah deket sama Papa juga bilang gitu ke gue. Tapi ujung-ujungnya apa? Duit dan duit,” balas Aru masih teguh dengan dugaannya.
“Iya gue tau Papa lo itu kaya, Mas Jeffry punya banyak restoran, bahkan terkenal di mana-mana. Tapi tanya sama dia, apa pernah gue minta sesuatu ke dia? Gak pernah. Sepeserpun gue gak pernah ngambil duit Papa lo. Mungkin beberapa kali Mas Jeffry sempet beliin gue sesuatu, tapi itu bukan permintaan gue. Jadi tolong bedain gue sama perempuan-perempuan di luar sana yang ngedeketin bokap lo karena cuma harta.” Aku mendecih. “Ternyata Mas Jeffry bener, lo terlalu kekanakan Ru. Lo harusnya sadar, kalau hidup itu gak cuma berputar di sekitar lo. Gak melulu sesuai sama apa yang lo inginkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA BARUNA [END✔]
Fanfiction[17+][bukan BL]Kabira, dikenalkan pada Aru oleh orang tuanya dengan maksud akan dijodohkan. Namun gadis yang akrab disapa Bira itu jatuh hati pada Papa dari Aru, dia adalah Jeffry. "Jangan pindah hati ke Baruna lain, kamu cuma milik aku."