24. Bucin Boleh, Bodoh Jangan

1.2K 235 112
                                    

Maunya sih full istirahat, tapi kok gak bisa hehehehe. Mending lanjut yekan
.
.
.

Setelah memastikan keadaan Dania mulai membaik, aku kembali ke kampus menggunakan taksi. Saat ke rumah sakit tadi aku memang tidak membawa mobil sendiri karena ikut menaiki ambulance. Dalam perjalanan menuju kampus, aku tidak bisa berhenti memikirkan Dania. Aku takut jika wanita itu akan kembali mencoba menggugurkan kandungannya. Aku meringis, membayangkan betapa sakitnya perut Dania dan anaknya yang berada di dalam rahimnya saat Dania berusaha menggugurkan kandungannya menggunakan obat aborsi. Tanganku bergerak mengusap perutku sendiri. Aku dan Dania sama. Kami sama-sama mengandung sebelum waktunya. Bedanya, Dania tidak tahu siapa ayah dari bayi yang dia kandung. Sedang aku tahu jelas siapa ayah dari bayi yang kukandung, dia Mas Jeffry.

Aku hamil, dan baru mengetahuinya dua hari yang lalu. Saat itu pagi sebelum berangkat ke kampus, aku merasakan mual yang hebat. Kupikir mual itu disebabkan karena asam lambungku yang naik seperti beberapa bulan lalu, ditambah aku sempat begadang karena harus menyelesaikan tugas. Namun dugaan itu perlahan berubah menjadi lebih serius ketika aku tidak sengaja melihat kalender dan baru menyadari jika aku telat datang bulan. Tanpa berpikir lebih banyak lagi, aku segera pergi ke apotik, membeli alat tes kehamilan. Dan benar, testpack yang kubeli menunjukkan dua garis merah yang artinya positif setelah kupakai. Tidak percaya dengan apa yang kulihat, aku mencoba untuk lebih memastikannya dengan pergi ke dokter kandungan. Tak berbeda dengan hasil testpack, aku dinyatakan hamil oleh dokter. Saat mendengarnya, aku diantara percaya dan tidak percaya. Tidak percaya karena setiap kali aku berhubungan intim dengan Mas Jeffry, dia tidak pernah mengeluarkannya di dalam. Tapi dokter bilang, hal itu bisa saja terjadi. Karena sebelum laki-laki mengalami ejakulasi, ada cairan yang disebut praejakulasi, dan dalam cairan itu bisa mengandung sperma, keluarnya cairan inipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah pihak yang akhirnya menyebabkan kehamilan.

Aku belum memberitahu kabar mengenai kehamilanku ini pada Mas Jeffry, aku berniat memberitahunya dua hari lagi, bersamaan dengan peresmian restoran barunya yang berada di Milan. Kedua sudut bibirku terangkat mengingat Mas Jeffry, tergambar jelas di otakku bagaimana respon yang akan Mas Jeffry berikan jika tahu aku sedang mengandung anak kami. Dulu saja saat aku mual-mual, dia yang paling bersemangat dan mengharapkan diriku hamil. Tapi di sisi lain, aku juga memiliki kegelisahan dan kekhawatiran. Aku tidak tahu bagaimana cara memberitahu orang tuaku mengenai kabar ini. Sudah jelas mereka akan kecewa, dan aku tidak akan siap melihat semburat kekecewaan itu muncul dalam wajah-wajah mereka. Namun aku harus tetap mempertanggungjawabkan apa yang telah kuperbuat, apapun resikonya, aku akan memberitahu mereka.

Aku mengetuk pintu kelas sebelum masuk ke dalam, karena kulihat sedang ada dosen yang mengajar. “Iya, silahkan masuk Bira,” kata Pak Tirta. Dia tidak mungkin memarahiku karena telat masuk, karena Pak Tirta tahu kalau aku baru mengantar Dania. Bahkan Pak Tirta sendiri yang membantuku tadi membawa Dania keluar dari toilet, Pak Tirta kebetulan lewat di saat aku sedang mencari bantuan.

“Dania gimana?” tanya Pak Tirta pelan, seperti tak ingin di dengar yang lain.

“Keadaannya udah membaik Pak.”

Pak Tirta mengangguk paham. “Yaudah, silahkan kamu duduk.”

Aku mengangguk, lalu duduk di kursi belakang, samping Gladis. “Tante, ini Pak Tirta bahasnya udah sampe mana ya?” tanyaku berbisik pada Gladis.

“Tante? Hello! Gue masih muda kali,” sahut Gladis.

“Masih muda sih, tapi lo emang bakal jadi Tante.”

Gladis terdiam sejenak. Detik selanjutnya mata sahabatku itu terbelalak sempurna. “Bir?!”

Aku meletakkan jari telunjuk di depan bibir, mengisyaratkannya agar lebih tenang.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang