8. Telepon Dari Ayah

1.6K 265 120
                                    

Kali ini nextnya tunggu sampe 100 komen yaaww

Oh iya part ini🔞

.
.
.


“Mbak Bianca cantik ya Mas,” ujarku ketika aku dan Mas Jeffry berada di dalam lift menuju kamar hotel. Kami berdua baru kembali dari acara perkumpulan teman-teman Mas Jeffry. Tapi sebelumnya kami sempat mampir ke mal dan beberapa toko pakaian. Rasanya tidak lengkap pergi ke Milan tanpa membeli apa-apa, terutama dalam hal fashion. Sedikit informasi yang kuketahui, Milan adalah salah satu kota yang dianggap pusat mode dunia selain Paris. Kota ini mendapat julukan The fashion capital of the world. Berbagai brand ternama fashion, ada di Milan. Dan Mas Jeffry membelikan beberapa untukku, Aru dan juga dirinya sendiri tentu saja.

“Kamu juga cantik,” balas Mas Jeffry.

“Tapi kalau dibandingin sama Mbak Bianca, aku gak ada apa-apanya. Rambut Mbak Bianca panjang, bentuk badannya bagus, anggun lagi. Aku apa? Keluar rumah aja lebih sering pakai jeans sama kaos pendek.” Jujur, setelah bertemu Mbak Bianca, aku jadi sedikit malu untuk bersanding dengan Mas Jeffry. Mereka berdua kelihatan cocok, tampan dan cantik. Tidak heran jika Aru memiliki paras yang rupawan. Kedua orang tuanya saja seperti dari dunia dongeng.

Belum sempat Mas Jeffry membuka mulut, lift sudah sampai di lantai dua belas, di mana kamar kami berada. Alih-alih masuk ke dalam kamarnya sendiri, Mas Jeffry justru ikut masuk ke dalam kamarku. Dia membalik tubuhku menghadapnya begitu aku menutup pintu kamar. Mas Jeffry meletakkan paper bag yang berisi belanjaan kami di lantai, lalu tangan kanannya meraih daguku, sedang yang kiri dia gunakan untuk merengkuh pinggangku. Mas Jeffry menciumku.

Setelah beberapa menit, dia melepaskan pautannya. Mas Jeffry memandangiku, tangannya beralih mengusap rambutku yang sedikit kebiruan. Aku memang suka mewarnai rambut. “Kamu cantik, Bianca juga cantik, yang namanya perempuan pasti cantik. Tapi di antara banyaknya perempuan, di mata aku cuma kamu yang paling cantik dan istimewa Ra. Asal kamu tau ya, aku lebih suka perempuan rambut pendek gini. Tau alesannya?” tanya Mas Jeffry. Aku menggeleng sebagai jawaban.

“Karena gak ribet waktu main di ranjang. Plus aku bisa leluasa bikin mahakarya di leher kamu.”

Aku memukul lengan Mas Jeffry, lelaki itu tertawa puas. “Dasar mesum. Kamu sih enak tinggal bikin, aku yang repot nutupin bekasnya.” Aku melingkarkan lenganku di pinggang Mas Jeffry. “Kamu gak bohong 'kan Mas? Bener lebih suka aku dibanding Mbak Bianca?”

“Iya, sayang. Apa gunanya juga aku bohong?”

“Ya siapa tau aja 'kan? Tadi waktu ketemu Mbak Bianca aku ngerasa gak pede aja gitu. Terus takut tiba-tiba kamu terpesona lagi sama Mbak Bi.”

“Gak usah mikir kayak gitu. Sampai kapanpun aku gak akan pernah kembali sama Bianca. Kamu denger sendiri tadi kalau Bianca udah punya Maga.”

“Selama pernikahan kamu dan Mbak Bianca, apa kamu gak pernah jatuh cinta sama dia Mas?”

Mas Jeffry mengangguk tanpa ragu. “Aku gak pernah melibatkan sedikitpun perasaan dalam pernikahan pertama aku.”

“Terus kalau soal...seks?” tanyaku ragu.

Mas Jeffry menggaruk tengkuknya. “Kalau itu aku rutin ngelakuinnya sama Bianca sebelum bercerai.”

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang