3. Aru Bermuka Dua

1.9K 321 49
                                    

Sianggg!!! Jangan lupa komennya!!!
.
.
.

Aku tidak bisa menahan senyumku selagi memperhatikan Om Jeffry yang sedang mencuci piring bekas makan kami tadi. Tidak pernah terbayangkan olehku jika Om Jeffry akan membalas perasaanku secepat ini. Padahal aku sempat berpikir, jika sepertinya akan sulit mendekati Om Jeffry, mengingat dia sudah pernah berumah tangga sebelumnya, dan aku tidak tahu tipe pasangan seperti apa yang Om Jeffry inginkan. Namun rencana Tuhan memang tidak pernah ada yang tahu, melalui Ayah dan Aru, aku menemukan lelaki pujaan hatiku. Pipiku merona jika mengingat pengakuan Om Jeffry mengenai perasaannya kepadaku, apalagi saat dia tiba-tiba mencium bibirku.

Ah, jadi malu.

Aku tak mengalihkan pandangan barang sedetikpun dari Om Jeffry. Punggungnya saja sudah cukup membuatku menggelengkan kepala. Om Jeffry benar-benar sempurna dari segi manapun. Semakin sempurna ketika dia berbalik dan melemparkan senyuman manisnya padaku. “Mau ke rumah Mairin sekarang?” tanya Om Jeffry seraya melepaskan apronnya dan berjalan menghampiriku yang menunggunya di kursi.

Aku berdecak pelan. Tadi Mairin meneleponku, menyuruhku untuk segera pulang, tak lupa dia menyelipkan omelan pada adik manisnya ini karena aku tidak kunjung datang atau sekedar membalas pesannya. Padahal Aga sudah kehabisan popok di rumah katanya.

Gimana mau dateng? Gue lagi kepincut Om-om.

“Males. Mau di sini aja.”

Om Jeffry menarik kedua ujung bibirnya. Dia suka sekali tersenyum. Dan aku yang melihatnya tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut tersenyum. “Jangan senyum terus, nanti saya bisa kena diabetes di usia muda,” kataku.

“Senyum saya gak akan ngaruh apa-apa, Bira.”

“Ngaruh kalau di saya.”

Tiba-tiba ponselku yang berada di saku celana kembali berdering. Mairin kembali meneleponku. Dia memang tidak pernah membiarkan adiknya menikmati waktunya. Menyebalkan. Aku menolak panggilan Mairin, kutebak di seberang sana dia sedang memakiku karena hal tersebut.

“Kenapa ditolak?” tanya Om Jeffry.

“Biarin, dia aja seenaknya sama saya,” sahutku.

“Kayaknya kamu mending pulang sekarang deh Ra, takutnya Mairin nungguin kamu.”

Aku menghela napas. Om Jeffry benar. Aku juga tidak tega membiarkan keponakanku menunggu tantenya lebih lama lagi untuk mengganti popok. Bisa-bisa Aga terkena iritasi karena diriku yang asik membucin. Belum lagi kalau Mairin melapor pada Ayah yang tidak-tidak mengenaiku. Mungkin aku tidak akan bisa bertemu dengan Om Jeffry lagi. Sekedar informasi saja, Mairin adalah anak kesayangan Ayah karena dia berhasil mengikuti jejak Ayah masuk fakultas hukum, sedang aku tidak pernah dibanggakan sama sekali karena aku gagal masuk ke jurusan yang Ayah pilih yaitu hubungan internasional. Sebaliknya, Ayah selalu memaksaku untuk melakukan ini itu, termasuk menuruti semua perintah Mairin jika sewaktu-waktu Mairin menyuruhku, dengan alasan, Mairin kakak kamu, sebagai adik udah seharusnya kamu nurut.

“Yaudah, saya pulang sekarang aja.”

“Ayo saya antar ke depan atau mau pamit dulu sama Aru?” tanyanya.

Aku menggeleng. Sepertinya tidak perlu. Om Jeffry mengangguk paham. Dia mengantarku sampai ke mobil. “Saya pulang ya,” kataku.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang