12. Masa Bocor?

1.9K 277 145
                                    

Malam malam ada yang baca gak yaaa??

.
.
.


Aku menatap pantulan diriku di cermin, memastikan bahwa tidak ada yang kurang atau berlebihan dalam penampilanku. Kali ini aku mengenakan dress selutut berwarna putih, dan membiarkan rambutku yang mulai panjang tergerai begitu saja. Setelah di rasa cukup, aku mengambil tas hitam kecil dan menyampirkannya di bahu. Penampilanku hari ini memang terkesan lebih formal dari biasanya, karena aku akan menemani Mas Jeffry ke sebuah studio. Lelaki itu akan menjadi narasumber dalam sebuah acara televisi, Mas Jeffry di undang sebagai bintang tamu atas prestasinya yang sukses mengembangkan banyak usaha di usia muda. Karena kebetulan acaranya bertepatan dengan hari libur kuliahku, aku bisa menemaninya.

Aku melangkah keluar kamar, meminta izin pada Ibu yang kebetulan lewat di depanku. “Bu, aku mau main sama Gladis,” kataku.

Ibu mengangguk. “Minta izin sama Ayah sana. Ayah ada di luar, lagi ngobrol sama Pak Rt,” balasnya.

Aku tersenyum. Kesempatan bagus. Jika Ayah sedang mengobrol dengan orang lain lalu aku meminta izin, dia tidak akan bertanya-tanya lebih lanjut dan pasti langsung mengizinkannya. Beda cerita jika aku meminta izin ketika Ayah sedang sendiri, Ayah pasti akan mengajukan berbagai macam pertanyaan. Seperti dengan siapa, kemana, naik apa, apalagi setelah kejadian aku yang membohonginya, Ayah jauh lebih protektif kepadaku. Aku menghampiri Ayah yang berdiri di depan gerbang. “Dek Bira mau ke mana? Udah rapih,” tanya Pak Rt.

Ayah ikut melihatku. “Mau ke mana kamu?” tanya Ayah.

“Main sama Gladis,” sahutku.

Ayah memandangiku dari ujung kepala sampai kaki. Dari ekspresi wajahnya, Ayah seperti meragukanku. “Aku gak bohong kali ini,” kataku.

“Yaudah, jam lima udah harus di rumah,” ujar Ayah.

Aku tersenyum. “Oke! Ayo Pak Rt, Bira jalan dulu.”

Sehari sebelumnya, aku dan Mas Jeffry setuju akan bertemu di restoran lelaki itu sebelum berangkat ke studio. Tidak mungkin jika kami bertemu di rumahku atau rumah Mas Jeffry sendiri, mengingat ada keluargaku dan Aru. Setibanya di restoran, aku melihat Mas Jeffry yang sudah rapih memakai jasnya sedang berdiri di dekat mobilnya. Aku memarkirkan mobilku di samping mobilnya, lalu turun menghampiri si duda yang hari ini terlihat sangat berwibawa dengan balutan jas hitam itu. “Wiih ganteng banget,” kataku begitu berdiri di hadapan Mas Jeffry.

Mas Jeffry tersenyum. “Makasih sayang, kamu juga cantik hari ini.”

“Hari ini doang?” tanyaku.

“Enggak dong. Setiap hari. Bangun tidur aja kamu cantik.”

“Tau dari mana?”

Mas Jeffry mengangkat salah satu sudut bibirnya. Dia mendekat ke arahku seperti akan membisikkan sesuatu. “Kita udah pernah tidur bareng. Lupa?”

Aku memukul bahunya. “Ayo berangkat. Mobil aku tinggal sini aja.”

Mas Jeffry terkekeh. “Digoda gitu aja pipinya langsung merah,” katanya yang membuatku reflek menyentuh pipi sendiri. Dasar duda menyebalkan. “Ayo tuan putri silahkan masuk.” Mas Jeffry membukakan pintu mobil untukku.

“Makasih,” ucapku lalu masuk ke dalam mobil. Aku dan Mas Jeffry menghabiskan waktu selagi di perjalanan dengan mengobrol. Tidak lupa aku menanyakan perihal Mbak Bianca padanya. “Jadi Mas udah jelasin semuanya ke Mbak Bianca?” tanyaku.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang