7. Mantan Istri

2K 275 52
                                    

SELAMAT PAGI!!! CEPET BENER SI 100 KOMENNYA WKWKWK
.
.
.

“Kayaknya asik banget,” ujar Mas Jeffry yang membuatku menoleh ke samping, tempat lelaki itu duduk. Mas Jeffry melirik ponselku, dengan cepat aku mematikannya. Lalu memasukkannya ke dalam tasku. Aku dan Mas Jeffry sedang dalam perjalanan menuju tempat pertemuan Mas Jeffry dan teman-temannya nanti. Kami pergi menggunakan mobil yang Mas Jeffry sewa lengkap dengan supirnya. Selama sepuluh menit di mobil, aku menyadari sudah mengacuhkan Mas Jeffry karena terlalu sibuk membalas pesan Aru. Anak Mas Jeffry itu menanyakan keberadaanku. Kujawab saja kalau aku sedang di Bali bersama Gladis.

“Siapa?” tanya Mas Jeffry.

“Gladis. Nanyain gimana aku di Milan.” Aku merasa tidak enak jika harus memberitahu Mas Jeffry mengenai Aru.

“Sahabat yang masukin alat kontrasepsi ke koper kamu?”

Aku melotot. Mas Jeffry suka sekali mengingat-ngingat hal seperti itu. “Mas, gak usah diinget-inget,” sebalku yang justru mengundang tawanya.

Ponselku kembali berbunyi. Kali ini ada telepon masuk. Kuintip sedikit untuk melihat siapa yang menghubungiku, dan ternyata Aru. Aku berdecak pelan. Aru selalu menggangguku. Tidak mengenal waktu dan tempat.

“Angkat aja, gak apa-apa,” kata Mas Jeffry.

Aku menggeleng. “Cuma telepon iseng. Biasalah Mas, modus minta di transferin duit.”

Mas Jeffry tidak lagi bertanya, dan aku membiarkan telepon itu mati sendiri. Tiga puluh menit kemudian kami tiba di sebuah restoran. Mas Jeffry menggandeng lenganku begitu turun dari mobil. Kami masuk ke dalam, dan langsung disambut oleh teman-teman Mas Jeffry dengan bahasa Italianya yang tidak aku mengerti. Aku hanya tersenyum kikuk. Ingin merespon, tapi tidak paham dengan apa yang mereka katakan. Sampai akhirnya Mas Jeffry menepuk pundak temannya. “Pakai bahasa Indonesia aja, pacar gue mana ngerti,” kata Mas Jeffry pada temannya.

“Oh iya? Hai, gue Lano, sohibnya Jeffry dari bocil,” kata Lano memperkenalkan diri. Tampang saja bule, tapi begitu berbahasa Indonesia, logatnya berubah medok.

Aku tersenyum. “Bira,” kataku memperkenalkan diri.

“Kalau yang ini Beatrice. Bahasa Indonesia dia masih kaku, maklumin aja.” Mas Jeffry memperkenalkanku pada temannya yang lain.

“Beatrice. Senang bertemu dengan kamu...Bira?” ujar perempuan bernama Beatrice itu sedikit ragu. Mungkin takut salah menyebut namaku.

“Iya, Bira,” kataku yang membuatnya tersenyum. Dan Mas Jeffry masih terus memperkenalkanku pada teman-temannya yang lain. Aku baru tahu, jika restoran ini adalah milik Lano, yang hari ini sengaja ditutup untuk umum karena sedang digunakan sebagai tempat berkumpul untuk teman-teman lamanya. Lano jugalah yang menyuruh Mas Jeffry datang ke Milan, selain untuk menghadiri pertemuan ini, Mas Jeffry dan Lano juga akan bekerja sama membangun restoran lain di Milan, yang akan menggabungkan konsep Indonesia dan Italia. Itu yang kudengar tadi.

“Lano jelas lancar bahasa Indonesia Ra, dia gede di sana. Kuliahnya aja bareng aku,” kata Mas Jeffry menjelaskan.

“Iya, gue tau semua borok-boroknya lo Jeff,” balas Lano.

“Contohnya kayak gimana tuh Mas?” tanyaku.

“Dia sering bolos kuliah cuma buat nemenin cewek-cewek yang bahkan bukan pacarnya,” cerita Lano. Aku melirik Mas Jeffry, tapi yang dilirik hanya terkekeh pelan.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang